Fatwapedia.com – Ada beberapa teman yang bertanya kepada kami, apakah benar bahwa salah seorang ulama mazhab Syafi’i yang bernama Imam Ibnu Hajar Al-Haitami membidahkan bacaan salawat di sela-sela shalat Tarawih di dalam kitab Fatawa Fiqhiyyah Kubra? Karena belakang ini beredar cuplikan fatwa beliau.
Kami jawab : Cuplikan fatwa dari beliau (Imam Ibnu Hajar Haitami) yang beredar belakangan ini diterjemah oleh pihak tertentu secara tidak lengkap. Sehingga terkesan, bahwa beliau membidahkan amalan tersebut secara mutlak. Yang mungkin hal ini ingin dijadikan point untuk menyudutkan Syafawi’ (pengikut mazhab Syafi’i) di Indonesia, bahwa amaliah mereka bertentangan dengan imam mereka sendiri. Menurut hemat kami, ini tindakan yang tidak amanah dan termasuk khianat ilmiyyah dengan mengatasnamakan beliau.
Yang benar, bahwa imam Ibnu Hajar Al-Haitami memerinci masalah ini. Jika membaca shalawat di sela-sela shalat Tarawih tersebut diyakini sebagai suatu amalan yang disunahkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam secara khusus, maka ini hukumnya bidah. Adapun jika tidak diyakini demikian, tapi hanya diyakini bahwa membaca shalawat tersebut sesuatu yang disunakan di setiap setiap waktu (dan termasuk di dalamnya di sela-sela shalat Tarawih), maka ini sesuatu yang hasan (baik).
Syekh Islam Imam Ibnu Hajar Al-Haitami (w. 974 H) rahimahullah berkata :
الصَّلَاةُ فِي هَذَا الْمَحَلِّ بِخُصُوصِهِ لَمْ نَرَ شَيْئًا فِي السُّنَّةِ وَلَا فِي كَلَامِ أَصْحَابِنَا فَهِيَ بِدْعَةٌ يُنْهَى عَنْهَا مَنْ يَأْتِي بِهَا بِقَصْدِ كَوْنِهَا سُنَّةً فِي هَذَا الْمَحَلِّ بِخُصُوصِهِ دُونَ مَنْ يَأْتِي بِهَا لَا بِهَذَا الْقَصْدِ كَأَنْ يَقْصِدَ أَنَّهَا فِي كُلِّ وَقْتٍ سُنَّةٌ مِنْ حَيْثُ الْعُمُومُ
“Bershalawat di posisi ini (di sela-sela shalat Tarawih) secara khusus, kami belum mengetahui dalilnya di dalam sunah (hadis), tidak pula dari pernyataan para sahabat kami (ulama mazhab Syafi’i). Maka hal itu termasuk bidah yang dilarang bagi yang melakukannya dengan maksud hal itu sebagai suatu amalan sunah di kesempatan tersebut secara khusus, tanpa seorang yang mengamalkannya tidak dengan maksud seperti ini, seperti seorang yang memaksudkan bahwa hal itu disunahkan di setiap waktu secara umum.”(Fatawa Fiqhiyyah Kubra, juz I, hlm. 186).
Jadi, bagi mereka yang mengamalkan amaliah ini dalam kondisi tidak menyakininya sebagai sebuah sunah secara khusus di kesempatan tersebut, tapi hanya sesuatu yang disunahkan secara umum di setiap waktu, termasuk di dalamnya adalah di sela-sela shalat Tarawih, maka boleh, bahkan termasuk hal yang baik. Kalaupun ada orang awam yang menyakini hal itu sebagai sunah secara khusus, maka diluruskan saja keyakinannya, tanpa harus melarang mengamalkannya.
Semoga penjelasan singkat ini bermanfaat bagi kita sekalian. Mohon maaf jika ada kata-kata yang kurang berkenan. Barakallahu fiikum. (Abdullah Al-Jirani)
Dzikir Diantara Shalat Tarawih (Fatwa Syekh ‘Athiyyah Shaqar)
Pertanyaan:
Mereka yang melaksanakan shalat Tarawih berjamaah membaca beberapa zikir yang dibaca di sela-sela dua atau empat rakaat Tarawih. Sebagian orang menganggap ini perbuatan bid’ah, tidak disyariatkan. Apa pendapat Islam dalam masalah ini?
Jawaban:
Tidak ada nash yang melarang zikir atau doa atau membaca al-Qur’an di sela-sela antara dua atau empat rakaat Tarawih, masuk dalam perintah berzikir yang bersifat umum di semua kondisi. Bahwa kalangan Salaf tidak melakukannya, tidak berarti larangan, disamping itu riwayat yang mengatakan bahwa mereka melarang adalah riwayat yang tidak terpercaya.
Pemisah antara dua atau empat rakaat tersebut sama seperti apa yang dilakukan penduduk Mekah, mereka melaksanakan Thawaf tujuh putaran diantara dua istirahat (shalat Tarawih), itulah yang membuat orang-orang Madinah menambah jumlah rakaat Tarawih mereka lebih dari dua puluh rakaat untuk mengganti Thawaf tersebut. Itu hanyalah cara pengaturan untuk mengetahui jumlah berapa rakaat yang telah mereka laksanakan, disamping untuk memberikan semangat kepada orang-orang yang melaksanakan shalat Tarawih, tidak ada larangan sama sekali, dan tidak pula termasuk dalam istilah bid’ah.
Nash-nash secara umum tidak mendukung pendapat yang melarang dan tidak pula menentang. Andai pun disebut bid’ah, maka tergolong apa yang dikatakan Umar ra, “Sebaik-baik bid’ah adalah perbuatan ini”, ketika beliau menyaksikan kaum muslimin berkumpul untuk melaksanakan shalat Tarawih di belakang Ubai bin Ka’ab.