Fatwapedia.com – Allah berbicara tentang syaitan dalam Alquran: “Sesungguhnya tipu daya svaitan itu adalah lemah.” Selain itu, Allah juga berbicara tentang kaum perempuan dan tipu dayanya: “Sesungguhnya tipu daya kamu adalah besar.” Orang-orang memahami makna kedua ayat di atas secara khusus.
Tipu daya adalah salah satu perbuatan yang berjalan di belakang skenario yang telah ditentukan, tanpa diketahui oleh objek yang dituju. Perbuatan tercela ini hanya akan dilakukan oleh orang-orang yang lemah saja. Manusia yang kuat sudah pasti akan meninggalkan atau memaafkan objek musuhnya tersebut, karena dengan seluruh kekuatan yang dimilikinya pastilah ia dapat menyakiti musuhnya tersebut kapan dan di mana saja. Ia yakin bahwa ia dapat melakukan apa saja terhadap musuhnya. Oleh karena itu, ia tidak akan merasa ambil peduli dengan apa yang dilakukan oleh musuhnya, bahkan terkadang mereka akan meninggalkan musuh-musuhnya supaya mereka jera dan memohon ampun.
Adapun orang yang lemah, ketika mendapatkan kesempatan sedikit saja untuk membalas dendam terhadap musuhnya, maka ia tidak akan meninggalkan mereka, mengapa? Karena ia tidak yakin akan mendapatkan kesempatan lain untuk balas dendam karena kelemahan dan ketidakmampuannya. Oleh karena itu, ketika ia mendapatkan kesempatan tersebut, ia tidak akan menyia-nyiakannya dan langsung membalas dendam kepada objek yang selama ini menjadi musuhnya untuk mendapat kemenangan. Ia tidak akan memaafkan atau menjabat tangan musuhnya selamanya, karena ia merasa bahwa dirinya tidak akan mendapatkan kesempatan emas dua kali untuk membalas dendam kepada musuhnya.
Perempuan merupakan makhluk lemah maka mereka cenderung untuk melakukan tipu daya, seandainya mereka membaca kondisi luang yang memungkinkan diri mereka untuk melakukan balas dendam maka mereka akan melakukannya karena mereka merasa tidak akan mendapatkan kesempatan lainnya.
Karena kelemahan yang menempel pada dirinya, maka seandainya kaum perempuan melakukan sebuah kejahatan, mereka tidak akan melakukannya dengan cara berhadap-hadapan atau dengan cara berkelahi secara jantan. Akan tetapi, mereka akan melakukan berbagai tipu daya untuk melumpuhkan lawannya seperti meletakkan racun untuk rivalnya atau mencoba mempengaruhi orang lain dan kemudian dijadikan sebagai mediator untuk menjebloskan musuhnya ke dalam sebuah kesulitan. Inilah yang biasanya dilakukan oleh kaum perempuan. Adapun yang terjadi di luar contoh dan kondisi di atas, maka hal tersebut jarang terjadi. Dan sesuatu yang jarang terjadi tidak dapat dijadikan sebagai objek rujukan.
(Syaikh Mutawalli Asya’rawi)