Fatwapedia.com – Apa saja Aurat wanita tatkala dihadapan mahram? Allah Ta’âlâ telah memberikan isyarat kepada para wanita yang beriman agar menutup tubuhnya di depan mahram, kecuali ada beberapa anggota tubuh yang boleh dinampakkan di depan mereka. Firman-Nya :
وَلا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلا لِبُعُولَتِهِنَّ أَوْ آبَائِهِنَّ أَوْ آبَاءِ بُعُولَتِهِنَّ أَوْ أَبْنَائِهِنَّ أَوْ أَبْنَاءِ بُعُولَتِهِنَّ أَوْ إِخْوَانِهِنَّ أَوْ بَنِي إِخْوَانِهِنَّ أَوْ بَنِي أَخَوَاتِهِنَّ
“dan janganlah menampakkan perhiasannya, kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putra-putra mereka, atau putra-putra suami mereka, atau saudara-saudara laki-laki mereka, atau putra-putra saudara-saudara laki-laki mereka, atau putra-putra saudara-saudara perempuan mereka.” (An-Nur: 31)
Mereka yang disebutkan di atas adalah mahram wanita, para wanita diperbolehkan memperlihatkan perhiasannya kepada orang-orang tersebut (tafsir Ibnu Katsir).
Dalam ayat ini juga terdapat isyarat bahwa anggota tubuh wanita yang boleh dinampakkan adalah anggota tubuh yang biasanya menjadi tempat perhiasan, berdasarkan hal ini maka mengacu kepada jenis-jenis perhiasan yang biasa dipakai wanita, berarti aurat wanita yang boleh dinampakkan kepada mahramnya yaitu :
1. Cincin yang biasa dipakai di jari tangan, mengisyaratkan untuk telapak tangannya.
2. Gelang yang biasa dipakai di tangan, mengisyaratkan lengan tangan bagian bawah sampai sikunya.
3. Anting yang biasa dipakai di telinga, mengisyaratkan kepalanya.
4. Kalung yang biasa dipakai di leher, mengisyaratkan lehernya.
5. Gelang kaki yang biasa dipakai di betis, mengisyaratkan kaki bagian bawah sampai lututnya.
Al-Imam Abu Bakar Jashasha rahimahullah dalam tafsirnya (via Islamqa) mengatakan :
وأباح للزوج وذوي المحارم النظر إلى الزينة الباطنة . وروي عن ابن مسعود والزبير : القرط والقلادة والسوار والخلخال …
“Dibolehkan bagi suami dan mahramnya melihat perhiasan batinnya. Diriwayatkan oleh Ibnu Mas’ud dan Zubair radhiyallahu anhumaa, (bahwa perhiasan batin adalah) : anting, kalung, gelang tangan dan gelang kaki…”. -selesai-.
Atsar Ibnu Mas’ud radhiyallahu anhu diatas dishahihkan oleh Badruddin al-‘Ainiy (w. 855 H).
Catatan:
Dalam ayat diatas, tidak disebutkan paman baik dari pihak ayah (‘Âmmun) maupun dari pihak ibu (Khôlun), kata al-Imam Ibnu Katsir rahimahullah:
“Oleh sebab itu, seorang wanita tidak boleh membuka kain kerudungnya di hadapan pamannya, baik dari pihak ayah maupun dari pihak ibu. Demikian itu karena dikhawatirkan keduanya akan menggambarkan keadaannya kepada anak-anak laki-lakinya masing-masing.” -selesai-.
Yakni anak laki-laki dari pamannya bagi wanita adalah sepupunya yang bukan termasuk mahramnya.
Tentu membuka aurat di atas itu, catatannya adalah jika aman dari fitnah ketika itu dinampakkan kepada mahramnya, jika tidak tentu harus ditutup.
Wallahu A’lam.
Abu Sa’id Neno Triyono