Akhir Hidup Ammar bin Yasir dan Kebenaran 'Ramalan' Rasulullah

Akhir Hidup Ammar bin Yasir dan Kebenaran 'Ramalan' Rasulullah

Fikroh.com – Setelah berhijrah ke Madinah Rosulullah memerintahkan para sahabat untuk membangun sebuah masjid yang akan dijadikan sentral kegiatan Islam. Perintah membangun masjid tersebut diumumkan Rosulullah bak mengumumkan sebuah sayembara.

“Barang siapa membawa sebongkah batu, maka ia akan mendapat pahala yang besar,” demikian sabda nabi yang segera disambut dengan antusias penduduk muslim dari sahabat Anshar dan Muhajirin Salah satu orang yang tampak bekerja keras mengangkut batu-batuan adalah Ammar bin Yasir.

Saat orang lain mengangkat sebongkah batu, maka Ammar memikul dua batu sekaligus di pundak kiri dan kanannya. Rosulullah yang melihat hal ini segera menghampiri Ammar dan menanyakan mengapa ia mengangkat dua bongkah batu besar.

“Mengapa kau angkat dua batu? Bukankah itu amat berat dan cepat melelahkan?” tanya nabi.

“Ya Rosul Allah, aku membawa dua batu ini, satu untukku dan satu lagi untukmu. Engkau terlalu mulia untuk mengangkat sebongkah batu. Sedangkan kami tidak ingin mendapat pahala jika engkau tidak mendapatkannya juga. Karena itu aku bawakan batu ini mewakili Anda,” jelas Ammar. Nabi sangat terharu mendengar perkataan Ammar sehingga langsung mengangkat tangan dan berdoa.

“semoga Allah membalas kebaikanmu” Dalam riwayat lain juga dikisahkan sebuah peristiwa yang menggambarkan hubungan Ammar dengan Rosululiah. Ammar yang bekerja dengan semangat yang besar itu tidak menghiraukan debu-debu yang jatuh dan menutupi wajahnya. Kemudian Rosulullah menghampirinya dan setelah berdekatan, dengan penuh kasih Rosulullah membersihkan wajah Ammar dari debu yang bertaburan.

Setelah cukup bersih wajah Ammar, Rosulullah menatap matanya dan Rosulullah meraba wajah Ammar dengan pandangan penuh kasih sayang seraya berkata, “Aduhai lbnu Sumayyah, ia dibunuh oleh golongan pendurhaka.” Demikian Rosulullah meramalkan masa depan Ammar.

Rosulullah mengulang ramalan itu, ketika dalam pembangunan masjid, tembok di sisi Ammar bekerja runtuh dan menimpanya. Para sahabat riuh dan menyangka Ammar tewas karena peristiwa itu. Namun segera Rosulullah bersabda tidak apa-apa. Hanya nanti ia akan dibunuh oleh kaum pendurhaka. Benar saja, ramalan Rosulullah itu terbukti beberapa tahun setelah beliau wafat. Tepatnya ia terbunuh dalam perang Shiffin. Saat itu usianya sudah sangat tua, yakni 93 tahun. Ammar yang berdiri dalam pasukan Ali bin Abi Thalib meski sudah renta masih sangat lincah dalam mengayun pedangnya.

Tapi keanehan dalam peperangan itu, Ammar bagaikan orang yang paling dihindari oleh pasukan Mu’awiyah. Setiap kali ia menghampiri pasukan Iawan, kehadirannya seperti ombak yang menyibak barisan pasukan lawan. Pasukan Muawiyyah teringat sabda Rosulullah, bahwa Ammar akan meninggal, karena terbunuh kaum pendurhaka. Dan mereka tak ingin menjadi kaum pendurhaka seperti yang diramalkan Rosulullah.

Setiap kali Ammar mengayunkan pedang, setiap kali itu pula orang berlari menghindar, tak ada yang ingin beradu otot dan ketangkasan dengannya.

“Saya tahu pasti kita berada di pihak yang benar dan mereka ada di pihak yang bathil,” seru Ammar membangkitkan semangat pasukan perangnya.

Akhirnya Ammar syahid, ketika mendengar kabar kematian Ammar mereka menjadi gempar dan bertanya-tanya turunlah semangat pasukan Mu’awiyah. “Apakah kita termasuk golongan pendurhaka,” tanya mereka ragu dalam hati.

Ali bin Abi Thalib menggendong jenazah Ammar ke suatu tempat untuk disholatkan. Ketika para sahabat memberikan penghormatan terakhir padanya, mereka teringat suatu hari di saat Rosulullah masih hidup. Beliau duduk-duduk bercengkerama dengan para sahabatnya, tiba-tiba wajah beliau berseri dan bersabda.

“Surga telah merindukan Ammar…”

Beberapa sahabat meriwayatkan dan menggambarkan sosok Ammar bin Yasir. la adalah seorang laki-laki berbadan bidang tinggi besar dan bermata biru. Ia juga seorang yang pendiam. dan tidak banyak berbicara. Tubuhnya penuh goresan luka, bekas siksaan. Dari lukanya terbayang betapa kejam dan dahsyatnya siksaan itu.

Siksaan itu didapatkannya pada masa awal Islam berkembang, pemeluknya masih sedikit dan sembunyi-sembunyi. Ammar adalah putra dari Yasir bin Ammar dengan Sumayyah. Seluruh anggota keluarga ini segera beriman begitu da’wah lslam sampai pada mereka. Namun seperti yang kita tahu, kaum kafir Quraisy tidak rela dengan keislaman mereka. Dengan segala daya mereka memaksa Ammar bin Yasir dan kedua orangtuanya kembali menyembah berhala.

