Fikroh.com – Al-Qur’an menjadi satu-satunya kitab suci yang paling luas penyebarannya. Hampir diseluruh negara ada. Meskipun bahasa asli Al-Qur’an adalah bahasa arab, namun berkat dedikasi para ulama dan umat islam Al-Qur’an dapat dengan mudah dipahami oleh semua orang lewat terjemahannya. Tidak dipungkiri keberadaan Qur’an terjemah memudahkan kaum muslimin dalam mengetahui makna ayat dalam Al-Qur’an. Namun apa hukum asalnya menterjemah Al-Qur’an ke dalam berbagai bahasa? Simak uraian selengkapnya di bawah ini.
1. Definisi Terjemah Al-Qur’an
Terjemah Al-Qur’an artinya memindahkan Al-Qur’an pada bahasa lain yang bukan bahasa Arab dan mencetak terjemah ini ke dalam beberapa naskah agar dapat dibaca orang yang tidak mengerti bahasa Arab sehingga ia bisa memahami maksud kitab Allah S.w.t dengan perantaraan terjemah ini.
2. Macam-macam Terjemahan Al-Qur’an
Terjemahan Al-Qur’an ini terbagi menjadi dua bagian:
a. Terjemahan harfiyyah (litterlijk).
b. Terjemahan tafsiriyyah (ma’nawiyah).
Yang dimaksud dengan bagian pertama (terjemahan harfiyah) yaitu menterjemahkan Al-Qur’an kepada bahasa Indonesia, Inggris, Jerman, Perancis dan lain-lain mengenai lafazh, kosa-kata, jumlah dan susunannya dengan terjemahan yang sesuai dengan bahasa aslinya. Contohnya seperti dikatakan orang ”Al-Qur’an dengan bahasa Inggris” atau ”Al-Qur’an dengan bahasa Jerman” dan lain-lain. Terjemahan semacam ini sama dengan meletakkan sinonim kata pada sesamanya. Sebagian orang menamakan terjemah ini dengan “terjemah lafazhnya”.
Yang dimaksud bagian kedua (terjemahan tafsiriyah) yaitu menterjemahkan arti ayat-ayat Al-Qur’an dimana sipenterjemah samasekali tidak terikat dengan lafazhnya, tetapi yang menjadi perhatiannya adalah arti Al-Qur’an diterjemahkan dengan lafazh-lafazh yang tidak terikat oleh kata-kata dan susunan kalimat. Penterjemah hanya berpegang pada bahasa asal lalu memahaminya kemudian dituangkan ke dalam bentuk bahasa lain dan arti ini sesuai dengan maksud pemakai bahasa asal tanpa memaksakan diri membahas dan meneliti setiap suku kata atau lafazh. Terjemahan semacam ini dinamakan terjemah tafsiriyah atau terjemah ma’nawiyah.
3. Syarat-syarat Terjemah
Baik terjemahan harfiyah maupun terjemahan tafsiriyah disyaratkan adanya syarat-syarat yang kami ringkaskan sebagai berikut:
- Penterjemah hendaknya mengetahui dua bahasa (bahasa asli dan bahasa terjemah).
- Mendalami dan menguasai uslub-uslub dan keistimewaan-keistimewaan bahasa yang hendak ia terjemahkan.
- Hendaknya shighoh (bentuk) terjemah itu benar, dimana, mungkin dituangkan kembali ke dalam bahasa aslinya.
- Terjemah itu bisa memenuhi semua arti dan maksud bahasa asli dengan lengkap dan sempurna.
Sedang untuk terjemahan harfiyah, disamping syarat-syarat tersebut di atas disyaratkan pula dua syarat berikut ini:
- Adanya kosa-kata kosa-kata yang sempurna dalam bahasa terjemah sama dengan kosa-kata kosa-kata bahasa asli.
- Harus adanya persesuaian kedua bahasa mengenai kata ganti dan kalimat penghubung yang menghubungkan antara satu jumlah dengan jumlah yang lain untuk menyusun kalimat.
4. Bolehkah menterjemahkan Al-Qur’an secara harfiyah?
Berdasarkan uraian di atas mengenai pembagian terjemahan secara harfiyyah dan tafsiriyyah, mengetahui arti masing-masing kedua bahasa dan syarat-syarat yang diperlukan dalam terjemah, maka jelaslah bagi kita bahwa terjemahan harfiyyah itu tidak boleh untuk menterjemahkan Al-Qur’an karena faktor-faktor sebagai berikut:
- Bahwasanya tidak boleh menulis Al-Qur’an bukan dengan huruf-huruf bahasa Arab, dimaksud agar tidak menjadi penyalahgunaan dan perobahan arti.
