Oleh : Ahmad Syahrin Thoriq
Fatwapedia.com – Al imam Hasan al Bashri adalah salah satu ulama generasi tabi’in yang paling banyak dinukil nasehat dan petuah indahnya. Nyaris tidak ada kitab yang ditulis ulama setelahnya dengan genre adab, akhlaq, zuhud dan nasehat agama lainnya, kecuali pasti akan menyertakan nasehat dari beliau ini.
Karena memang begitu banyak nasehat-nasehat indah yang telah beliau sampaikan kepada umat, sampai seorang ulama besar tabi’in di masanya, Abu Ja’far al Baqir berkata tentang imam Hasan :
ذاك الذي يشبه كلامه كلام الأنبياء
“Dia itu adalah orang yang perkataannya menyerupai ucapan para nabi.”[1]
Demikian pula fatwa-fatwanya dalam fiqih juga menjadi salah satu yang paling banyak dirujuk oleh ulama-ulama setelahnya. Di zamannya, halaqah ilmu yang beliau ampu, menjadi majelis yang paling banyak di hadiri oleh manusia.
Imam Hasan al Basri dikenal dengan keluasan ilmu dan juga penguasaannya terhadap berbagai disiplin ilmu. Hal ini tidaklah mengherankan, karena sejak kecil beliau dikenal sangat gigih belajar.
Semangatnya dalam menimba ilmu mengundang kegaguman banyak orang. Hampir semua shahabat Nabi yang masih hidup pernah didatangi olehnya untuk diambil ilmunya. Dan diriwayatkan ketika kecil sayidina Umar bin Khattab diriwayatkan pernah berkata mendoakan dirinya :
اللهم فقهه في الدين، وحببه إلى الناس
“Ya Allah, ajarkanlah ilmu agama kepada anak ini dan buatlah orang banyak mencintainya.” [2]
Nama lengkap beliau adalah Hasan bin Yasar, dengan kunyah (panggilan ) Abu Sa’id. Ayahnya, Yasar adalah mantan budak dari shahabat Nabi yang bernama Zaid bin Tsabit radhiyallahu’anhu. Sang imam lahir pada masa-masa terakhir kekhalifahan sayidina Umar bin Khattab dan menjalani sebagian besar kehidupannya pada masa daulah Bani Umayyah.
1. Pujian ulama kepadanya
Anas bin Malik radhiyallahu’anhu berkata :
سلوا الحسن، فإنه حفظ ونسينا
“Bertanyalah kalian kepada al-Hasan, karena beliau selalu ingat tatkala kami lupa.”[3]
Abu Burdah berkata :
ما رأيت أحدا أشبه بأصحاب محمد -صلى الله عليه وسلم- منه
“Aku belum pernah melihat seorang pun yang menyerupai para sahabat Rasulullah ﷺ kecuali dia.”[4]
Imam Qatadah berkata :
كان الحسن من أعلم الناس بالحلال والحرام
“Hasan adalah orang yang paling tahu tentang halal dan haram.”[5]
Hisyam bin Hasan berkata :
كان الحسن أشجع أهل زمانه
“Hasan adalah orang yang paling cerdas di masanya.”[6]
Amru bin ‘Ala berkata :
ما رأيت أفصح من الحسن
“Aku tidak pernah melihat orang yang lebih fasih dari pada Hasan.”[7]
Muhammad bin Sa’ad berkata :
كان الحسن -رحمه الله- جامعا، عالما، رفيعا، فقيها، ثقة، حجة، مأمونا، عابدا، ناسكا، كثير العلم، فصيحا، جميلا
“Al-Hasan –rahimahullah- adalah orang yang suka melakukan shalat berjamaah, ‘alim, terhormat, ahli fikih, terpercaya, pandai berdebat, ahli ibadah, berperawakan sempurna, banyak ilmu, fasih berbicara dan tampan mempesona”.[8]
Bakr bin Abdullah al Muzani berkata :
من سره أن ينظر إلى أفقه من رأينا، فلينظر إلى الحسن
“Siapa yang ingin melihat orang yang paling faqih yang pernah kami temui, maka lihatlah Hasan.”[9]
Humaid bin Hilal berkata :
قَالَ لَنَا أَبُو قَتَادَةَ: الْزَمُوا هَذَا الشَّيْخَ، فَمَا رَأَيْتُ أَحَداً أَشْبَهَ رَأْياً بِعُمَرَ مِنْهُ -يَعْنِي: الحَسَنَ
“Abu Qatadah pernah berkata : Ikutilah Syekh ini karena dibanding yang lain, dia memiliki pendapat yang lebih mirip dengan pendapat Umar radhiyallahu’anhu.”