Dengan usaha halus pemeluk Islam tak berhasil dipengaruhi, maka dengan siksa mereka dipaksa. Dan keluarga Ammar salah satu keluarga yang disiksa. Siksaan yang mereka derita sungguh sangat luar biasa, sampai-sampai mengakibatkan kedua orang tua Ammar meninggal karenanya.

Dahsyatnya siksa yang mereka terima bisa kita bayangkan lewat jeritan Ammar pada Rosulullah. “Ya Rosulullah, azab yang kami derita kini sudah sampai pada puncaknya,” begitu teriak Ammar.

“Sabariah, wahai aba| Yadqan, sabarlah wahai Yasir. Surga adalah tempat yang dijanjikan bagi kalian,” kata Rosulullah menghibur mereka dengan hati yang tersayat pedih tak terkira.

Orang-orang musyrik ini menyiksa dengan membakar tubuh Ammar sedangkan Rosulullah saat itu tak bisa berbuat apa-apa selain berdoa. “Wahai api jadilah engkau dingin dan selamatkan tubuh Ammar seperti engkau dingin pada tubuh Ibrahim.”

Begitu hebatnya siksaan pada Ammar, hingga tanpa sadar ia mengucapkan apa yang diperintahkan oleh penyiksanya. Ketika Rosulullah menemuinya ia sedang menangis sedih karenanya. Dengan penuh kasih Rosulullah mengusap air mata yang meleleh di pipi Ammar.

“Orang kafir itu menyiksa dan menenggelamkan kamu sampai kamu berbicara begini dan begitu…?” “Benar Ya Rosul,” ratap Ammar dengan nada sedih tak terperi. Kemudian Rosulullah membacakan penggalan surat An-Nahl ayat 106. “Kecuali orang yang dipaksa, sedang hatinya tetap teguh dalam keimanan.” Mendengar yang demikian terhiburlah hatinya dan mengembanglah senyum di wajah Ammar.

Sejarah hidup Ammar telah membuktikan kecintaannya pada Islam yang dipilihnya sebagai jalan hidup. Maka tak heran jika Rosulullah sangat sayang dan membela Ammar. Dalam satu riwayat, ketika Ammar yang sedang bekerja membangun masjid itu melantunkan sya’ir gubahan Ali bin Abi Thalib dengan suara yang keras, beberapa temannya menyangka dan menggunjing bahwa Ammar sedang menonjolkan diri. Maka Rosulullah menampakkan ketidaksenangan dan kemarahannya.

“Apa maksud mereka kepada Ammar. Diserunya ke surga mereka malah mereka mengajak ke neraka. Sungguh Ammar laksana biji mataku sendiri!” Bayangkan jika Rosulullah saja telah mengakui Ammar laksana biji matanya sendiri tentunya ada kelebihan Ammar yang tidak mudah ditemui pada yang lain, yakni keteguhannya mempertahankan hidayah.

Selain itu ia juga dikenal sebagai seorang pahlawan yang gagah berani di medan laga namun rendah hati di dalam kehidupannya. Pada peperangan Yamamah, ia kehilangan sebelah telinga karena terbabat saat bertempur, namun ia tak sadar akan hal itu. Sebelum ia kehilangan satu telinganya ia masih sempat berteriak mengobarkan semangat pejuang muslim lainnya. “Wahai kaum muslimin, apakah kalian hendak lari dari surga? inilah saya Ammar bin Yasir, marilah ikut bersama,” seru Ammar sambil berlari menerjang musuh. Salah seorang sahabat meriwayatkan. Ia melihat Ammar berkata demikian dengan telinga telah putus teruntai. Tapi ia bertarung dengan sengitnya. bagaikan seekor singa yang terluka.

Ada sebuah kisah menarik tentang buntungnya telinga Ammar ini. Kisah ini terjadi pada masa pemerintahan khalifah Umar bin Khattab. Saat itu Umar memilih beberapa orang untuk ditempatkan di Kuffah. Ammar terpilih sebagai amir dan dan Ibnu Mas’ud sebagai bendahara. Suatu ketika saat Ammar berbelanja di pasar seorang awam mengejeknya dengan panggilan ‘hai yang telinganya terpotong“.

Dengan nada sabar Ammar menjawab orang tadi dengan santun. ‘Yang kamu cela ini adalah telingaku yang terbaik.“

Saat Ammar memegang pemerintahan di tanah Kuffah, ia menjalankan tata pemerintahan yang rupanya sangat tidak disukai oleh orang-orang yang tamak dan serakah. Bagaimana mereka akan suka dengan gaya hidup Ammar yang sangat sederhana. Ia pergi ke pasar, membeli dan mengikat sayur dan barang pembeliannya di punggungnya dan membawanya sendiri.

Bagaimana orang serakah akan suka gaya hidup seperti itu. Akibat ketidak sukaan mereka timbullah rencana-rencana Jahat dan persekongkolan untuk menggulingkan Ammar.

Untuk jalan hidup yang diyakininya itu, salah seorang pernah berkata saat ditanya siapa yang seharusnya diikuti jika terjadi pertikaian umat. “Ikutilah lbnu Sumayyah. karena sampai matinya ia tak hendak lepas dari kebenaran.”

Itulah sosok seorang sahabat bernama Ammar bin Yasir, seorang yang teguh pendirian dan kuat iman. Jujur, sabar dan rendah hati. Pendiam dan pemegang teguh kebenaran, dan saat ini dunia sedang membutuhkan sosok sepertinya. Semoga Allah memberikan, aamiin.

Leave a Comment