Pertanyaan: Assalamu’alaikum Ustadz, Semoga antum senantiasa dilindungi oleh Allah ﷻ
Mohon penjelasan mengenai keutamaan Surah Al-Kahfi. Maklum diketahui dikalangan kaum muslimin bahwa membaca Surah Al Kahfi baik di malam Jum’at ataupun hari Jum’at adalah termasuk sunnah. Namun ada juga yang berpendapat hal tsb bukan sunnah. Sehingga tidak dianjurkan mengkhususkan membaca Al Kahfi baik di malam Jum’at atapun hari Jum’at. Mohon penjelasannya. Jazakallahu khairan jaza’
Jawaban:
Wa’alaikumussalam wa Rahmatullah wa Barakatuh.
Membaca surah Al Kahfi adalah SUNNAH, baik secara umum atau pada malam/hari Jumat. Berdasarkan hadits-hadits shahih yang cukup banyak. Di antaranya:
✅ SECARA UMUM tanpa menyebut Jumat:
Hadits pertama:
مَنْ قَرَأَ عَشْرَ آيَاتٍ مِنْ آخِرِ الْكَهْفِ، عُصِمَ مِنْ فِتْنَةِ الدَّجَّالِ
Siapa yang membaca 10 ayat akhir surah al Kahfi, maka dia terlindung dari fitnah Dajjal.
(HR. Ahmad no. 27516. Syaikh Syuaib al Arnauth mengatakan: SHAHIH. Lihat Ta’liq Musnad Ahmad, jilid. 45, hal. 509)
Hadits kedua:
َن حَفِظَ عَشْرَ آياتٍ مِن أوَّلِ سُورَةِ الكَهْفِ عُصِمَ مِنَ الدَّجَّالِ.
Siapa yang hapal 10 ayat awal surat al Kahfi maka dia terlindung dari Dajjal.
(HR. Muslim no 809)
Hadits ketiga:
من قرأ ثلاث آيات من أول سورة الكهف، عصم من فتنة الدجال
Siapa yang baca 3 ayat awal surat al Kahfi maka dia terlindung dari fitnah dajjal.
(HR. At Tirmidzi, no. 2886, hasan shahih)
✅ DIBACA MALAM/HARI JUMAT
Hadits pertama:
من قرأ سورة الكهف ليلة الجمعة أضاء له من النور فيما بينه وبين البيت العتيق
Barang siapa yg membaca surat Al Kahfi pada malam Jumat dia akan diterangi oleh cahaya dr tempat dirinya berada sampai baitul ‘atiq (ka’bah).
(HR. Ad Darimi no. 3407, SHAHIH. Lihat Shahihul Jaami’ no. 6471)
Hadits lain:
من قرأ سورة الكهف في يوم الجمعة أضاء له من النور ما بين الجمعتين
Barang siapa yang membaca surat Al Kahfi di hari Jumat, maka dia akan diterangi cahaya selama di antara dua Jumat.
(HR. Al Hakim, 2/399, Al Baihaqi, 3/249. SHAHIH. Lihat Shahihul Jaami’ no. 6470)
✅ FATWA IMAM ASY SYAFI’I dan madzhab fiqih Ahlus Sunnah
Imam Asy Syafi’iy Rahimahullah mengatakan:
بلَغَنَا أَنَّ من قَرَأَ سُورَةَ الْكَهْفِ وُقِيَ فِتْنَةُ الدَّجَّالِ، وَأُحِبُّ كَثْرَةَ الصَّلَاةِ على النبي (صلى اللَّهُ عليه وسلم) في كل حَالٍ وأنا في يَوْمِ الْجُمُعَةِ وَلَيْلَتِهَا أَشَدُّ اسْتِحْبَابًا، وَأُحِبُّ قِرَاءَةَ الْكَهْفِ لَيْلَةَ الْجُمُعَةِ وَيَوْمَهَا لِمَا جاء فيها
“Telah sampai dalil kepadaku bahwa orang yang membaca surat Al Kahfi akan terjaga dari fitnah Dajjal.
Dan aku menyukai seseorang itu memperbanyak shalawat kepada Nabi ﷺ di setiap waktu dan di hari Jum’at serta malam Jum’at lebih ditekankan lagi anjurannya. Dan aku juga menyukai seseorang itu membaca surat AL KAHFI pada MALAM JUMAT dan pada HARI JUMAT Jum’at karena terdapat dalil mengenai hal ini.”
(Al-Umm, jilid.. 1, hal. 208 )
Selain itu sunnah juga menurut MAYORITAS ULAMA MADZHAB:
– Hanafiyah. (Hasyiyah Ath Thahawiyah, hal. 364)
– Syafi’iyah. (Raudhatuth Thalibin, 2/48)
– Hambaliyah. (Kasysyaaf al Qinaa’, 2/43)
– Sebagian Malikiyah (Al Madkhal, 2/281)
– Syaikh bin Baaz:
في ذلك أحاديثُ مرفوعةٌ يشدُّ بعضها بعضًا، تدلُّ على شرعية قراءة سورة الكهف في يوم الجمعة. وقد ثبَت ذلك عن أبي سعيد الخدريِّ رضي الله عنه موقوفًا عليه، ومثل هذا لا يُعمل من جِهة الرأي، بل يدلُّ على أنَّ لديه فيه سُنَّةً)
Hadits-hadits tentang Al Kahfi di hari Jumat adalah marfu’ (sampai Rasulullah) dan satu sama lain saling menguatkan. Itu menunjukkan bahwa membaca surat Al Kahfi di hari Jumat adalah DISYARIATKAN. Hal ini juga ditunjukkan riwayat yang mauquf dari Abu Said al Khudri. Hal seperti tidak bisa ditopang oleh akal semata, tapi oleh apa yang terdapat dalam sunnah. (Majmu’ Fatawa, 12/415)
– Syaikh Utsaimin :
قراءة سورة الكهف يومَ الجمعة عملٌ مندوب إليه، وفيه فضل، ولا فَرق في ذلك بين أن يقرأها الإنسان من المصحف أو عن ظَهْر قلب، واليوم الشرعي من طلوع الفجر إلى غروب الشمس، وعلى هذا فإذا قرأها الإنسان بعد صلاة الجُمعة أدرك الأجر
Membaca surah Al Kahfi di hari Jumat adalah mandub (SUNNAH) dan memiliki keutamaan. Tidak ada perbedaan baik bacanya pake mushaf atau hapalan. (Majmu Fatawa wa Rasail, 16/143). Demikian. Wallahu a’lam
Penulis: Farid Nu’man Hasan