Fatwapedia.com – Pembahasan mengenai ahlulbait termasuk hal yang pokok dalam Islam, karena ada ayat al-Quran dan beberapa hadis yang gamblang menjelasakan keutamaan keluarga Nabi serta memerintahkan kita untuk memuliakan mereka. Syiah merupakan kelompok yang dikenal paling gigih bahkan ekstrem dalam memperjuangkan kemuliaan ahlulbait, mereka sampai menuduh sahabat Nabi telah merebut kekhalifahan yang menjadi hak Sayidina Ali beserta keturunannya. Cara pandang Syiah mengenai siapa saja yang termasuk ahlulbait juga sangat berbeda dengan kalangan Ahlussunah.
Ahlulbait Versi Ahlussunah
Dalam Ahlusunah ahlulbait Nabi mencakup pada semua keturunan Nabi dan kerabat beliau dari Bani Mutalib dan Bani Hasyim yang mukmin, beserta istri-istri Nabi sebagaimana dalam hadis yang diriwayatkan Zaid bin Arqam;
عَنْ يَزِيْدِ بْنِ حَيَّانَ قَالَ سَمِعْتُ زَيْدَ بْنَ أَرْقَمَ فَقَالَ : قَامَ فِينَا رَسُولُ اللهِ -صلى الله عليه وسلم خَطِيْباً فَحَمِدَ اللهَ وَأَثْنَى عَلَيْهِ ثُمَّ قَالَ :« أَمَّا بَعْدُ ، أَلاَ أَيُّهَا النَّاسُ ، فَإِنَّمَا أَنَا بَشَرٌ يُوشِكُ أَنْ يَأْتِيَنِى رَسُولُ رَبِّى فَأُجِيبُ ، وَإِنِّى تَارِكٌ فِيكُمُ الثَّقَلَيْنِ ، أَوَّلُهُمَا كِتَابُ اللهِ فِيهِ الْهُدَى وَالنُّورُ ، فَتَمَسَّكُوا بِكِتَابِ اللهِ ، وَخُذُوا بِهِ ». فَحَثَّ عَلَيْهِ وَرَغَّبَ فِيهِ ثُمَّ قَالَ :« وَأَهْلُ بَيْتِى ، أُذَكِّرُكُمُ اللهَ فِى أَهْلِ بَيْتِى ثَلَاثَ مَرَّاتٍ ». قَالَ حُصَيْنٌ : يَا زَيْدُ مَنْ أَهْلُ بَيْتِهِ أَلَيْسَتْ نِسَاؤُهُ مِنْ أَهْلِ بَيْتِهِ؟ قَالَ : بَلَى إِنَّ نِسَاءَهُ مِنْ أَهْلِ بَيْتِهِ ، وَلَكِنْ أَهْلُ بَيْتِهِ الَّذِينَ ذَكَرَهُمْ مَنْ حُرِمُوا الصَّدَقَةَ بَعْدَهُ. قَالَ : وَمَنْ هُمْ؟ قَالَ : آلُ عَلِىٍّ وَآلُ عَقِيلٍ وَآلُ جَعْفَرٍ وَآلُ الْعَبَّاسِ. قَالَ : وَكُلُّ هَؤُلاَءِ حُرِمُوا الصَّدَقَةَ؟ قَالَ : نَعَمْ.
“Yazid bin Hayyan berkata: “Aku mendengar Zaid bin Arqam berkata: “Rasulullah berpidato di tengah-tengah kita, lalu memuji dan dan menyanjung Allah, kemudian beliau bersabda: “Amma ba’du. Wahai manusia, sesungguhnya aku hanyalah manusia yang sebentar lagi akan didatangi utusan Tuhanku, lalu aku memenuhi panggilan-Nya. Dan sesungguhnya aku meninggalkan pada kalian dua pusaka. Pertama adalah kitab Allah, di dalamnya ada petunjuk dan cahaya, maka berpeganglah kalian pada kitab Allah dan ambillah isinya”. Lalu Rasulullah mendorong untuk berpegang teguh pada kitab Allah dan memberikan motivasi terhadapnya. Kemudian beliau bersabda: “Kedua adalah ahlul baitku. Aku ingatkan kalian tentang ahlul baitku”. Beliau menyebutnya sampai tiga kali. Lalu Husain berkata: ”Wahai Zaid, siapakah ahlul bait Nabi? Bukankah istri-istri beliau adalah ahlul baitnya?” Zaid menjawab: “Ya, sesungguhnya istri-istri beliau adalah ahlul baitnya, akan tetapi ahlul bait beliau adalah orang-orang yang tidak boleh menerima sedekah sesudahnya.” Husain berkata: ‘siapa mereka?’ Zaid menjawab: ‘Mereka adalah keluarga Ali, keluarga Aqil, keluarga Jakfar dan keluarga Abbas. Husain berkata: ‘Apakah mereka di larang menerima sedekah?’ Zaid menjawab : ‘Ya’. [(HR.Muslim.2408), al-Baihaqi dalam as-Sunan al-Kubra.2/148.]
