Oleh : Rahmi Hidayat
Fatwapedia.com – Salah satu madzhab rujukan umat islam khususnya di Indonesia dalam bidang fikih adalah madzhab Syafi’i. Seperti halnya dalam hal wudhu, dalam madzhab Syafi’i wudhu memiliki rukun-rukun yang harus ditunaikan. Lantas apa saja Rukun Wudhu menurut madzhab Syafi’i? Rukun Wudhu dalam mazhab Syafi’i itu ada 6 perkara, dalam Matan Abu Syuja’ diterangkan
(فصل) وفروض الوضوء ستة أشياء
النية عند غسل الوجه
وغسل الوجه
وغسل اليدين إلى المرفقين
ومسح بعض الرأس
وغسل الرجلين إلى الكعبين
والترتيب على ما ذكرناه.
Artinya:
Rukun wudhu itu ada 6 :
1. Berniat ketika membasuh wajah.
2. Membasuh wajah.
3. Membasuh kedua
tangan sampai kedua siku.
4. Mengusap sebagian kepala.
5. Membasuh kedua kaki sampai kedua mata kaki.
6. Dilakukan secara berurutan dari no. 1 sampai 5.
Dalam pembahasan rukun wudhu yang ke-4 yaitu mengusap kepala, mazhab Syafi’i memahami bahwa walaupun hanya mengusap sebagian kepala depan saja pun sudah mencukupi atau terpenuhi rukun wudhunya. Walaupun memang dalam hal ini sebenarnya terdapat perbedaan ‘ulama.
Sebagian ‘ulama berpendapat bahwa mengusap kepala saat berwudhu’ itu harus secara keseluruhan. Ini merupakan pendapat yang mu’tamad dari Mazhab maliki dan Hanbali. Mereka berpendapat bahwa yang wajib diusap pada bagian kepala adalah seluruh bagian kepala. Bahkan Al-Hanabilah mewajibkan untuk membasuh juga kedua telinga baik belakang maupun depannya.
Karena menurut Mazhab ini kedua telinga itu bagian dari kepala juga. Dalil yang menjadi rujukan dalam hal ini adalah hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Majah bahwa :
“Dua telinga itu bagian dari kepala”
Sedangkan pendapat dari mazhab syafi’i dan hanafi ialah yang wajib hanyalah sebagian dari kepala saja, dan itu sudah dianggap cukup (sah). Namun mereka berbeda dalam menentukan batas minimal yang wajib diusap.
Dalil yang diperselisihkan tafsirnya ialah firman Allah Subhanahu wa ta’ala
وَامْسَحُوا بِرُءُوسِكُمْ وَأَرْجُلَكُمْ إِلَى الْكَعْبَيْنِ ۚ وَإِنْ كُنْتُمْ جُنُبًا فَاطَّهَّرُوا ۚ وَإِنْ كُنْتُمْ مَّرْضٰىٓ أَوْ عَلٰى سَفَرٍ أَوْ جَآءَ أَحَدٌ مِّنْكُمْ مِّنَ الْغَآئِطِ أَوْ لٰمَسْتُمُ النِّسَآءَ فَلَمْ تَجِدُوا مَآءً فَتَيَمَّمُوا صَعِيدًا طَيِّبًا فَامْسَحُوا بِوُجُوهِكُمْ وَأَيْدِيكُمْ مِّنْهُ ۚ مَا يُرِيدُ اللَّهُ لِيَجْعَلَ عَلَيْكُمْ مِّنْ حَرَجٍ وَلٰكِنْ يُرِيدُ لِيُطَهِّرَكُمْ وَلِيُتِمَّ نِعْمَتَهُ ۥ عَلَيْكُمْ لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ
“..Dan sapulah kepalamu dan (basuh) kedua kakimu sampai ke kedua mata kaki. Jika kamu junub, maka mandilah. Dan jika kamu sakit atau dalam perjalanan atau kembali dari tempat buang air (kakus) atau menyentuh perempuan, maka jika kamu tidak memperoleh air, maka bertayamumlah dengan debu yang baik (suci); usaplah wajahmu dan tanganmu dengan (debu) itu. Allah tidak ingin menyulitkan kamu, tetapi Dia hendak membersihkan kamu dan menyempurnakan nikmat-Nya bagimu, agar kamu bersyukur.”
