Musyawarah dan demokrasi adalah dua konsep yang berbeda tetapi dapat saling melengkapi dalam konteks kehidupan sosial dan politik. Musyawarah adalah proses diskusi atau konsultasi antara pihak-pihak yang memiliki kepentingan atau tujuan bersama untuk mencapai kesepakatan. Di sisi lain, demokrasi adalah bentuk sistem pemerintahan di mana rakyat memiliki hak suara dalam memilih pemimpin dan menentukan kebijakan publik. Sebagai agama, Islam mengajarkan pentingnya musyawarah dalam pengambilan keputusan, seperti tercantum dalam Al-Quran Surah Ali Imran ayat 159:
“Dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu; kemudian jika kamu sudah membulatkan tekad, bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya.”
Namun, hal ini tidak berarti bahwa Islam menolak demokrasi sebagai bentuk sistem pemerintahan. Banyak negara-negara mayoritas Muslim memiliki pemerintahan demokratis, meskipun mungkin ada perbedaan dalam pengaturan atau interpretasi aturan-aturan tertentu.Dalam konteks apapun, baik itu kehidupan sosial, politik, maupun dalam keluarga, musyawarah dan dialog yang baik sangat penting untuk mencapai harmoni dan kesepakatan bersama.
Dimana titik temu antara konsep musyawarah dan konsep demokrasi?
Konsep musyawarah dan konsep demokrasi memiliki titik temu dalam prinsip pengambilan keputusan yang partisipatif. Baik musyawarah maupun demokrasi bertujuan untuk memungkinkan semua pihak yang terlibat untuk ikut serta dalam proses pengambilan keputusan dengan memberikan suara atau pendapat mereka. Dalam musyawarah, keputusan diambil melalui diskusi antara pihak-pihak yang terkait atau yang memiliki kepentingan pada masalah yang akan diputuskan. Semua pihak memiliki hak untuk menyampaikan pendapat dan usulan, sehingga keputusan yang dihasilkan merupakan hasil kesepakatan bersama. Sementara dalam demokrasi, keputusan diambil melalui pemilihan umum dimana seluruh warga negara memiliki hak suara yang sama untuk memilih pemimpin atau menentukan nasib suatu kebijakan melalui mekanisme voting. Namun, keduanya menghargai pentingnya dialog dan pendapat semua pihak, serta mendorong partisipasi aktif dari masyarakat dalam proses pengambilan keputusan. Keduanya juga menempatkan kepentingan umum sebagai prioritas utama, bukan kepentingan individu atau kelompok tertentu. Dengan demikian, meskipun cara pengambilan keputusan agak berbeda antara musyawarah dan demokrasi, kedua konsep ini memiliki nilai yang sama dalam menekankan pentingnya partisipasi dan dialog dalam mencapai keputusan yang adil dan sesuai dengan kepentingan umum.
Baca juga: Arti kata politik dinasti
Siapa pencetus sistem demokrasi?
Pencetus konsep demokrasi adalah bangsa Yunani kuno, lebih tepatnya di kota Athena. Sistem demokrasi yang dikembangkan di Athena pada abad ke-5 SM dikenal sebagai demokrasi klasik. Meskipun tidak ada satu tokoh tunggal yang dapat disebut sebagai pencetusnya, tetapi konsep demokrasi dalam bentuknya yang awal berkembang di sana. Di Athena, warga negara laki-laki memiliki hak untuk berpartisipasi dalam pengambilan keputusan publik melalui pertemuan umum yang disebut “Ecclesia”. Mereka dapat memberikan suara dan mengemukakan pendapat mereka tentang masalah-masalah penting bagi kota. Selain itu, terdapat juga “Dewan Lima Ratus” (Boule) yang dipilih secara acak dari warga negara untuk mempersiapkan agenda-agenda keputusan yang akan dibahas dalam Ecclesia. Beberapa filsuf Yunani seperti Perikles, Kleistenes, dan Solon juga memberikan kontribusi besar dalam pembentukan sistem demokrasi di Athena. Perikles, yang merupakan seorang pemimpin politik, memperluas hak partisipasi dalam demokrasi dan menyuarakan pentingnya kebebasan berbicara dan kesetaraan hukum bagi semua warga negara. Meskipun demokrasi klasik di Athena memiliki keterbatasan serta tidak mencakup seluruh populasi, konsep dasar yang diperkenalkannya menjadi dasar dari banyak sistem demokrasi modern yang kita kenal hari ini.