Fatwapedia.com – Seolah belum usai kesedihan atas wafatnya Syaikh Ali Jaber dan beberapa ulama lainnya, ummat islam kembali diuji dengan wafatnya As-Sayyidil Al walid Habib Ali bin Abdurrahman Assegaf pada Jumat (15/1).
Habib Ali Assegaf, adalah tokoh ulama kharismatik kelahiran Jakarta. Sosok yang dikenal santun dan hangat dalam pergaulan ini sangat disegani oleh warga Jakarta khususnya dan kaum muslimin umumnya. Wajar, jika kepergiannya meninggalkan kesedihan yang mendalam di hati umat islam.
Habib Ali bin Sayyidil Walid Al Faqih Al Habib Abdurrahman bin Ahmad bin Abdul Qadir bin Ali bin Umar bin Segaf Assegaf lahir dari keturunan ulama besar. Ayahnya adalah tokoh yang menyandang nama besar sebagai paku bumi di Jakarta, tokoh pendakwah yang disegani dan pecinta ilmu yaitu kakeknya, Sayyidil Walid Habib Abdurrahman bin Ahmad Assegaf.
Untuk mengenal lebih dekat profil Habib Ali bin Abdurrahman Assegaf kita simak penuturan salah satu muridnya H. Miftah el-Banjary yang fatwapedia.com kutip dari akun Facebooknya. Berikut penuturan selengkapnya.
Bergetar dan seakan tak percaya.
Saya mendengar berita duka telah wafatnya seorang ulama kharismatik Jakarta, sesepuh para Habaib Se-Jakarta, ad-dai ilallah, seorang habib yang dicintai dan disayangi umat. Hal yang penting lagi bagi saya, beliau merupakan guru kami, seorang sosok ayah sekaligus seorang sahabat.
As-Sayyidil Walid al-Habib Ali bin Abdurrahman bin Abdul Qadir Asseqaf di Tebet Jakarta Selatan yang merupakan putra dari seorang wali mastur Allahyarham Al-Habib Abdurrahman Bukit Duri, Jakarta Selatan.
Oleh orang-orang terdekat Sayyidil Walid saya diperkenalkan dan diterima baik di lingkungan murid-murid dekat beliau. Meskipun tidak lama, pengalaman saya menjadi bagian orang-orang yang dekat dengan Sayyidil Walid sangatlah berkesan.
Saya sering diajak makan di rumah beliau, berbicara dekat berdua dengan Walid, bahkan saya sangat akrab dengan putra-putra beliau, khususnya Habib Ahmad dan Habib Muhammad bin Habib Ali bin Abdurrahman Asseqaf.
Sewaktu di Jakarta, saya sering menemani dan menjadi asisten Habib Muhammad berdakwah menghadiri undangan Maulid Nabi di berbagai tempat di luar kota Jakarta, kawasan Tanggerang hingga Bogor.
Sesekali saya diminta juga untuk menyampaikan tausiah bergantian dengan Habib Muhammad, meskipun saya enggan dan sering dipaksa. Saya lebih senang menemani duduk saja jika menghadiri undangan tersebut yang sejatinya undangan itu juga dalam rangka mewakili undangan untuk Sayyidil Walid.
Berhubung Sayyidil Walid sudah uzur, maka Habib Muhammad lah yang sering menggantikan undangan tersebut. Dari putra Sayyidil Walid, Habib Muhammad maupun murid-murid terdekat Sayyidil Walid, seperti Haji Rudi, saya mendapatkan banyak kisah unik tentang sosok sekaligus kebiasaan Sayyidil Walid.
Owh ya, kami memanggil “Sayyidil Walid” atau “Walid” itu merupakan panggilan kehormatan sekaligus bentuk rasa cinta kami. “Sayyidil Walid” atau “Walid” bagi kami maknanya seorang ayah yang mencintai, perhatian dan kasih sayang pada anak-anaknya serta murid-muridnya.
Dalam banyak kesempatan berbincang, Haji Rudi sering menceritakan betapa tingginya semangat dan keistiqamahan Sayyidil Walid belajar dan mengajar semenjak mudanya hingga masa tua beliau yang pada masa wafat usia beliau mencapai sekitar 80 tahunan.
Semasa mudanya, Walid begitu sangat gigih dan istiqamah mengajar dari tempat tinggal beliau di Tebet Jakarta Selatan ke Masjid Luar Batang Jakarta Utara setiap ba’da Subuh, itu dilakukan setiap hari, tidak peduli hujan atau tidak, hal itu berlangsung selama 20 tahun lebih. Masya Allah..
Bayangkan sejauh itu beliau tetap mengajar, meski kadang murid yang diajar itu cuma satu orang. Beliau pernah berkata, “Saya akan tetap istiqamah mengajar, meskipun orang yang saya ajar hanya satu orang murid saja!”
Dulu sewaktu beliau masih muda, beliau berguru pada seorang guru secara istiqamah. Setiap ba’da Subuh beliau pergi mengunjungi rumah sang guru.
