Fatwapedia.com – Manusia dan jin keduanya adalah makhluk ciptaan Allah yang harus tunduk pada aturan Allah dan sama kedudukannya sebagai hamba Allah. Perbedaan keduanya hanyalah karena iman dan kafir. Syaitan adalah sifat jin pembangkang (kafir/mulhid). Tatkala ada sebagian manusia tidak mempan dengan hiasan-hiasan syaithan, maka syaithan menggunakan cara lain, yaitu menakut-nakuti mereka.
Allah ﷻ berfirman:
إِنَّمَا ذَلِكُمُ الشَّيْطَانُ يُخَوِّفُ أَوْلِيَاءَهُ فَلاَ تَخَافُوهُمْ وَخَافُونِ إِنْ كُنْتُم مُؤْمِنِينَ
“Sesungguhnya mereka itu tidak lain hanyalah syaithan yang menakut-nakuti (kamu) dengan kawan-kawannya (orang-orang musyrik Quraisy), karena itu janganlah kamu takut kepada mereka, tetapi takutlah kepada-Ku, jika kamu benar-benar orang yang beriman”.
[Ali Imran/3:175].
Perasaaan takut yang dialami manusia ada dua, takut yang disertai pengagungan dan takut yang merupakan bagian dari tabiat.
Imam Ibnu Utsaimin menjelaskan,
والخوف أقسام، فمنه خوف التذلل والتعظيم والخضوع.. وهو ما يسمى بخوف السر، وهذا لا يصلح إلا لله تعالى، فمن أشرك فيه مع الله غيره فهو مشرك شركا أكبر، وذلك مثل أن يخاف من الأصنام والأموات، أو من يزعمونهم أولياء ويعتقدون نفعهم وضرهم، كما يفعل بعض عباد القبور..
“Takut ada beberapa macam. Diantaranya takut disertai merendahkan dan menghinakan diri, serta pengagungan kepada yang ditakuti. Yang diistilahkan dengan khauf as-sirri (takut yang samar). Takut semacam ini hanya boleh diberikan untuk Allah.
Barangsiapa yang menyekutukan Allah dengan memberikan rasa takut semacam ini kepada selain Allah, berarti dia telah melakukan syirik besar. Seperti orang yang takut kepada berhala, atau orang mati, atau orang yang dianggap wali. Disertai keyakinan bahwa mereka bisa memberi manfaat dan madharat. Sebagaimana yang dilakukan para penyembah kubur.”
الثاني: الخوف الطبيعي والجبلي: فهذا في الأصل مباح، لقول الله تعالى عن موسى: فَخَرَجَ مِنْهَا خَائِفاً يَتَرَقَّب. وعلى هذا، فإن خوفك مما يضرك أو يؤذيك لا يعد شركا، لأنك لا تقصد تعظيمه أو اعتقاد النفع والضر فيه لذاته
1. Khauf Sirri
Takut kepada jin disertai pengagungan dan merendahkan diri di hadapan mereka, ini termasuk takut kesyirikan. Ciri khas takut semacam ini, ketika ada orang yang hendak melewati tempat sunyi atau dianggap angker, dia akan tetap mendatangi tempat itu, sambil mohon pamit dan minta izin.
Contoh kasus yang sering kita jumpai di masyarakat, ada orang yang ketika hendak melewati kuburan, atau jalan yang hawanya angker, dia minta izin untuk lewat. ‘Mbah, nyuwun sewu, mau lewat.’
Kebiasaan semacam ini termasuk tradisi orang musyrikin jahiliyah. Allah ﷻ berfirman, meceritakan salah satu komentar jin tentang manusia,
وَأَنَّهُ كَانَ رِجَالٌ مِنَ الْإِنْسِ يَعُوذُونَ بِرِجَالٍ مِنَ الْجِنِّ فَزَادُوهُمْ رَهَقًا
“Ada beberapa orang di antara manusia yang meminta perlindungan kepada beberapa jin, maka jin-jin itu menambah bagi mereka dosa.” (QS. al-Jin: 6).