Khalid bin Shafwan bertemu dengan Maslamah bin Abdul Malik, lantas Maslamah berkata : Wahai Khalid, ceritakanlah kepadaku tentang Hasan al Bashri, lalu Khalid berkata :
أشبه الناس سريرة بعلانية، وأشبهه قولا بفعل، إن قعد على أمر، قام به، وإن قام على أمر، قعد عليه، وإن أمر بأمر، كان أعمل الناس به، وإن نهى عن شيء، كان أترك الناس له، رأيته مستغنيا عن الناس، ورأيت الناس محتاجين إليه.
قال: حسبك، كيف يضل قوم هذا فيه
“Beliau adalah orang yang paling sesuai antara dzahir dan bathinnya dan paling cocok antara ucapan dengan perbuatannya. Jika dia menganggap penting sebuah perkara dia akan melakukannya, sebaliknya apa yang dilakukannya adalah sesuatu yang penting dilakukan.
Jika beliau memerintahkan sesuatu maka beliaulah orang yang paling sering melakukannya, jika melarang sesuatu, beliau orang yang paling menghindarinya.
Dan aku melihat sosok Hasan al Bashri sebagai orang yang tidak membutuhkan manusia, namun orang-orang sangat membutuhkannya.
Kemudia maslamah menyela perkataan Khalid: Cukup wahai Khalid, bagaimana suatu kaum bisa sesat sementara tokoh seperti Hasan al Bashri ada bersama mereka.”[10]
Ayub berkata :
كان الحسن يتكلم بكلام كأنه الدر، فتكلم قوم من بعده بكلام يخرج من أفواههم كأنه القيء.
“Dulu kata-kata hikmah yang keluar dari Hasan al-Bashri bagaikan untaian mutiara, sepeninggal Hasan, perkataan yang keluar dari suatu kaum bagaikan muntahan.”[11]
Yunus bin Ubaid berkata :
ما رأيت اطول حزنا من الحسن وكان يقول نضجك ولعل الله قد اطلع على اعمالنا فقال لا اقبل منكم شيئ
“Aku tidak pernah melihat orang yang sering merasa gelisah melebihi Hasan. (ketika imam Hasan ditanya alasannya) ia menjawab : Bagaimana mungkin aku bisa tertawa, sementara aku tidak tahu, barangkali Allah ketika melihat amalku kemudian Dia menolaknya.”[12]
2. Nasehat dan petuahnya
Berikut diantara untaian nasehat bijak nan indah dari imam Hasan al Bashri rahimahullah :
الفتنة إذا أقبلت عرفها كلّ عالم وإذا أدبرت عرفها كلّ جاهل
“Sesungguhnya fitnah apabila datang maka akan diketahui oleh setiap yang alim dan apabila ia lenyap baru diketahui oleh setiap yang jahil.”[13]
المؤمن من علم أن ما قال الله كما قال، والمؤمن أحسن الناس عملا، وأشد الناس وجلا، فلو أنفق جبلا من مال، ما أمن دون أن يعاين، لا يزداد صلاحا وبرا إلا ازداد فرقا، والمنافق يقول: سواد الناس كثير، وسيغفر لي، ولا بأس علي، فيسيء العمل، ويتمنى على الله
“Mukmin sejati adalah orang-orang yang meyakini firman Allah ta’ala sebagaimana yang difirmankan, bahwa seorang mukmin adalah orang yang paling baik amalnya, orang yang paling takut kepada-Nya.
Bahkan seandainya dia telah menginfakkan harta sebesar gunung maka dia belum merasa aman (dari murka Allah) sebelum dia menyatakan sendiri dengan mata kepala (mati), seorang mukmin tidak akan bertambah keshalihan dan kebaikannya kecuali bertambah pula takutnya pada Allah.
Sedangkan orang-orang munafik, dia akan berkata : Kesalahan manusia sangat banyak, aku akan diampuni, tidak masalah jika aku melakukan kemaksiatan, lantas dia melakukan amal-amal buruk sambil mengharap ampunan dari Allah.”[14]
Mughirah bin Muhawish bertanya kepada Hasan al Bashri : “Ya Aba Said, sesunguhnya kami bertemu dengan ulama yang menakut-nakuti kami akan adzab Allah hingga hampir saja mereka melepaskan hati kami (karena takutnya kami) dan ada juga ulama yang perkataannya memudah-mudahkan, siapakah yang lebih baik ?