- Bahasa-bahasa yang bukan bahasa Arab di dalamnya tidak terdapat lafazh-lafazh, kosa-kata dan kata ganti yang bisa menduduki lafazh-lafazh bahasa Arab.
- Meringkas lafazh-lafazh bahasa Arab, besar kemungkinan menimbulkan kerusakan arti yang menyebabkan cacad dalam redaksi dan susunan. Di bawah ini kami kemukakan beberapa contoh tentang uraian di atas sebagai berikut:
Kalau kita terjemahkan ayat:
Terjemahan ini artinya rusak dan tidak dimaksudkan oleh Al Qur’anul Karim, bahkan penterjemah sendiri memungkinkan merusak bentuk terjemah ini dan ia akan mengatakan ”Kenapa Allah melarang kita mengikatkan tangan pada pundak, atau memanjangkan tangan terus?” Padahal sebenarnya redaksi yang ada dalam Al-Qur’an itu maksudnya hanya semata-mata sebagai tamtsil (contoh) untuk menjelaskan akibat berlebih-lebihan atau kikir. Pengertian ini adalah suatu pengertian yang sangat indah yang hanya dapat dipahami oleh orang yang memahami uslub bahasa arab dalam percakapan dengan uslub yang baik
5. Terjemah Al-Qur’an dengan Ma’na.
Menterjemahkan Al-Qur’an dengan ma’na asal memenuhi syarat-syarat tersebut di atas itu diperbolehkan. Dan terjemahan semacam ini tidak boleh dinamakan Al-Qur’an tetapi dinamakan ”Tafsir Al-Qur’an”, sebab Allah menganggap kita beribadah apabila kita mengucapkan lafazh-lafazh Al-Qur’an, dan kita tidak bisa dianggap ibadah jika kita berkata bukan dengan lafazh-lafazh Al Qur’an.
Oleh karena itu tentang sabda Rasulullah s.a w. boleh kita meriwayatkannya dengan artinya saja. Misalnya kita katakan: ”Rasulullah s.a.w. bersabda yang artinya demikian”. Tetapi untuk Al Qur’an samasekali tidak diperbolehkan meriwayatkan dengan artinya saja. Maka tidak benar kalau kita katakan: ”Allah s.w.t. berfirman yang artinya demikian”. Bahkan Al-Qur’an harus dibaca lengkap dengan huruf-huruf dan lafazh-lafazhnya karena Al-Qur’an langsung diwahyukan dari Allah swt. dan Al-Qur’an merupakan mujizat baik lafaz maupun maknanya.
Terjemah di sini sebenarnya bukan terjemah Al-Qur’an tetapi merupakan terjemahan mengenai arti-arti Al-Qur’an atau terjemah tafsir Al-Qur’an.
Allah telah menurunkan kitab-Nya kepada seluruh makhluk untuk menjadi sumber petunjuk, bimbingan dan kebahagiaan bagi mereka. Maka tidak ada seorangpun yang boleh melarang kita untuk memindahkan arti-arti Al-Qur’an kepada bangsa-bangsa lain yang tidak mengerti bahasa Arab, agar mereka bisa memanfa’atkan sinar Al-Qur’an dan bisa mengambil petunjuk dan bimbingannya. Ini jelas merupakan salah satu tujuan dari Al-Qur’an. Allah berfirman.
“Sesunggunnya Al-Quran ini memberi petunjuk pada jalan yang lurus.” (QS. Isra ayat 9)
Menterjemahkan Al-Qur’an dengan arti ini jelas dibolehkan oleh Ulama bahkan diwajibkan kepada seluruh orang Islam agar mereka bisa menyampaikan da’wah Allah kepada manusia, serta membawa hidayah Al-Qur’an kepada mereka. Dan dengan tidak memakai terjemah semacam ini manusia tidak akan bisa mengetahui kebesaran syari’at, keindahan agama dan keelokan Al-Qur’an itu sendiri. Allah senantiasa memfirmankan kebenaran dan menunjukkan jalan yang lurus.
Demikian penjelasan lengkap mengenai hukum menterjemah Al-Qur’an kedalam bahasa lain dan syarat-syarat yang harus dipenuhi. Serta pembagian dua jenis terjemah Al-Qur’an yang masyhur di tengah-tengah kita. Semoga tulisan ini bermanfaat.
Sumber: Kitab At Tibyan fii ‘ulumil Qur’an, Syaikh Ali ash-Shabuniy