Salah satu adab beliau dalam berguru, Walid tidak pernah sama sekali mengetuk pintu rumah sang guru, disebabkan beliau tidak ingin mengganggu sang guru. Begitu pun keistiqamahan mengajar sang guru, beliau juga tidak pernah lupa membukakan pintu buat muridnya, sehingga setiap kali Walid datang ke rumah gurunya, pintu itu selalu terbuka.
Nah, pernah suatu hari sang guru terlupa membukakan pintu, karena mengira pintu sudah terbuka. Walid yang mengira gurunya sedang dalam keadaan sibuk atau bepergian atau diluar rumah pun tetap setiap menunggu di luar rumah.
Sedangkan sang guru juga menunggu sampai Zuhur. Ketika pintu dibuka, walid masih tetap berdiri menunggu di depan pintu dengan sabar semenjak Subuh. Begitulah akhlak dan adab dalam berguru yang menjadikan seseorang hidupnya berlimpah berkah ilmu dan Allah Swt naikkan derajat mereka.
Salah satu kebiasaan Walid setiap usai Qiyamul Lail, beliau berkeliling ke sudut kota Jakarta setiap harinya menunggu datangnya waktu Subuh untuk mendoakan keselamatan bagi warga Jakarta. Inilah salah satu sesepuh Habaib dan Ulama pasaknya kota Jakarta.
Beliau juga merupakan guru yang sangat dikagumi dan dihormati oleh Gubernur DKI Anies Baswedan dan Sandi. (Ditulis oleh muridnya, Tg. DR. H. Miftah el-Banjary, MA)
Nasab Habib Ali bin Abdurrahman
Tidak diragukan lagi sebagai dzurriyah Nabi Muhammad, habib Ali bin Abdurrahman silsilahnya juga sampai kepada Baginda Shallallahu ‘alaihi wassalam, berikut nasab dan silsilah selengkapnya:
Habib Ali bin – Habib Abdurrahman – bin Ahmad – bin Abdul Qadir – bin Ali bin Umar – bin Segaf – bin Muhammad (Al-Qhadi) – bin Umar – bin Thoha (Al-Qhadi) – bin Umar – bin Thoha – bin Umar ash-Shofi – bin Abdurrahman – bin Muhammad – bin Ali – bin Sayyidina Syekh Al-Imam Al-Qutb Abdurrahman As-segaf – bin Syekh Muhammad (Maula Ad-Dawilayh) – bin Syekh Ali (Shohibud Dark) – bin Sayyidina Al-Imam Alwi Al-Ghuyur – bin Sayyidina (Al- Imam Al-Faqih Al-Muqaddam) Muhammad bin Sayyidina Ali – bin Sayyidina (Al-Imam) Muhammad (Shohib Marbath) – bin Sayyidina Ali (Al-Imam Kholi Qosam) – bin Sayyidina Alwi – bin Sayyidina (Al-Imam) Muhammad (Shohib As- Shouma’ah) – bin Sayyidina (Al-Imam) Alwi Alawiyyin (Shohib Saml) – bin Sayyidina (Al-Imam) Ubaidillah (Shohibul Aradh) – bin Sayyidina (Al-Imam Al- Muhajir) Ahmad – bin Sayyidina Al-Imam Isa (Ar-Rumi) – bin Sayyidina Al- Imam Muhammad An-Naqib – bin Sayyidina Al-Imam Ali Al-Uraydhi – bin Sayyidina Al- Imam Ja’far As-Shodiq bin Sayyidina Al-Imam Muhammad Al-Baqir bin Sayyidina (Al-Imam) Ali Zainal Abidin bin (Al-Imam As-Syahid Sayyidi Syabab Ahlil Jannah) Sayyidina Al-Husein Rodiyallahu bin Sayyidah Fatihmah Az- Zahra binti Sayyidina Muhammad Shallallahu ‘alaihi wasallam.
Habib Ali menikah dengan Syarifah Tuffahah binti Abdullah Al Haddad dan memiliki tujuh orang anak; Syarifah Zahro, Habib Ahmad pimpinan Majlis Annurul Kasysyaf, Habib Muhammad, Syarifah Zainab, Habib Alwi, Syarifah Aisyah, dan Habib Toha.
Habib Ali bin Abdurahman Assegaf memulai pendidikannya di bawah bimbingan Sang Ayah, Habib Abdurrahman bin Ahmad Assegaf, di Madrasah Tsaqafah Islamiyah, Bukit Duri. Kemudian sebagaimana pesan Sang Ayah, Habib Muhammad belajar ke berbagai ulama besar di zamannya, guru- gurunya dari kalangan Habaib adalah Habib Asad bin Syahab (wartawan Arab), Habib Ali bin Husein Al-Athos, Habib Ali bin Abdurahman Al-Habsyi, Habib Salim bin Ahmad bin Jindan. Adapun guru-gurunya dari kalangan ulama ahwal adalah Muallim Ahmad Junaedi Mentang Atas, RKH. Abdullah bin Nuh Bogor dan banyak lainnya.
Demikian sekelumit profil dan riwayat hidup seorang ulama kharismatik yang telah berpulang kehadirat Alloh Ta’alaa, Al Habib Ali Bin Abdurrahman Assegaf, Rahimahullah rahnatan wasi’ah. Semoga kita bisa mengambil ‘ibrah. Aamin.