Fatwapedia.com – Menjadi tradisi dan bahkan undang-undang negara, bahwa seorang pejabat negara yang beragama islam saat dilantik disumpah menggunakan al-Qur’an. Lalu apa hukum Bersumpah Dengan Al-Qur`an menurut islam? Berikut ulasannya.
Al-Qur`an adalah kalam Allah dan bukan makhluk, dan kalam-Nya adalah salah satu dari sifat-sifat-Nya, karena itu mayoritas ulama berpendapat – berbeda dengan Abu Hanifah- bahwa dibolehkannya bersumpah dengan Al-Qur`an dan dianggap sebagai sumpah, dan menguatkan hal ini bahwa sumpah seperti meminta pertolongan tidak dianggap kecuali dengan menyebut nama Allah. Telah ditetapkan dari nabi –shallallahu ‘alaihi wasallam- meminta pertolongan dengan sebagian sifat-sifat Allah, seperti sabdanya –shallallahu ‘alaihi wasallam-:
أَعُوذُ بِوَجْهِكَ
“Aku berlindung dengan kedudukan-Mu… [Shahih, Hadits riwayat: Al-Bukhariy (4628) dan selainnya dari hadits Jabir]
Sabdanya –shallallahu ‘alaihi wasallam-:
أَعُوذُ بِكَلِمَاتِ اللهِ التَّامَّاتِ
“Aku berlindung dengan kalam-kalam Allah yang sempurna… [Shahih, Hadits riwayat: Muslim (2708), dan selainnya dari hadits khaulah binti Hakim]
Sabdanya -shallallahu ‘alaihi wasallam-:
أَعُوذُ بِرِضَاكَ مِنْ سَخَطِكَ
“Aku berlindung dengan keridhaan-Mu dari kemurkaan-Mu… [Muslim: 485] dan yang seperti itu banyak contohnya. (Al Mughni (11/193), dan Majmu’ al-Fatawa (35/237) dan pendapat akhir mazhab Hanafiyah seperti Ibnul Hamam dan Al-‘Ayni kepada penguatan mazhab mayoritas pada penganggapan sumpah dengan Al-Qur`an, dan lihat Al Fiqhul Islami Wa Adillatuh (3/379)
Catatan Penting : Siapa yang bersumpah dengan mushaf: maka jika yang dimaksud adalah Al-Qur`an yang tertulis di dalamnya kalam Allah maka boleh, dan jika yang dimaksudkan adalah kertas yang tertulis di dalamnya maka tidak boleh. Allah Maha Tahu.
Ucapan Orang Yang Bersumpah: La’amrullah (Demi Hidup Allah)
Disebutkan di dalam hadits `A’isyah -radhiyallahu `anha- ketika para pendusta mengatakan apa yang telah mereka katakan dan Allah telah membersihkannya, lalu nabi -shallallahu ‘alaihi wasallam- berdiri dan meminta izin pada `Abdullah bin Ubay, lalu Usaid bin Hudhair berdiri, dan berkata kepada Sa’ad bin ‘ubadah:
لَعَمْرُ اللَّهِ لَنَقْتُلَنَّهُ
“Demi hidup Allah kami akan membunuhnya” [Shahih, Hadits riwayat: Al-Bukhariy (6662)].
Umur adalah kehidupan, maka bagi siapa yang berkata: (demi hidup Allah) seolah-olah dia bersumpah dengan kekekalan Allah, dan ini boleh menurut para ulama secara umum[6] dan dianggap sebagai sumpah secara mutlak, berdasarkan hadits di atas, dan terdapat di dalamnya pengakuan nabi -shallallahu ‘alaihi wasallam- kepada ucapan Usaid “demi hidup Allah kita akan membunuhnya” dan tidak mengingkarinya.
Allah -subhanahu wa ta`ala- telah berfirman:
(لَعَمْرُكَ إِنَّهُمْ لَفِي سَكْرَتِهِمْ يَعْمَهُونَ)
“Demi umurmu (Muhammad) sesungguhnya mereka terombang ambing di dalam kesesatan. [Surat Al Hijr, 72.]
