Fatwapedia.com – Mana lebih afdhal shalat tahajjud sendirian dengan baca bacaan ayat yang difahami artinya, ketimbang shalat berjamaah suami dengan bacaan ayat-ayat tidak dipahami artinya bahkan ayat yang kita tidak hafal? (Ustzh A Maemunah DSW Sulbar).
Shalat sunnah, umumnya dilakukan sendiri. Itulah yang lebih utama dibanding berjamaah, kecuali shalat sunnah tertentu seperti tarawih, istisqa, khusuf/kusuf, dan shalat di dua hari raya.
Imam An Nawawi menjelaskan:
أَنَّ النَّوَافِلَ لَا تُشْرَعُ الْجَمَاعَةُ فِيهَا إلَّا فِي الْعِيدَيْنِ وَالْكُسُوفَيْنِ وَالِاسْتِسْقَاءِ وَكَذَا التَّرَاوِيحُ وَالْوِتْرُ بَعْدَهَا إذَا قُلْنَا بِالْأَصَحِّ إنَّ الْجَمَاعَةَ فِيهَا أَفْضَلُ وَأَمَّا بَاقِي النَّوَافِلِ كَالسُّنَنِ الرَّاتِبَةِ مَعَ الْفَرَائِضِ وَالضُّحَى وَالنَّوَافِلِ الْمُطْلَقَةِ فَلَا تُشْرَعُ فِيهَا الْجَمَاعَةُ أَيْ لَا تُسْتَحَبُّ لَكِنْ لَوْ صَلَّاهَا جَمَاعَةً جَازَ وَلَا يُقَالُ إنَّهُ مَكْرُوهٌ وَقَدْ نَصَّ الشَّافِعِيُّ رَحِمَهُ اللَّهُ فِي مُخْتَصَرَيْ الْبُوَيْطِيِّ وَالرَّبِيعِ عَلَى أَنَّهُ لَا بَأْسَ بِالْجَمَاعَةِ فِي النَّافِلَةِ وَدَلِيلُ جَوَازِهَا جَمَاعَةُ أَحَادِيثَ كَثِيرَةٍ فِي الصَّحِيحِ
ٍShalat nawafil (sunnah) tidaklah disyariatkan secara berjamaah kecuali shalat ‘id, gerhana (matahari dan bulan), istisqa’, demikian juga tarawih dan witir setelahnya. kami katakan dengan yang lebih shahih bahwa berjamaah pada shalat-shalat ini lebih utama. Ada pun shalat-shalat sunnah lainnya, seperti rawatib, dhuha, shalat mutlak, tidaklah disyariatkan berjamaah yaitu tidak mustahab (sunnah), tapi jika dilakukan berjamaah maka itu boleh, dan tidak dikatakan makruh. Imam Asy Syafi’i telah mengatakan dalam Mukhtashar Al Buwaithi dan Ar Rabi’, bahwa tidak apa-apa shalat sunnah berjamaah. Dalil kebolehannya sejumlah hadits yang banyak dalam kitab Shahih. (Al Majmu’ Syarh Al Muhadzdzab, 4/55)
Maka, jika seseorang istri memilih sendiri shalat tahajud, maka itu sesuai keumuman keutamaan shalat sunnah yang memang lebih utama sendiri.
Ada pun jika berjamaah tahajud bersama suami, bukan berarti tidak ada keutamaan, itu pun memiliki keutamaan yang luar biasa berdasarkan hadits berikut:
Dari Abu Hurairah Radhiallahu ‘Anhu, bahwa Rasulullah ﷺ bersabda:
إِذَا أَيْقَظَ الرَّجُلُ أَهْلَهُ مِنْ اللَّيْلِ فَصَلَّيَا أَوْ صَلَّى رَكْعَتَيْنِ جَمِيعًا كُتِبَا فِي الذَّاكِرِينَ وَالذَّاكِرَاتِ
“Jika seorang laki-laki bangun tidur pada malam hari, lalu membangunkan isterinya untuk shalat dua rakaat bersama-sama (jami’an), maka mereka berdua dicatat sebagai orang yang banyak berdzikir. ” (HR. Abu Daud no. 1309. Imam An Nawawi menyatakan shahih. Lihat Riyadhushshalihin, hal. 134)
Shalat tahajudnya sendiri adalah sunnah, ada pun berjamaahnya adalah sekedar boleh saja selama tidak dilakukan sebagai kebiasaan.
Imam Ibnu Taimiyah mengatakan:
مَا لَيْسَ بِسُنَّةِ رَاتِبَةٍ مِثْلَ الِاجْتِمَاعِ لِصَلَاةِ تَطَوُّعٍ مِثْلَ قِيَامِ اللَّيْلِ أَوْ عَلَى قِرَاءَةِ قُرْآنٍ أَوْ ذِكْرِ اللَّهِ أَوْ دُعَاءٍ . فَهَذَا لَا بَأْسَ بِهِ إذَا لَمْ يُتَّخَذْ عَادَةً رَاتِبَةً
Hal Sunah yang bukan rawatib, berkumpul untuk melaksanakan tathawwu’ (ibadah sunah), seperti qiyamullail, membaca Al Quran, dzikrullah, atau berdoa. Itu semua tidak apa-apa dilakukan berjamaah, jika tidak dijadikan kebiasaan. (Majmu’ Al Fatawa, 23/132)
Kadang, persoalan ini tidak bisa dipukul rata. Ada orang tertentu merasa lebih nikmat, syahdu, dan khusyu’ shalat malam secara berjamaah dengan imam yang bacaannya bagus dan merdu, dibanding dia shalat sendiri yang surat dibaca itu-itu lagi. Walau pun hukumnya tetap boleh, bisa jadi buat orang seperti ini -saat itu- dia lebih baik berjamaah dengan imam yang bagus itu dibanding dia shalat sendiri dengan bacaan yang tidak terlalu bagus dan tidak mengantarkannya kepada kekhusyukan. Demikian. Wallahu A’lam.
Dijawab oleh: Ust. Farid Nu’man Hasan