(QS. Al-Ma’idah: Ayat 6)
Dalam memahami makna
وَامْسَحُوا بِرُءُوسِكُم
“Dan usaplah kepala kalian” disini terdapat perbedaan pendapat dikalangan ulama dalam menafsirkannya.
Selain itu, kata ‘mengusap’ itu berbeda pengertiannya dengan kata ‘membasuh’.
Para ‘ulama termasuk mazhab Syafi’i umumnya memahami bahwa makna kata
‘Membasuh’ itu harus bersifat menyeluruh (keseluruhan kepala, pent) sedangkan ‘mengusap’ itu tidak harus menyeluruh. Jadi mazhab Syafi’i meyakini bahwa perintah yang ditunjukkan dalam ayat وَامْسَحُوا بِرُءُوسِكُم itu dipahami “dan usaplah sebagian kepala kalian”.
Selain daripada itu, dalil lain yang juga menguatkan pendapat madzhab Syafi’i dalam hal ini ialah ditunjukkan dalam sebuah hadits yang secara sharih (jelas) telah menunjukkan bahwa Nabi shallallahu alaihi wasallam memang tidak mengusap keseluruhan kepala melainkan hanya sebagian saja.
عَنِ الْمُغِيْرَةِ بْنِ شُعْبَة أَنَّ النَّبِىَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ تَوَضَّأَ فَمَسَحَ بِنَاصِيَتِهِ وَعَلَىالْعِمَامَةِ )رواه مسلم
Dari al-Mughirah bin Syu’bah, bahwasanya Rasulullah Shalallahu alaihi wasallam telah berwudhu dengan mengusap ubun-ubun dan dari atas surban.. (HR.Muslim)
Walaupun Mazhab Syafi’i memahami sah walau hanya mengusap sebagian kepala, tetapi Mazhab ini lebih menganjurkan atau lebih mengutamakan untuk mengusap keseluruhan kepala saat wudhu, dan hal itu merupakan sunnah (hal yang dianjurkan) dalam mazhab Syafi’i.
Mengusap telinga dengan air yang baru
Mengenai mengusap telinga dalam wudhu. Dalam mazhab Syafi’i mengusap telinga itu menggunakan air yang baru, bukan air yang sekaligus digunakan saat mengusap kepala.
Dalam hal ini para ‘ulama memang berbeda pendapat. Mazhab Hanbali umumnya meyakini bahwa untuk mengusap telinga haruslah sekaligus dengan air saat mengusap kepala, karena mazhab ini menganggap bahwa telinga adalah bagian dari kepala.
Sedangkan syafi’iyah berpendapat bahwa air yang digunakan adalah air yang baru, bukan air sekaligus saat mengusap kepala.
Hal ini berdasarkan riwayat dari Abdullah bin zaid.
,وَعَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ زَيْدٍ } رَأَى النَّبِيَّ صَلَّىاللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَأْخُذُ لِأُذُنَيْهِ مَاءً غَيْرَ الْمَاءِ الَّذِي أَخَذَهُ لِرَأْسِهِ { .أَخْرَجَهُ الْبَيْهَقِيُّ ، وَهُوَ عِنْدَ مُسْلِمٍ مِنْهَذَا الْوَجْهِ بِلَفْظِ : } وَمَسَحَ بِرَأْسِهِ بِمَاءٍ غَيْرِ فَضْلِ يَدَيْهِ
ُDari ‘Abdullah bin Zaid, ia melihat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengambil air untuk kedua telinganya dengan air yang berbeda dengan yang diusap pada kepalanya. (HR Al-Baihaqi)
Dalam riwayat Muslim disebutkan dengan lafazh, “Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengusap kepalanya dengan air yang bukan sisa dari tangannya.” Wallahu a’lam.
Maraji’ :
- Al-Fiqhu Asy-Syafi’i Al-Muyassar, Syaikh Wahbah Az-zuhaili rahimahullah
- At-Tadzhib fi Adillah matnul ghayah wa at-Taqrib, Syaikh Dr. Musthafa dieb al-bugha Hafizhahullah
- Bidayatul Mujtahid wa Nihayatul Muqtashid, Ibnu Rusyd Al-Hafid
- Kifayatul Akhyar, Syaikh Taqiyuddin abu bakar al-hysni