Fikroh.com – Bagi jamaah asal Indonesia hampir sebagia besarnya melakukan hal ini. Yaitu mengulang umroh beberapa kali dalam satu perjalanan.Biasanya umroh kedua dan seterusnya mengambil miqat dari Masjid Tan’im selain karena dekat jaraknya jamaah juga bisa dengan mudah mengambil miqat dari masjid ini. Namun bolehkah umroh lebih dari satu kali dalam satu kali perjalanan?
Perlu diketahui bahwa Mengulang umrah terjadi pada dua keadaan:
1. Mengulang umrah dalam satu tahun dengan perjalanan yang berbeda.Dalam masalah ini ada perbedaan pendapat para ulama menjadi dua pendapat:
Pertama: Makruh hukumnya, menurut pendapat Hasan, Ibnu Sirin dan an-Nakh’i, juga merupakan mazhab Malik, dipilih oleh syaikhul islam. Dalil mereka bahwa nabi -shallallahu ‘alaihi wasallam- dan para sahabatnya tidak berumrah di dalam satu tahun dua kali, maka makruh menambahkan atas yang mereka kerjakan. Karena umrah adalah haji kecil, dan haji tidak disyariatkan di dalam satu tahun kecuali satu kali, maka begitu juga umrah.
Kedua: Boleh dan dianjurkan, ini adalah mazhab mayoritas, termasuk `Athaa’, Thawus, `Ikrimah, Syafi`iy, dan Ahmad. Diriwayatkan dari Ali, Ibnu `Abbas dan `A’isyah. Dalil mereka adalah bahwa `A’isyah berumrah dalam satu bulan dua kali dengan perintah nabi -shallallahu ‘alaihi wasallam-: umrahnya yang bersama dengan haji dan umrah yang dikerjakan dari Tan’im, ini menurut pendapat bahwa dia tidak menolak umrahnya dan dia mengerjakan bersamaan, seperti pendapat mayoritas ulama. Mereka berdalil dengan hadits:
(العمرة الى العمرة كفارة لما بينهما
“Umrah kepada umrah adalah penghapus dosa bagi yang ada di antara keduanya . . .
Dan dengan hadits `A’isyah radhiallahu ‘anha :
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ «اعْتَمَرَ عُمْرَتَيْنِ عُمْرَةً فِي ذِي الْقِعْدَةِ، وَعُمْرَةً فِي شَوَّالٍ
“Bahwa Rasulullah -shallallahu ‘alaihi wasallam- berumrah dua kali: umrah pada Dzul qa’dah dan umrah pada bulan Syawal. [Sanadnya shahih, disalin oleh Abu Daud (1991), dan Baihaqi (5/11)]
Penulis berkata: Yang jelas adalah bahwa mazhab mayoritas lebih kuat, umrah adalah pekerjaan baik dan tidak ada yang melarang dari mengulangnya, menganalogikan kepada haji -dalam keadaannya satu kali- tidak benar, karena umrah tidak ada waktu yang akan berlalu berbeda dengan haji, kemudian haji tidak terbayang pengulangannya dalam satu tahun, maka analoginya batal. Allah Maha Tahu.
2. Mengulangi Umrah Dalam Sekali Perjalanan
Perbedaan pendapat di dalam masalah ini seperti perbedaan yang ada di dalam masalah sebelumnya, tetapi pendapat yang kuat di sini adalah bahwa tidak disyariatkan berumrah lebih dari sekali dalam sekali perjalanan seperti yang dilakukan oleh kebanyakan orang sekarang dari Tan’im –setelah berhaji misalnya- kemudian berumrah, maka hal ini tidak dilakukan oleh nabi -shallallahu ‘alaihi wasallam-. Adapun umrahnya nabi -shallallahu ‘alaihi wasallam- seluruhnya masuk ke Makkah, beliau telah menetap di Makkah setelah turunnya wahyu selama tiga belas tahun tidak berpindah darinya bahwa beliau berumrah dengan keluar dari Makkah pada waktu itu semula, maka umrah yang dikerjakan oleh nabi -shallallahu ‘alaihi wasallam- dan syariatnya: umrahnya memasuki ke Makkah bukan umrahnya orang yang memang berada di dalamnya dan keluar ke suatu tempat untuk berumrah, tidak ada satupun yang melakukannya pada masa nabi -shallallahu ‘alaihi wasallam- kecuali `A’isyah di antara sekian orang yang bersamanya -shallallahu ‘alaihi wasallam-, karena dia telah berihram dengan umrah kemudian haid, lalu diperintahkan kepadanya dan dia memasukkan haji dengan umrah, maka itu menjadi qiran, lalu dia mendapatkan di dalam dirinya untuk kembali kepada sahabat-sahabatnya dengan haji dan umrah sendiri-sendiri, dia kembali dengan umrah di dalam hajinya, lalu dia menyuruh saudara lelakinya untuk mengumrahkannya dari Tan’im. [Zaadul ma’aad]
Kemudian secara pasti bahwa thawaf di ka’bah lebih utama dari sa`i, itu lebih utama dari kesibukan dengan keluar ke Tan’im untuk memulai dengan umrah yang baru. Telah diketahui bahwa waktu yang dihabiskan keluar ke Tan’im untuk memulai dengan umrah baru bisa untuk berthawaf di ka’bah sebanyak seratus kali putaran.
Penulis berkata: Ini adalah orang yang berumrah sebelum berhaji lalu berkeinginan -setelah haji- untuk mengulang umrahnya, atau telah berumrah dan ingin mengulangi lagi, adapun yang seperti keadaan `A’isyah, dan tidak berumrah sebelum haji, maka tidak apa-apa untuk berumrah setelah menyelesaikan haji, sebagai pengamalan dengan seluruh dalil. [Dengan pendapat ini Ibnu Baaz-rahimahullah- berkata seperti yang terdapat dalam taudhiihul ahkaam karya al-Bassam (3/247)] Pendapat ini lebih baik di dalam masalah ini. Allahu a’lam.