Dalam hadis di atas dijelaskan bahwa ahlulbait adalah istri-istri Nabi serta kerabat beliau dari Bani Hasyim dan Bani Mutalib yang mencakup keluarga Ali, keluarga Jakfar, keluarga Aqil dan keluarga Abbas. Hadis ini termasuk landasan yang di ambil mayoritas ulama Ahlussunah wal Jamaah dalam menentukan siapa saja ahlulbait.
Ahlulbait Versi Syiah
Adapun Syiah lebih mempersempit pemahaman ahlulbait hanya pada Sayidina Ali, Fatimah, Hasan, Husain saja. Istri-istri Nabi dan putri beliau selain Sayidah Fatimah tidak di anggap sebagai ahlul bait, maka tidak heran jika orang-orang Syiah berani mencela istri-istri Nabi yang lain, seperti Sayidah Aisyah dan Hafsah. Pembatasan Syiah terhadap anggota ahlulbait berlandaskan pada firman Allah yang berbunyi;
اِنَّمَا يُرِيْدُ اللّٰهُ لِيُذْهِبَ عَنْكُمُ الرِّجْسَ اَهْلَ الْبَيْتِ وَيُطَهِّرَكُمْ تَطْهِيْرًاۚ
‘’Sesungguhnya Allah bermaksud hendak menghilangkan dosa dari kamu, wahai ahlul bait dan membersihkan kamu sebersih-bersihnya’’. (QS. al-Ahzab:33).
Kemudian ulama Syiah memperkuat pendapat mereka bahwa ahlulbait yang disucikan dalam ayat tersebut terbatas pada empat orang tadi dengan hadis Nabi
قَالَتْ عَائِشَةُ :خَرَجَ النَّبِيُّ {صلى الله عليه وسلم} ذَاتَ غَدَاةٍ وَعَلَيْهِ مِرْطٌ مُرَحَّلٌ مِنْ شَعْرٍ أَسْوَدَ فَجَاءَ اْلحَسَنُ بْنُ عَلِيٍّ فَأَدْخَلَهُ ثُمَّ جَاءَ الحُسَيْنُ فَدَخَلَ مَعَهُ ثُمَّ جَاءَتْ فَاطِمَةُ فَأَدْخَلَهَا ثُمَّ جَاءَ عَليٌّ فَأَدْخَلَهُ ثُمَّ قَالَ ( إِنَّمَا يُرِيْدُ اللهُ لِيُذْهِبَ عَنْكُمُ الرِّجْسَ أَهْلَ اْلبَيْتِ وَيُطَهِّرَكُمْ تَطْهِيْراً ) {الأحزاب.33}
‘’Aisyah menceritakan bahwa suatu hari Nabi keluar dengan mengenakan mantel hitam, kemudian Hasan bin Ali datang dan Nabi memasukkannya dalam mantel tersebut, kemudian Husain datang dan masuk kedalam mantel, kemudian Fatimah datang dan Nabi memasukkannya ke dalam mantel, lalu Ali datang dan Nabi memasukkanya ke dalam mantel, kemudian Nabi berkata: ‘’Sesungguhnya Allah bermaksud hendak menghilangkan dosa dari kamu, wahai ahlul bait dan membersihkan kamu sebersih-bersihnya’’.(Al-Ahzab ayat 33).[1]
Dari hadis tersebut Syi’ah menyimpulkan pembatasan ahlulbait hanya pada empat orang tersebut dan menafikan yang lain.
Kaum Syiah tidak memahami surat al-Ahzab ayat 33 secara utuh, karena ayat tersebut ada keterkaitan dengan ayat sebelumnya yang justru menjelaskan mengenai istri-istri Nabi. Karena itu, sebagian ahli tafsir menyampaikan bahwa ayat ini ditujukan untuk istri-istri Nabi.
Al-Qurtubi dalam al-Jami’ Lil-Ahkmil-Qur’an juga berpendapat bahwa yang dimaksud dengan ayat ini, baik sebelum atau sesudahnya adalah mereka yang tinggal di rumah Nabi. Apabila ayat ini dikhususkan dan mengeluarkan yang lain maka penggunaan ayat tersebut tidak sempurna, karena menggunakan sebagian ayat dan mengabaikan yang lain.[2] Ada pun hadis di atas tidak bisa menjadi dalil untuk menafikan selainnya empat orang yang disebutkan Rasullulah, karena dalam redaksi hadis tidak ada pengkhususan, bahkan ada hadis lain yang menjelaskan bahwa cakupan ahlulbait lebih luas dari yang dijelaskan dalam hadis di atas.
Jadi pemahaman Syiah yang mengkhusukan ahlulbait hanya pada empat orang sangat keliru dan tidak bisa dijadikan sebagai pegangan.
Oleh: Muhammad Nuruddin, Annajahsidogiri.id
[1] Sahih Muslim Bab Keutmaan Ahlul-Bait.
[2]Al-Qurtubi, al-Jami’ Lil-Ahkmil-Qur’an (14/178-180).