Ibnu Katsir menjelaskan,
كنا نرى أن لنا فضلا على الإنس؛ لأنهم كانوا يعوذون بنا، إي: إذا نزلوا واديا أو مكانا موحشا من البراري وغيرها كما كان عادة العرب في جاهليتها. يعوذون بعظيم ذلك المكان من الجان، أن يصيبهم بشيء يسوؤهم …،
“Kami para jin merasa lebih mulia dibandingkan manusia, karena mereka meminta perlindungan kepada kami. Yaitu ketika mereka melewati lembah atau tempat asing di darat maupun lainnya. Dan ini kebiasaan masyarakat arab jahiliyah. Mereka memohon perlindungan terhadap raja jin yang diyakini menguasai tempat itu, agar mereka dilindungi dari segala hal yang membahayakannya.”
فلما رأت الجن أن الإنس يعوذون بهم من خوفهم منهم، { فَزَادُوهُمْ رَهَقًا} أي: خوفا وإرهابا وذعرا، حتى تبقوا أشد منهم مخافة وأكثر تعوذا بهم
“Ketika jin menyaksikan manusia meminta perlindungan kepadanya, karena rasa takut mereka kepada jin, maka manusia itu menambah bagi jin itu rasa sombong, dengan ketakutan mereka dan kerendahan mereka. Sehingga manusia menjadi sangat takut kepada jin dan sering memohon perlindungan kepada jin.” (Tafsir Ibn Katsir, 8/239).
2. Khauf Tabi’i
Takut yang merupakan bagian dari tabiat manusia (khauf thabi’i).
Takut kepada hantu yang berpenampilan jelek, termasuk takut tabi’i.
Diantara cirinya, orang akan mejauhi tempat yang dia takuti. Dia tidak semakin mendekat apalagi memohon izin. Namun dia akan menghindar dan menjauhi tempat itu. Dia takut dengan wajah jelek hantu, atau takut dibuat kaget atau takut dicekik, diganggu, dst.
Termasuk orang yang tidak berani melewati kuburan sendirian, karena khawatir akan muncul wajah menakutkan, dan menyeramkan.
InsyaaAllah takut semacam ini tidak sampai derajat kesyrikan.
Takut semacam ini hukum asalnya mubah. Sebagaimana firman Allah ﷻ yang menceritakan tentang Musa,
فَخَرَجَ مِنْهَا خَائِفاً يَتَرَقَّب
“Musa keluar dari kota itu dengan rasa takut dan mengendap-endap.” (QS. al-Qashas: 21)
Oleh karena itu, rasa takut seseorang terhadap sesuatu yang membahayakan atau yang bisa mengganggu, tidak termasuk kesyirikan. Karena tujuan kita bukan untuk mengagungkannya, atau meyakini bahwa dia bisa memberi manfaat dan madharat dengan sendirinya. (al-Qoul Mufid Syarh Kitab at-Tauhid, 2/67).
Sebagai ganti agar manusia tidak berlindung kepada jin ketika merasa takut dengan gangguan makhluk halus, terutama pada saat melewati tempat yang menakutkan, Rasulullah ﷺ membekali do’a,
أَعُوذُ بِكَلِمَاتِ اللَّهِ التَّامَّاتِ مِنْ شَرِّ مَا خَلَقَ
“Aku berlindung dengan Kalimat-kalimat Allah yang sempurna dari kejahatan segala yang Dia ciptakan.”
Dari Khoulah bintu Hakim Radhiyallahu ‘anha, Rasulullah ﷺ bersabda,
مَنْ نَزَلَ مَنْزِلًا ثُمَّ قَالَ أَعُوذُ بِكَلِمَاتِ اللَّهِ التَّامَّاتِ مِنْ شَرِّ مَا خَلَقَ لَمْ يَضُرَّهُ شَيْءٌ حَتَّى يَرْتَحِلَ مِنْ مَنْزِلِهِ ذَلِكَ
“Barangsiapa yang singgah di suatu tempat, kemudian membaca: A’udzu bi Kalimaatillaahit Taammaati Min Syarri Maa Kholaq maka tidak akan ada yang membahayakannya sampai dia berpindah dari tempat itu”. (HR. Muslim 7053, Turmudzi 3758 dan yang lainnnya)
وَاللّهُ أعلَم بِالصَّوَاب …