Fatwapedia.com – Dalam kitab Juz al-I’tiqad yang disebut-sebut sebagai karya Imam Syafi’i, dari riwayat Abu Thalib al-‘Isyari, ada sebuah keterangan sebagai berikut:
“Imam Syafi’i pernah ditanya tentang sifat-sifat Allah, dan hal-hal yang perlu diimani, jawab beliau: “Allah Tabaraka wa Taala memiliki nama-nama dan sifat-sifat yang disebutkan dalam al-Qur’an dan Sunnah Nabi, yang siapapun dari ummatnya tidak boleh menyimpang dari ketentuan seperti itu setelah memperoleh keterangan (hujjah).
Apabila la menyimpang dari ketentuan setelah la memperoleh hujah tersebut, maka kafirlah dia. Namun apabila ia menyimpang dari ketentuan sebelum ia memperoleh hujjah, maka hal itu tidak apa-apa baginya. Ia dimaafkan karena ketidaktahuannya itu. Sebab untuk mengetahui sifat-sifat Allah itu tidak mungkin dilakukan dengan akal dan pikiran, tetapi hanya berdasarkan keterangan-keterangan dari Allah.
Bahwa Allah itu mendengar, Allah mempunyai dua tangan “Tetapi kedua tangan Allah itu terbuka. (al-Maidah: 64) Dan bahwa Allah itu mempunyai tangan kanan: “Dan langit itu dilipat tangan kanan Allah.” (az-Zumar: 67)
Dan Allah juga punya wajah:
“Segala sesuatu akan hancur kecuali wajah Allah” (al-Qashash: 88)
“Dan tetap kekal wajah Tuhanmu yang mempunyai kebesaran dan kemuliaan. (ar-Rahman: 27)
Allah juga mempunyai telapak kaki, ini berdasarkan sabda Nabi;
Sehingga Allah meletakkan telapak kaki-Nya di Jahanam. Allah tertawa terhadap hamba-Nya yang mukmin, sesuai dengan sabda Rasulullah kepada orang yang terbunuh dalam jihad fi sabilillah, bahwa kelak akan bertemu dengan Allah, dan Allah tertawa kepadanya.
Allah turun setiap malam ke langit yang terdekat dengan bumi, berdasarkan hadits Nabi tentang hal itu. Mata Allah tidak buta sebelah, sesuai dengan hadits Nabi yang menyebutkan, bahwa “Dajjal itu buta sebelah matanya, Sedangkan Allah tidak pecak sebelah mata-Nya” Orang-orang mukmin kelak akan melihat Allah padaari kiamat dengan mata kepala mereka, seperti halnya mereka melihat bulan purnama. Allah juga punya jari-jemari, berdasarkan hadits Nabi:
“Tidak ada satu buah hati kecuall ia berada di antara jari-jari Allah.
ar-Rahman, Pengertian sifat-sifat seperti ini, di mana Allah telah mensifati diri-Nya sendiri dan Nabi juga mensifati-Nya, tidak dapat diketahui hakikatnya oleh akal dan pikiran. Orang yang tidak mendengar keterangan tentang hal itu tidak dapat disebut kafir. Apabila ia telah mendengar sendiri secara langsung, maka ia wajib meyakininya seperti halnya kita harus menetapkan sifat-sifat itu tanpa mentasybihkan (menyerupakan) Allah dengan makhluk-Nya, sebagaimana juga Allah tidak menyerupakan makhluk apapun dengan diri-Nya. Allah berfirman:
“Tidak ada sesuatu pun yang serupa dengan Allah, dan Dia Maha Mendengar lagi Maha Melihat.” (asy-Syura: 11)
Imam adz-Dzahabi dalam: Siyar A ‘lam an-Nubala’ menuturkan Imam Syafi’i, kata beliau: “Kita menetapkan sifat-sifat Allah ini sebagaimana disebutkan di dalam al-Qur’an dap Sunnah Nabi, dan kita meniadakan tasybih (menyamakan Allah dengan makhluk-Nya), sebagaimana Allah juga meniadakan tasybih itu dalam firman-Nya:
“Tidak ada satupun yang serupa dengan Dia.” (asy-Syura: 11)
Imam Ibn ‘Abdil Bar meriwayatkan dari ar-Rabi bin Sulaiman, katanya, “Saya mendengar Imam Syafi’i berkata tentang firman Allah:
“Sekali-kali tidak, sesungguhnya mereka pada hari itu (hari kiamat) benar-benar terhalang dari (melihat) Tuhan mereka.” (al-Muthaffifin: 15) Ayat ini memberitahu kita bahwa pada hari kiamat nanti ada orang-orang yang tidak terhalang, mereka dapat melihat Allah dengan jelas.
Imam al-Lalaka’i menuturkan dari ar Rabi‘ bin Sulaiman, katanya, “Saya datang ke rumah Imam Syafi‘i, ketika itu datang sebuah pertanyaan kepada beliau, “Apakah pendapat Anda tentang firman Allah dalam surat al-Muthaffifin ayat 15, yang artinya, “Sekali-kaji tida Sesungguhnya mereka pada hari itu, terhalang dari (melihat) Tuhannya?”
Imam Syafi’i menjawab: “Apabila Orang-orang itu tidak dapat melihat Allah karena dimurkai Allah, maka ini merupakan dalil bahwa orang-orang yang diridhai Allah akan dapat melihat-Nya.”
Ar-Rabi‘ lalu bertanya: “Wahai Abu Abdillah, apakah Anda berpendapat seperti itu?. “Ya, saya berpendapat seperti itu, dan itu saya yakini kepada Allah’, begitu jawab Imam Syafi’i.
Sumber: I’tiqad Aimmatil Arba’ah.