Fatwapedia.com – Seringkali manusia bisa sahaja sering terjadi yang namanya mengalami kejadian yang membuat dirinya merasa khilaf dan memunculkan Reaksi Rasa bersalah dan penuh ragu hingga menjerumus ke arah Dosa yang besar. Dan seringkali akan sering mudah terbawa pengaruh energi negatif dari psikolog kita yang selalu merasa ingin menebus kesalahan namun tidak tahu harus ngapain.
Maka, Allah SWT pun berfirman:
وَتُوبُوا إِلَى اللَّهِ جَمِيعاً أَيُّهَا الْمُؤْمِنُونَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ
“Dan bertaubatlah kalian semua wahai orang-orang yang beriman supaya kalian beruntung.” (QS. An Nuur: 31)
Secara Bahasa, at-Taubah berasal dari kata تَوَبَ yang bermakna kembali. Dia bertaubat, artinya ia kembali dari dosanya (berpaling dan menarik diri dari dosa). Taubat adalah kembali kepada Allâh dengan melepaskan hati dari belenggu yang membuatnya terus-menerus melakukan dosa lalu melaksanakan semua hak Allâh Azza wa Jalla.
Secara istilah Syar’i, taubat adalah meninggalkan dosa karena takut pada Allâh, menganggapnya buruk, menyesali perbuatan maksiatnya, bertekad kuat untuk tidak mengulanginya, dan memperbaiki apa yang mungkin bisa diperbaiki kembali dari amalnya.
Dalam Islam, Taubat adalah keutamaan yang mulia dan disukai oleh Allah SWT dan akan diberikan hidayah selalu bagi yang ingin menjalani perubahan dalam dirinya untuk menjadi seseorang yang mengakui kesalahan perbuatannya dan akhirnya mau bersujud kepada Dia.
Hakikat nya Taubat adalah penyesalan akan rasa bersalah kita terhadap perilaku dan adab yang buruk selama menjadi orang yang jauh dari Allah.
Taubat haruslah konsisten penuh dalam mengimani dan menjalaninya. bukan setengah setengah kayak bayar cicilan utang. Namun haruslah melayani secara penuh akan penebusan diri kita yang merasa bahwa kita telah terlampau jauh dari Allah swt.
Syarat Taubat
Dalam kitab Majâlis Syahri Ramadhân, setelah membawakan banyak dalil dari al-Qur’an dan as-Sunnah yang mendorong kaum Muslimin untuk senantiasa bertaubat dan beberapa hal lain tentang taubat, Syaikh Muhammad bin Shalih Utsaimin mengatakan, “Taubat yang diperintahkan Allâh Azza wa Jalla adalah taubat nasuha (yang tulus) yang mencakup lima syarat:
Pertama : Hendaknya taubat itu dilakukan dengan ikhlas.
Kedua : Menyesali serta merasa sedih atas dosa yang pernah dilakukan, sebagai bukti penyesalan yang sesungguhnya kepada Allâh dan luluh dihadapan-Nya serta murka pada hawa nafsunya sendiri yang terus membujuknya untuk melakukan keburukan.
Ketiga : Segera berhenti dari perbuatan maksiat yang dia lakukan.
Keempat : Bertekad untuk tidak mengulangi dosa tersebut di masa yang akan datang. Karena ini merupakan buah dari taubatnya dan sebagai bukti kejujuran pelakunya.
Kelima : Taubat itu dilakukan bukan pada saat masa penerimaan taubat telah habis.
Jika taubat itu dilakukan setelah habis waktu diterimanya taubat, maka taubatnya tidak akan diterima. Berakhirnya waktu penerimaan taubat itu ada dua macam: (Pertama,) bersifat umum berlaku untuk semua orang dan (kedua) bersifat khusus untuk setiap pribadi. Yang bersifat umum adalah terbitnya matahari dari arah barat. Jika matahari telah terbit dari arah barat, maka saat itu taubat sudah tidak bermanfaat lagi.
Adapun yang bersifat khusus adalah saat kematian mendatangi seseorang. Ketika kematian mendatangi seseorang, maka taubat sudah tidak berguna lagi baginya dan tidak akan diterima. Allâh Azza wa Jalla berfirman :
وَلَيْسَتِ التَّوْبَةُ لِلَّذِينَ يَعْمَلُونَ السَّيِّئَاتِ حَتَّىٰ إِذَا حَضَرَ أَحَدَهُمُ الْمَوْتُ قَالَ إِنِّي تُبْتُ الْآنَ وَلَا الَّذِينَ يَمُوتُونَ وَهُمْ كُفَّارٌ ۚ أُولَٰئِكَ أَعْتَدْنَا لَهُمْ عَذَابًا أَلِيمًا
Dan tidaklah taubat itu diterima Allâh dari orang-orang yang mengerjakan kejahatan (yang) hingga apabila datang ajal kepada seseorang di antara mereka, (barulah) ia mengatakan : “Sesungguhnya saya bertaubat sekarang.” Dan tidak (pula diterima taubat) orang-orang yang mati sedang mereka di dalam kekafiran. Bagi orang-orang itu telah Kami sediakan siksa yang pedih. [An-Nisa/4:18]
Biasanya Istigfar berkaitan dengan taubat. Hal itu diisyaratkan dalam firman Allah, surah al-Maidah ayat ke-74.
Dengan membiasakan istigfar, maka bukan hanya dosa-dosa masa lalu dan masa kini, tetapi dosa-dosa masa mendatang pun telah mendapat jaminan diampuni Allah bahkan beristigfar dapat mendatangkan kesempurnaan nikmat (karunia) Allah. Firman-Nya,
”Supaya Allah memberi ampunan kepadamu terhadap dosamu yang lalu dan yang akan datang serta menyempurnakan nikmat-Nya atasmu.” (QS Al-Fath [48]: 2).
Manfaat dari mengucapkan istigfar dengan kesungguhan hati, antara lain, mendatangkan keselamatan, menimbulkan ketenteraman hati, mendatangkan ampunan dosa, menumbuhkan sifat-sifat keutamaan kepada seseorang, dan dicintai Allah.
Semoga allah selalu membuka kan pintu taubat kita dan selalu mengampuni dosa kita. Aamiin.
Sumber :
Qurotul Uyun & Irwan Nuryana Kurniawan. Taubat ( Repentance) and Istighfar (seek forgiveness from Allah) Therapy to Improve Subjective Well-being of Master Students: A Preliminary Study The 4th International Conferences on Socio-Cultural Relationship & Education Pedagogy Learning Sciences 2017 (The 3rd SOCIO-CULTURAL 2017)