Maka telah ditetapkan dengan pengetahuan syariat, kemudian karena maknanya adalah: demi kekekalan Allah, atau: demi hidup Allah, maka itu adalah sumpah dengan sifat dzat Allah, maka dibolehkan.
Siapa Yang Berkata: Wa ‘Ahdillah (demi kekuasaan Allah)
Para ulama berbeda pendapat bagi orang yang mengucapkan: “demi kekuasaan Allah” atau “kekuasaanku” apakah sumpahnya dianggap dengan kalimat tersebut menjadi tiga pendapat:
Pertama: Bersumpah Dengan Janji Allah Dianggap Sebagai Sumpah Secara Mutlak:ini adalah pendapat Hasan, Thawus, As Sya’bi, Al Awza’I, Malik dan Ahmad. Dalil mereka adalah:
Firman Allah Subhanahu wata’ala :
(وَأَوْفُوا بِعَهْدِ اللَّهِ إِذَا عَاهَدتُّمْ ولَا تَنقُضُوا الْأَيْمَانَ بَعْدَ تَوْكِيدِهَاَ)
“Dan tepatilah perjanjian dengan Allah apabila engkau berjanji dan janganlah engkau membatalkan sumpah-sumpahmu itu setelah meneguhkannya. [Al-Qur`an Surat An Nahl, 91]
Firman Allah Subhanahu wata’ala : وَلَا تَنقُضُوا الْأَيْمَانَ بَعْدَ تَوْكِيدِهَا) ) tidak didahului selain kalimat ‘ahd maka diketahui bahwa kalimat tersebut adalah sumpah.
Penulis berkata: Bahwa tidak diharuskan dari pengikutan sumpah kepada ‘ahd menjadikannya sebagai sumpah.
b. Dari Ibnu Mas’ud dari nabi -shallallahu ‘alaihi wasallam- bersabda:
مَنْ حَلَفَ علَى يَمِينٍ كَاذِبَةٍ؛ لِيَقْتَطِعَ بِهَا مَالَ أَخِيهِ لَقِيَ اللَّهَ وَهُوَ عَلَيْهِ غَضْبَانُ
“Siapa yang bersumpah dengan sumpah yang bohong untuk mengambil harta lelaki muslim-atau berkata: saudaranya- maka dia akan bertemu dengan Allah dan Allah murka kepadanya. [Musnad Abu Daud Ath-Thayalisi (1146)]
Lalu Allah Subhanahu wata’ala menurunkan ayat:
(إِنَّ الَّذِينَ يَشْتَرُونَ بِعَهْدِ اللَّهِ وَأَيْمَانِهِمْ ثَمَنًا قَلِيلًا)
“Sesungguhnya orang-orang yang menukar janji dengan Allah dan sumpah-sumpah mereka dengan harga yang sedikit [Al-Qur`an Surat Ali Imran, 77.]
Maka ‘ahd dikhususkan pada pendahuluan atas seluruh sumpah, dan menunjukkan kepada keyakinan sumpah dengannya, karena janji Allah adalah yang diambil oleh Allah atas hamba-Nya, dan yang diberikan oleh hamba-Nya seperti firman Allah Subhanahu wata’ala :
(و منكم من عاهد الله(
“Di antara kalian ada yang berjanji kepada Allah.
c. Bahwa sumpah juga digunakan atas sumpah, menjadi seperti perkataan: demi sumpah Allah, itu adalah sumpah, maka begitu juga di sini.
d. Bahwa kalimat itu kemungkinan maknanya adalah: kalam Allah, dan itu adalah sifat bagi-Nya.
e. Bahwa telah ditetapkan kepadanya kebiasaan penggunaan, maka wajib menjadi sumpah dengan pengucapannya.
Kedua: Dianggap Sumpah Jika Berniat. Ini adalah pendapat Syafi`iy. Dalilnya adalah bahwa kalimat itu juga digunakan di dalam selain makna sumpah -seperti wasiat Allah kepada hamba-Nya agar mengikuti perintah-perintah-Nya dan selain itu- maka tidak menjadi sumpah kecuali dengan niat.
