Fatwapedia.com – Rasulullah saw sangat mencintai Aisyah ra, sahabat tahu betapa besar cinta Rasulullah saw kepada Aisyah. Sehingga jika mereka hendak memberi hadiah kepada Rasulullah saw, mereka mencari tahu jadwal giliran Rasulullah saw berada di rumah Aisyah. Hal ini menimbulkan kecemburuan dari istri-istri Rasulullah saw yang lain. Akhirnya para istri memanggil Fatimah untuk menyampaikan hal ini pada Rasulullah saw. Di sana Fatimah menceritakan kondisi ini pada ayahnya, “istri-istri meminta ayah untuk berlaku adil terhadap putri Abu Bakar.” Kemudian Rasulullah saw bertanya, “Wahai putriku, tidakkah engkau mencintai apa yang aku citai?” Fatimah menjawab, “ya, tentu.” Akhirnya Fatimah menemui para istri dan memberitahukan jawaban Rasulullah saw. Mereka berkata kepada Fatimah, “kembalilah ke sana Fatimah.” Namun Fatimah menolak untuk kembali. Akhirnya mereka meminta Salamah untuk menghadap Rasulullah saw. Saat Ummu Salamah mendapat giliran, dia menceritakan kondisi tersebut kepada Rasulullah saw. Rasulullah saw bersabda, “Jangan menyakitiku hanya karena Aisyah. Sesungguhnya wahyuku tak ada yang turun ketika aku berada di tempat kalian, melainkan hanya saat aku berada di tempat Aisyah.”
Sebab-sebab Rasulullah saw Mencintai Aisyah ra
Banyak yang mengira kecintaan Rasulullah saw terhadap Aisyah adalah karena kecantikan dan kebaikannya. Pendapat ini sama sekali keliru, karena istri Rasulullah yang lain seperti Zainab, Juwairiyah dan Shafiyah juga elok lagi cantik. Banyak buku-buku dan pendapat yang menjelaskan dan menceritakan keelokan dan kecantikan mereka namun jarang yang menceritakan kecantikan Aisyah.
Seperti hadist yang diriwayatkan oleh Aisyah sendiri dan Abu Hurairah dalam sahih Muslim, yaitu sabda Rasulullah saw,” Seorang perempuan dinikahi karena empat perkara: hartanya, kecantikannya, keturunannya dan agamanya. Maka pilihlah perempuan yang beragama, niscaya engkau akan beruntung.” Berdasarkan inilah Rasulullah sangat mencintai Aisyah, yaitu seorang perempuan yang paling bermanfaat dan berperan dalam memperjuangkan dan menyebarkan Islam.
Hal yang membedakan Aisyah dengan Ummul Mukminin lainnya adalah kematangan dan keluasan ilmu yang berhubungan dengan agama, berupa ilmu Al-Qur’an, tafsir, hadist dan fiqih. Aisyah pun mampu melakukan ijtihad dan meneliti berbagai permasalahan. Sehingga sangat wajar jika Rasulullah sangat mencintai Aisyah.
Bukti terkuat yang menunjukkan kecintaan Rasulullah saw kepada Aisyah adalah hadist yang diriwayatkan dari Abu Musa al-Asy’ari bahwa Rasulullah saw bersabda,” banyak lelaki yang sempurna, sementara dari kalangan perempuan tidak ada yang sempurna kecuali Maryam binti Imran dan Asiyah istri Fir’aun. Adapun keutamaan Aisyah atas perempuan yang lain adalah seperti keutamaan bubur dari makanan lainnya.”
Aisyah dipercaya Rasulullah saw untuk menyimpan rahasia-rahasia Nabi saw. Keeratan Aisyah dengan Rasulullah saw yang kuat dibandingkan istri-istri yang lain. Aisyah mampu memahami makna-makna dan spirit Rasulullah dibandingkan istri-istri yang lain. Aisyah memberikan pelayanan lahir dan batin dengan pelayanan yang terbaik kepada Rasulullah saw.
Panggilan Rasulullah saw kepada Aisyah ra adalah Humaira yang artinya kemerah-merahan atau yang berpipi merah (karena wajah Aisyah yang putih bersih, dan terlihat kemerah-merahan di pipinya)
Aisyah RA. Istri yang Paling Dicintai Rasulullah SAW
Diantara bentuk kelembutan Rasulullah saw terhadap Aisyah adalah beliau sering membuat mencandai Aisyah dan membuatnya tertawa. Terkadang Rasulullah saw sering mengobrol saat malam hari untuk menyenangkan hatinya. Pernah suatu ketika Rasulullah mengajak Aisayh untuk lomba lari. Aisyah menuturkan, “Aku ikut serta bersama Rasulullah saw dalam beberapa perjalanannya saat masih kecil lagi kurus. Beliau berkata kepada orang-orang, ‘Ayo semua maju….!’ Kemudian beliau berseru kepadaku, ‘Ayo Aisyah maju, hingga aku mengalahkanmu…!’ Aku pun berlomba dengan beliau dan aku memenangkannya. Beliau terdiam. Kemudian sewaktu telah beranjak dewasa dan tubuhku mulai gemuk, aku berpergian lagi bersama beliau. Beliau berkata kepada orang-orang, ‘Ayo maju…!’ dan berseru kepadaku, ‘Ayo Aisyah, maju dan lawan aku…!’ Aku maju dan berlomba melawan beliau. Akhirnya beliau berhasil memgalahkanku. Beliaupun tertawa dan berkata, ‘Sekarang engkau sudah berbeda’.”
