Barakallah Atau Tabarokallah, Mana Lebih Tepat?

Barakallah Atau Tabarokallah, Mana Lebih Tepat?
Oleh: Ahmad Syahrin Thoriq 
Fatwapedia.com – Banyak orang yang mengira antara lafadz barakallah dengan tabarakallah itu sama saja. Padahal antara kedua kalimat tersebut sangat jelas bedanya.
Sebab itulah sering kali kita temui ucapan “Barakallah” atau “Tabarakallah” yang penempatannya kurang sesuai. Ya itu tadi, dikira keduanya sinonim satu sama lain.
Padahal, Barakallah artinya: Semoga Allah memberkahi, menjadi lafadz doa, sedangkan Tabarakallah artinya: Allah pemilik keberkahan, sebuah ungkapan kekaguman.
Maka penggunaan yang tepat adalah Barakallah saat hendak mendoakan, sedangkan tabarakallah adalah ketika kagum atau dzikir mengingat Allah karena indahnya ciptaan-Nya.
Jadi kalau mau mendoakan seseorang ucapkan Barakallah, Allah yubarik fik dan kata semisalnya. Namun jika kagum ucapkan tabarakallah, tabarakarrahman, masyaallah atau subhanallah.
Contoh penggunaan kalimat barakallahu dan Tabarkallah:
1. Barakallah
“Barakallah, selamat mbak ya atas kelahiran anak pertamanya.”
“Masyaallah. Antum keren dapat menyelesaikan tugas dengan baik, barakallah.”
2. Tabarakallah
“Tabarakallah, bagus betul suaramu.”

“Masyaallah, tabarakallah, pemandangannya indah sekali.”
Demikian, penjelasan tentang makna barakallahu dan Tabarkallah, semoga bermanfaat.
Silaturahim Atau Silaturahmi?
Afwan Kiyai, saya mau tanya antara silahturahmi dengan silaturahim mana pengucapan yang benar?
Jawaban:
Silaturrahim” atau “Silaturahmi” dalam bahasa Arab ditulis : [صِلَةُ الرَّحِمِ]. 
Terdiri dari dua kata: silah, (صلة) asal kata وصل يصل وصلا atau وصلة yang bermakna sambung ( الوصل) lawan dari pada kata putus (القطع).
Dan kata rahim  الرَّحِم berasal dari kata رحم yang artinya kasih sayang atau kekerabatan. Yang secara akar kata memiliki  hubungan dengan rahim (الرحيم ),  yang bentuk jamaknya adalah arham. 
Kata rahim, menurut ahli bahasa memiliki pecahan kata dengan makna yang berdekatan :
(1) الرَّحْمة (2) المرْحَمَةُ (3) مَرْحومٌ (4)الرَّحْمَنُ (5)الرحيم(6)راحِمٌ (7) رَحِمٌ (8) رُحُماً (9) الرِحْمُ (10) الرُّحْمُ
Lalu, manakah yang lebih tepat antara pengucapan silaturahim atau silaturahmi ?
Bila ditinjau secara bahasa, penulisan dan pelafadzan ‘Silaturahim’ lebih tepat dari ‘silaturahmi’. Dalam lafadz berbahasa arab, kita akan dapati kata rahim, bukan rahmi, seperti pada hadits berikut ini : 
وَمَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللهِ وَاْليَوْمِ اْلآخِرِفَلْيَصِلْ رَحِمَهُ
“Siapa yang ia beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah ia menyambung silaturahim.”
Sehingga pelafadzan kata rahim, selain benar secara kaidah nahwu, juga secara makna langsung merujuk kepada makna menyambung yang di maksud (الرحم)
Sedangkan kata ‘rahmi’ kurang tepat secara kaidah bacaan, juga tidak langsung merujuk kepada makna yang dimaksud.
 
Lalu bagaimana ditinjau dari hukum penggunaannya? 
Mayoritas ulama tidak mempermasalahkan penyebutan ‘istilah’ yang kurang tepat dalam istilah agama, selama tidak memalingkan dari makna yang sebenarnya, atau tidak merubah esensi dan tidak ada unsur perendahan pada syariat.  
Seperti contoh penyebutan yang kurang pas secara bahasa yang banyak terjadi di masyarakat, semisal : Mesjid yang seharusnya masjid, talak yang seharusnya Tholaq, insa allah yang seharusnya insyaallah (dengan ش), shalat lohor yang seharusnya dzuhur, atau ucapan wa’alaikum salam yang seharusnya wa’alaikumussalam dan lainnya.
 
Kesimpulannya: Meski penggunaan kata silaturahim lebih tepat dan fasih, bukan berarti pelafadzan silaturahmi salah, selama makna yang dimaksud sama, yaitu memperbaiki hubungan persaudaraan dengan kerabat. Maka boleh -boleh saja.
Hal ini berdasarkan kaidah :
لا مشاحة فى الاصطلاح
“Tidak ada perdebatan dalam istilah.”
Terlebih di Indonesia, silaturahmi itu bukan lagi dimaknai menyambung tali kekerabatan, tapi sudah mengalami perluasan makna. Pokoknya ketemu sama siapa saja itu disebut silaturahmi. Kongko – kongko sama teman pun juga silaturahmi. Bahkan ngapelin janda tetangga kampung pun judulnya silaturahmi-an….
Nah kalau silaturahmi dengan definisi ini, tentu sudah tidak masuk lagi ke dalam keutamaan silaturahim yang disebutkan dalam hadits, seperti bisa meluaskan rezeki dan menambah umur. Wallahu a’lam.

Leave a Comment