Imam Hasan menjawab :
يا عبد الله انه من خوفك حتى تلقى الا من خير ممن امنك حتى تلقي المخافة
“Wahai hambanya Allah, ulama yang ucapannya membuatmu takut di dunia hingga akhirnya kamu mendapatkan rasa aman di akhirat lebih baik dari ulama yang ucapannya membuatmu merasa aman di dunia namun ahirnya kamu mendapati rasa takut di akhirat.” [15]
الصلاة اذا لم تنه عن الفحشاء والمنكر لم تزد صاحبها الا بعدا
“Shalat yang tidak menjadikan pelakunya menjauhi hal-hal buruk dan kemunkaran akan menjadikan pelakunya semakin jauh dari Allah.”[16]
وان المنافق لو كانت النار خلف هذا الحائط لم يصدق بها حتى يتجهم عليها
“Seandainya neraka ada di balik sebuah tembok, orang munafik masih tidak akan mempercayainya sebelum dia menerjangnya.”[17]
الرجاء والخوف مطيتا المؤمن
“Mengharap rahmat dari Allah dan takut akan adzabnya merupakan dua kendaraan mukmin menuju makrifat Allah.”[18]
عن مالك بن دينار عن الحسن قال قلت له ما عقوبة العالم قال موت القلب قلت وما موت القلب قال طلب الدنيا بعمل الاخرة
“Malik bin Dinar bertanya pada Hasan al Bashri : Apa hukuman Allah pada seorang ulama ? Hasan menjawab : Hati yang mati. Malik bin Dinar melanjutkan pertanyaannya : Bagaimana kematian hati ? Hasan kembali menjawab : Mencari harta dunia dengan amal-amal akhirat.”[19]
افضل العلم الورع والتوكل
“Ilmu yang paling utama adalah yang menjadikan seseorang berhati-hati dalam halal haram dan memperkuat tawakkal.”[20]
لباب واحد من العلم اتعلمه احب الى من الدنيا وما فيها
“Mendapatkan satu inti sari ilmu yang kupelajari lebih kusukai daripada mendapat dunia seisinya.”[21]
اذا رأيت الرجل ينافس في الدنيا فنافسه في الاخرة
“Jika kau melihat seseorang bersaing dalam hal dunia maka ajaklah dia berkompetisi dalam urusan akhirat.”[22]
ما أعز أحد الدرهم إلا أذله الله
“Tidak ada seorang pun yang membesar-besarkan dirham (harta) kecuali Allah akan menghinakannya.”[23]
ابن آدم، إنما أنت أيام، كلما ذهب يوم، ذهب بعضك
“Wahai anak keturunan Adam, sesungguhnya kalian itu hanyalah susunan hari-hari, ketika berlalu satu hari, hilanglah sebagian dari dirimu.”[24]
3. Kewafatannya
Al imam Hasan al Bashri rahimahullah wafat pada bulan Rajab tahun 110 H di usia 88 tahun. Sebuah riwayat menyebutkan bahwa di hari kewafatannya, shalat Ashar berjama’ah tidak bisa dilakukan di masjid-masjid karena manusia tumpah ruah ke jalanan menghadiri pemakaman jenazahnya.[25] Wallahu a’lam.
Footnote:
[1] Hilyatul Aulia (2/147)
[2] Akhbarul Qudhah (2/5)
[3] Siyar A’lam Nubala (4/573)
[4] Taqabaht li Ibnu Sa’ad (7/162)
[5] Ibid (7/163)
[6] Siyar A’lam Nubala (4/578)
[7] Ibid
[8] Thabaqat li Ibn Sa’ad (7/157)
[9] Siyar A’lam Nubala (4/578)
[10] Hilyatul Aulia (2/147)
[11] Siyar A’lam Nubala (4/577)
[12] Siyar A’lam Nubala (4/585)
[13] Thabaqat al Kubra (9/166)
[14] Hilyatul Aulia (2/153)
[15] Siyar A’lam Nubala (4/585)
[16] Hayah as Salaf hal. 195
[17] Zuhud li Ahmad hal. 215
[18] Raudhatul ‘Abidin hal.117
[19] Syu’abul Imam (2/296)
[20] Zuhud li Ahmad hal. 215
[21] Zuhud li Ahmad hal. 217
[22] Mushanaf Ibnu Abi Syaibah (19/538)
[23] Zuhud li Ahmad hal. 270
[24] Hilyah Aulia (2/148)
[25] Siyar A’lam Nubala (4/587)