Fatwapedia.com – Pada tulisan ini kami sebelumnya bahwa disyariatkan untuk berhenti memohon rahmat kepada Allah ketika melewati ayat-ayat rahmat dan meminta perlindungan kepadaNya juga ketika melewati ayat-ayat azab, pada saat membaca surat didalam sholat-sholat sunnah, dalam rangka mengikuti petunjuk Rasulullah padanya.
Kemudian apakah terdapat lafazh atau bacaan tertentu dalam memohon rahmat, meminta perlindungan atau bertasbih dan semisalnya ketika melewati ayat-ayat yang dimaksud?
Asy-Syaikh DR. Ibrahim bin Muhammad mengatakan tentang permasalahan yang kita angkat ini :
الأحاديث ورواياتها في أصل المسألة لم أقف فيها على صيغة معينة، فالظاهر أنه إذا أتى بأي صيغة وافق السنة، والظاهر أنه لا مانع أن يطيل في السؤال أو التعوذ أو التسبيح ويكرره إذا كان يصلي وحده
“Hadits-hadits dan riwayat-riwayat dalam permasalah ini, aku belum menemukan ada lafazh tertentu terkait dengannya, maka zhahirnya membacanya dengan bacaan apapun yang sesuai sunnah dan zhahirnya tidak ada larangan memperpanjang permintaan atau minta perlindungan atau tasbih dan mengulang-ulanginya, jika ia sholat sendirian.”
Akan tetapi fadhilatus Syaikh menemukan dua buah hadits yang dapat menjadi contoh atau gambaran lafazh doa yang pernah diucapkan oleh Rasulullah, yaitu :
1. Hadits yang disebutkan oleh al-Imam al-Haitsamiy rahimahullah dalam “Majma`u az-Zawâ`id” dari shahabi jalîl Abdullah bin Abbas radhiyallahu anhumâ :
كان النبيُّ صلَّى اللهُ عليه وسلَّم إذا تَلَا هذِهِ الآيَةَ ونَفْسٍ وَمَا سَوَّاهَا فَأَلْهَمَهَا فُجُورَهَا وَتَقْوَاهَا وقف ثم قال اللهمَّ آتِ نَفْسِي تَقْوَاها أنتَ وليُّها وخيرُ من زكَّاهَا
“Nabi shallallahu alaihi wa sallam jika membaca ayat ini : {dan jiwa serta penyempurnaannya (penciptaannya), maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketakwaannya} [QS. Asy-Syams : 7-8].
Beliau berhenti, lalu berdoa : “Yaa Allah, berikan jiwaku yang bertakwa, engkau adalah pelindungNya dan yang terbaik bagi orang-orang yang mensucikan (jiwa)nya.”
(Hadits ini dinilai hasan oleh al-Imam al-Haitsami dan Imam al-Albani juga menghasankan hadits yang senada dalam kitab as-Sunnahnya Ibnu Abi Ashim).
2. Hadits yang diriwayatkan dalam Sunan Abu Dawud, Musnad Ahmad dan selainnya dari Ibnu Abbas radhiyallahu anhumâ juga, dengan sanad yang dishahihkan oleh al-Albani, beliau berkata :
أنَّ النَّبيَّ صلَّى اللَّهُ عليْهِ وسلَّمَ كانَ إذا قرأَ سَبِّحِ اسْمَ رَبِّكَ الْأَعْلَى قالَ سبحانَ ربِّيَ الأعلى
“Bahwa Nabi shallallahu alaihi wa sallam jika membaca : {Sucikanlah nama Tuhanmu Yang Mahatinggi}[QS. Al-A’lâ : 1].
Lalu Beliau pun berkata : “maha suci Rabbku yang paling tinggi.”
Kemudian Doktor Ibrahim menutupnya dengan pernyataan dari al-Imam Qurthubi rahimahullah dalam kitab tafsirnya :
يستحب للقارئ إذا قرأ سبح اسم ربك الأعلى أن يقول عقبه: سبحان ربي الأعلى، قاله النبي – صلى الله عليه وسلم -، وقاله جماعة من الصحابة والتابعين
“Dianjurkan bagi orang yang membaca ayat “Sucikanlah nama Tuhanmu Yang Mahatinggi”, untuk mengucapkan setelahnya : “Subhâna Rabbiyal A’lâ”.
Nabi shallallahu alaihi wa sallam mengucapkannya, begitu juga sejumlah sahabat dan tabi’in.” -selesai-.
Kemudian kami mendapati hadits Abu Laila al-Anshari radhiyallahu anhu dalam riwayat Ahmad, Abu Dawud dan Ibnu Majah, bahwa beliau berkata :
سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقْرَأُ فِي صَلَاةٍ لَيْسَتْ بِفَرِيضَةٍ، فَمَرَّ بِذِكْرِ الْجَنَّةِ وَالنَّارِ، فَقَالَ : ” أَعُوذُ بِاللَّهِ مِنَ النَّارِ، وَيْحٌ – أَوْ : وَيْلٌ – لِأَهْلِ النَّارِ “
“aku mendengar Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam membaca surat dalam sholat yang bukan sholat wajib, maka ketika melewati penyebutan ayat-ayat tentang surga dan neraka -dalam lafazh Ibnu Majah ayat tentang azab-, maka beliau berkata : “aku berlindung kepada Allah dari neraka dan celakalah penghuni neraka.”
(Akan tetapi hadits ini didhoifkan oleh Imam al-Albani).
Kesimpulannya, dalam masalah ini maka bisa kita ucapkan misalnya ketika melewati ayat tentang surga “Allahumma innii as`alukal jannah”, ketika melewati ayat azab, mengucapkan “a’udzu billahi minan naar”, ketika ayat perintah untuk bertasbih, maka kita mengucapkan “Subhaanallah”, perintah beristighfar “astaghfirullah”, bertakbir “Allahu akbar”, bershalawat “Allahumma shalli wa sallam ‘alaa Muhammad”, seterusnya dan semisalnya.
Dan kami ulangi ini dilakukan untuk sholat sunnah, bukan sholat wajib, karena tidak dinukil dari Nabi kita bahwa Beliau melakukannya pada sholat-sholat fardhu yang Jahriyyah, seandainya disunnahkan juga, tentu akan ternukil sampai kepada kita melalui sanad yang valid. Wallahu A’lam.
Oleh: Abu Sa’id Neno Triyono