Tabiat dan keitimewaan seorang perempuan adalah bahwa dirinya terdapat lautan luas yang penuh dengan ombak cinta dan kasih sayang, kesetiaan dan kelembutan dengan segala bentuk dan maknanya yang dalam dan indah. Sehingga wajar saja jika wanita memiliki sifat manja dan pemarah, namun sikap pemarah ini bisa dihapuskan, dan mereka sangat pemaaf.
Rumah Tangga Rasulullah saw dengan Aisyah ra
Meskipun memiliki seorang pembantu di rumahnya, Aisyah tetap melakukan sendiri pekerjaan rumah dan melayani kebutuhan Rasululah saw. Ia terbiasa membersihkan rumah, menumbuk gandum sendiri, menyiapkan air wudhu Rasulullah saw, membersihkan perabotan, melumurkan minyak wangi ke tubuh Rasulullah saw, mencuci pakaian beliau, menyiangi hewan sembelihan Nabi saw, menyiapkan siwaknya dan mencucinya untuk menjaga kebersihanya. Selain itu, Aisyah pun menerima tamu-tamu Rasulullah saw dan menjamunya dengan baik. Seorang sahabat bernama Qais al-ghifari menuturkan bahwa Rasulullah saw bersabda, “Mari kita ke rumah Aisyah.” Kamipun beranjak menuju rumah Aisyah. Kemudian beliau berkata, “Wahai Aisyah, siapkanlah makanan untuk kami.” Aisyah pun datang membawa rerumputan herba dan kami memakannya. Rasulullah saw berkata lagi, “Wahai Aisyah, siapkanlah makanan untuk kami.”
Aisyah adalah istri yang sangat mematuhi perintah suaminya. Selama hidupnya bersama Rasulullah saw, Aisyah selalu berusaha meninggalkan hal-hal yang dapat membuat Rasulullah saw marah. Karena bagi seorang istri, mematuhi perintah suaminya adalah kewajiban, selama yang diperintahkan adalah hal-hal yang tidak menyimpang dari Syariat Islam.
Kehidupan mereka sangat sederhana dan jauh dari kemewahan. Rumah Ummul Mukminin Aisyah adalah tempat tinggal dan tempat berlindung seorang pemuka umat manusia, Rasulullah saw. Di dalamnya tidak ada barang-barang mewah,tidak ada kehidupan yang sejahtera ataupun kekayaan yang berlimpah. Aisyah pun tidak memperdulikan hal fana seperti itu, baginya Allah dan Rasulu-Nya adalah jauh lebih dia senangi.
Rasulullah saw selalu masuk ke rumah usai shalat Isya, bersiwak dan langsung tidur. Sepertiga malam ia bangun dan menunaikan sohalat Tahajud, di penghujung sepertiga malam terakhir beliau membangunkan Aisyah dan shalat witir bersama. Menjelang fajar menyingsing, beliau shalat Fajar dan membaringkan badannya ke kanan sambil berbincang-bincang dengan Aisyah menanti waktu Shalat Subuh. Rasulullah saw adalah qudwah (contoh) yang sangat mulia bagi seluruh umat manusia di dunia.
Sebagai seorang nabi, Rasulullah saw pun berperan sebagai nabi di rumah istri-istrinya. Rumah tangga antara Aisyah dan Rasulullah saw yang penuh kasih sayang dan rasa cinta. Hal ini terlihat dari kebersamaan beliau bersama kaluarganya, hadist yang diriwayatkan oleh Aisyah, “Beliau selalu bersama keluarganya, dan jika waktu shalat tiba, beliau langsung pergi untuk shalat.” Nabi saw mengajarkan akhlak dan budi pekerti pada keluarganya, mendidik mereka dengan sopan santun, penuh kelembutan dan akhlak terpuji. Beliau juga sering membantu istrinya untuk melakukan pekerjaan rumah, seperti menjahit pakaiannya sendiri jika sobek, mengambilkan air untuk wudhu, menumbuk gandum, memasak dan membersihkan rumah. Sikapnya kepada istrinya pun dangat lembut, tak pernah Rasulullah bersikap kasar ataupun memarahi istri-istrinya. Sebaik-baik manusia adalah yang paling baik sikapnya kepada istrinya, dan yang paling baik sikapnya pada istrinya adalah Rasulullah saw.
Sekian pemaparan kehidupan Aisyah sebagai seorang istri dan sikapnya terhadap suami. Sungguh mulia panutan kita, Rasulullah saw dan Ummul Mukminin Aisyah ra. semoga kita bisa meneladani sikapnya dalam kehidupan sehari-hari, saat berinteraksi dengan pasangan kita. Selamat belajar dan terus memperbaiki diri. Karena menjadi Solechah ada ilmunya 🙂