Ketiga: Barsumpah Dengan Janji Allah Bukanlah Sumpah. Ini adalah pendapat Abu Hanifah dan Ibnu Hazm. Dalil mereka adalah:
Bahwa bersumpah dengan sumpah Allah bukan bagian dari sumpah dengan sifat-sifat Allah yang dibolehkan bersumpah dengannya. Sumpah hanya dengan nama Allah.
Siapa Yang Berkata: Aku Telah Bersumpah Atau Aku Bersumpah:
Bagi siapa yang berkata: aku bersumpah dengan nama Allah atau aku telah bersumpah dengan nama Allah maka ini adalah sumpah tanpa adanya perbedaan baik itu berniat untuk sumpah atau sekedar mengucapkan, karena jika mengucapkan: demi Allah dan tidak mengucapkan aku bersumpah, maka telah menjadi sumpah, dan menjadi sumpah dengan pertimbangan praktik sebelumnya, kemudian telah ditetapkan dengan kebiasaan penggunaannya. Allah Subhanahu wata’ala berfirman:
(فَيُقْسِمَانِ بِاللَّهِ)
“Dan keduanya bersumpah dengan Allah.[Surat Al Maidah, 107)]
Allah Subhanahu wata’ala berfirman:
(وَأَقْسَمُوا بِاللَّهِ جَهْدَ أَيْمَانِهِمْ)
“Mereka bersumpah dengan nama Allah dengan segala kesungguhan. [Surat Al An’am, 109]
Dan jika berkata: aku bersumpah atau aku telah bersumpah, apakah dianggap sebagai sumpah? ada tiga pendapat dalam hal ini [al Badaai’ (3/7), Al Mudawwanah (2/30), Al Umm (7/88), Al Mughni (11/196)]:
Pertama: Bahwa itu Adalah Sumpah Secara Mutlak: ini adalah mazhab Hanafiyah dan Ahmad di dalam suatu riwayat dan Ibnu Qudamah menampakkannya. Dalil mereka adalah:
a. Hadits Ibnu `Abbas -radhiyallahu `anhu- dari Abu Hurairah -radhiyallahu `anhu- –tentang cerita seorang lelaki yang menceritakan mimpinya kepada nabi -shallallahu ‘alaihi wasallam- dan Abu Bakar menafsirkannya- lalu nabi -shallallahu ‘alaihi wasallam- bersabda:
أَصَبْتَ بَعْضًا وَأَخْطَأْتَ بَعْضًا، قَالَ: أَقْسَمْتُ بِأَبِي أَنْتَ وَأُمِّي لَتُخْبِرَنِّي مَا الَّذِي أَخْطَأْتُ؟ فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: لَا تُقْسِمْ
“Engkau benar pada sebagian dan salah pada sebagian yang lain, dia berkata: aku telah bersumpah- bi abi ummi wa anta (demi yang bapak dan ibuku menjadi taruhannya terhadapmu) beritahukanlah dimana letak salahku, lalu nabi -shallallahu ‘alaihi wasallam- bersabda: jangan engkau bersumpah” [Shahih, Hadits riwayat: At-Tirmidziy (2293)].
Nabi –shallallahu ‘alaihi wasallam- menganggap ucapan Abu Bakar aku telah bersumpah sebagai sumpah, maka telah ditetapkan kebiasaan yang disyariatkan dan penggunaannya.
b. Dalam hadits tentang cerita bohong. Abu Bakar berkata kepada `A’isyah:
أَقْسَمْتُ عَلَيْكِ أَيْ بُنَيَّةُ إِلَّا رَجَعْتِ إِلَى بَيْتِكِ
“Aku telah bersumpah atasmu yaitu dengan niat, kecuali engkau telah kembali ke rumahmu” [Shahih, Hadits riwayat: Al-Bukhariy (4757)].
c. Dalam kisah Abdurrahman bin Abu Bakar bersama tamu Abu Bakar ketika mereka menolak menerima makanan lalu datanglah Abu Bakar dan Abdurrahman bersembunyi ketakutan, Abu Bakar berkata:
(يا غنثر, أقسمت عليك ان كنت تسمعني . . .)
