Fiqh Puasa Madzhab Syafi’i – 01, Bab Pengertian Puasa

Fiqh Puasa Madzhab Syafi’i - 01, Bab Pengertian Puasa -


Fatwapedia.com – Alhamdulillah, segala puji bagi Allah. Pada tulisan ini admin fatwapedia.com akan menyuguhkan artikel serial Puasa Ramadhan dalam madzhab Syafi’i. Dimulai pembahasan pertama tentang pengertian puasa menurut Madzhab Syafi’i yang merujuk kitab Al-Mu’tamad fil Fiqh Asy-Syafi’i karya DR Wahbah Az-zuhailiy. Selamat membaca!

Pengertian Puasa

Puasa menurut bahasa adalah menahan diri dari segala sesuatu, seperti firman Allah Ta’ala :

 … اِنِّيْ نَذَرْتُ لِلرَّحْمٰنِ صَوْمًا فَلَنْ اُكَلِّمَ الْيَوْمَ اِنْسِيًّا ۚ

“… Aku telah bernazar berpuasa untuk Tuhan Yang Maha Pengasih, maka aku tidak akan berbicara dengan siapa pun pada hari ini.” (QS. Maryam [19]: 26)

Sedangkan pengertian menurut syariat adalah menahan diri dari segala yang membatalkan puasa mulai dari terbitnya fajar sampai terbenamnya matahari dengan niat yang khusus. 

Awal Mula Disyari’atkannya Puasa:

Pada bulan Sya’ban tahun kedua hijrah, datanglah perintah Allah Ta’ala untuk berpuasa pada bulan Ramadhan. 

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِيْنَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُوْنَۙ

“Wahai orang-orang yang beriman! Diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang sebelum kamu agar kamu bertakwa.” (QS. Al-Baqarah [1]: 183)

Selama hidup Rasulullah ﷺ, beliau telah berpuasa sebanyak 9 kali Ramadhan. 8 bulan 29 hari dan 1 bulan genap 30 hari.

Hukum Berpuasa di Bulan Ramadhan

Hukumnya adalah wajib, oleh karena itu siapapun yang mengingkari kewajiban berpuasa di bulan Ramadhan dihukumi kafir dan diperlakukan sebagaimana perlakuan terhadap orang murtad.

Pertama, orang yang ingkar itu dimintai bertaubat agar mau mengakui dan mencabut pengingkarannya. Jika bertaubat, ia diterima sebagai bagian kaum Muslimin. Jika tidak, ia dibunuh sebagai orang kafir. Kecuali apabila ia muallaf dan belum mengetahui kewajiban-kewajiban di dalam agama Islam serta hukum-hukumnya. Atau ia hidup di daerah terpancil yang jauh dari ulama. Maka hal ini, orang tersebut harus diajarkan hukum-hukum Islam.

Adapun orang yang mengakui kewajiban berpuasa, namun ia enggan berpuasa (bukan karena udzur seperti sakit dan musafir), ia bermaksiat dan fasiq. Ia wajib dicegah dan dimintai bertaubat dari perbuatan maksiatnya. (Mughni al-Muhtaj 1/420, al-Majmu’ 6/252, al-Hawi 3/240)

Pembagian Hukum Puasa

Puasa memiliki empat hukum, yaitu wajib, sunnah, makruh dan haram.

1. Wajib, yaitu:

  • Puasa Ramadlan
  • Puasa qadha’
  • Puasa kafarat, seperti kafarat zihar, kafarat membunuh, kafarat jima’ di bulan Ramadhan.
  • Puasa sebagai ganti fidyah menyembelih (membayar dam) pada haji atau umrah.
  • Puasa sebelum shalat istisqa’ apabila pemerintah menyuruh
  • Puasa nadzar 

2. Sunnah, yaitu:

  • Puasa yang disunnahkan setiap tahun, seperti puasa hari Arafah, Tasu’ah – Asyura’ (9 – 10 Muharram), 6 hari bulan Syawal, 10 hari pertama bulan Dzulhijjah.
  • Puasa yang disunnahkan setiap bulan, seperti puasa pada pertengahan bulan (yaumi al-bidh) tanggal 13, 14, 15 dan setiap akhir bulan dari semua bulan (yaumi as-sud) yaitu tanggal 28, 29, 30.
  • Puasa yang disunnahkan setiap minggu, seperti puasa Senin dan puasa Kamis.
  • Puasa yang paling afdhal adalah puasanya nabi Dawud ‘Alaihissalam, yaitu sehari puasa dan sehari berbuka.

3. Makruh seperti puasa pada hari Jum’at saja atau sabtu saja atau minggu saja atau puasa dahr yaitu melakukan puasa setahun penuh bagi orang yang besar kemungkinan akan terjadi mudharat atau akan kehilangan hak-hak sunnah lainnya.

4. Haram, terbagi menjadi dua:

a. Haram tetapi sah, yaitu puasa seorang istri tanpa seizin suaminya, puasa seorang budak tanpa seizin tuannya (yang bukan puasa wajib).

b. Haram dan tidak sah:

  • Puasa selain puasa Ramadhan pada bulan Ramadhan. 
  • Seperti berpuasa qadha’ Ramadhan tahun lalu dan dikerjakan pada bulan Ramadhan sekarang. Berarti ia mengumpulkan 2 kewajiban dalam satu waktu, maka tidak sah. Selain itu, puasa kafarat, nadzar, dan sunnah juga tidak sah. Karena bulan Ramadhan sekarang dikhususkan untuk puasa Ramadhan sekarang saja.
  • Puasa pada hari raya idul fitri (1 Syawal).
  • Puasa pada hari raya idul adha dan hari tasyrik (10 – 13 Dzulhijjah).
  • Puasa sesudah pertengahan bulan Sya’ban, yaitu mulai tanggal 16 sampai akhir bulan Sya’ban.
  • Puasa pada hari syak (ragu-ragu), yaitu pada hari yang ke-30 bulan Sya’ban, apabila orang bersangka bahwa mereka melihat hilal tetapi masih diragukan atau dilihat oleh orang yang tidak diterima kesaksiannya seperti persaksian perempuan atau anak-anak.

Permasalahan:

Kapankah diperbolehkan puasa pada hari syak atau sesudah pertengahan Sya’ban?

Ada 3 keadaan yang diperbolehkan melakukan puasa pada hari syak atau sesudah pertengahan bulan Sya’ban: 

1. Apabila puasa yang dilakukan itu adalah puasa wajib, seperi puasa qadha’, kafarat atau nadzar.

2. Apabila orang yang berpuasa itu mempunyai kebiasaan melakukan puasa sunnah senin dan kamis.

3. Apabila orang yang berpuasa itu menyambung puasanya dari tanggal 15 Sya’ban, maka boleh baginya melanjutkan berpuasa pada tanggal 16, 17 dan seterusnya hingga akhir bulan. Jika dipertengahan tidak puasa satu hari saja, maka haram meneruskan puasa pada sisa-sisa hari bulan tersebut.

Bersambung…

Sumber Referensi:

 1. المعتمد في الفقه الشافعي – الشيج د. محمد الزحيلي

 2. التقريرات السديدة – الشيج حسن الكاف

Leave a Comment