“Wahai ghantsar, aku telah bersumpah atasmu jika engkau mendengarku . . .[Shahih, Hadits riwayat: Muslim (2057)].
d. Firman Allah Subhanahu wata’ala :
إِذْ أَقْسَمُوا لَيَصْرِمُنَّهَا مُصْبِحِينَ وَلَا يَسْتَثْنُونَ
“Ketika mereka bersumpah bahwa mereka sungguh-sungguh akan memetik hasilnya di pagi hari dan mereka tidak menyisihkan (hak fakir miskin). [Surat Al Qalam, 17, 18.]
Tidak mengucapkan nama Allah, maka dianggap sebagai sumpah dan pengecualian di dalam sumpah. Bahwa sumpah tidak dibolehkan kecuali dengan Allah -`azza wa jalla-, maka pemberitahuan tentangnya dari yang tidak dibolehkan tanpanya seperti di dalam firman Allah Subhanahu wata’ala :
(وَاسْأَلِ الْقَرْيَة)
“Dan tanyalah (penduduk) negeri. (Surat Yusuf, 82.)
Karena kaum arab mengenal sumpah dengan bentuk ini.
Kedua: Merupakan Sumpah Jika Berniat Untuk Bersumpah Dengan Allah Dan Jika Tidak Maka Tidak Menjadi Sumpah: ini adalah mazhab beberapa orang -dari Hanafiyah- , Ishaq, Malik dan Ibnul Mundzir, karena mengandung sumpah dengan Allah dan dengan selain-Nya maka tidak menjadi sumpah hingga ditujukan dengan niat kepada yang diwajibkan kafarat dengannya.
Ketiga: Bukan Merupakan Sumpah, Berniat Atau Tidak: ini adalah pendapat Syafi`iy, Ibnu Hazm, Hasan, Zuhri, Qatadah dan Abi ‘ubaid. Karena sumpah tidak dianggap kecuali dengan nama Allah atau sifat Allah agar disahkan kepadanya mahluf ‘alaih (yang disumpahi), dan hal tersebut tidak ada.
Al-Khitabi berdalil untuk mazhab ini dengan hadits penafsiran Abu Bakar di atas, dan hal tersebut adalah bahwa nabi -shallallahu ‘alaihi wasallam- telah memerintahkan untuk menepati sumpah (akan dijelaskan) dan jika ucapan (aku telah bersumpah) merupakan sumpah maka telah disamakan dengan sedang menjalankannya.
Dibantah: Bahwa telah disebutkan di dalam riwayat Al-Bukhariy Muslim bahwa Abu Bakar telah menjelaskan dengan sumpah, dia berkata: (demi Allah beritahulah aku) lalu nabi -shallallahu ‘alaihi wasallam- berkata kepadanya: (jangan bersumpah), jadi kalimat itu menunjukkan bahwa melakukan sumpah tidak wajib.
Pendapat yang kuat: Yang menunjukkan bahwa ucapan seseorang “aku bersumpah” (aqsamtu atau haliftu) diibaratkan sebagai sumpah yang tetap, akan tetapi harus di batasi dengan keadaannya dipilih dan dimaksudkan sebagai sumpah bukan sekedar perkataan dan yang sejenisnya. Allah Maha Tahu.
Bagi siapa yang berkata: asyhadubillah (aku bersaksi dengan Allah) atau asyhadu(aku bersaksi):
Jika seseorang berkata asyhadubillah maka kalimat tersebut dihitung sebagai sumpah menurut umum para ulama’, kecuali bahwa Syafi’iyah membatasinya dengan jika berniat, karena ucapan (dengan Allah) saja adalah sumpah, maka pengucapan (aku bersaksi dengan Allah) bermakna: aku bersumpah dengan nama Allah. Telah dijelaskan bahwa firman Allah Subhanahu wata’ala -dalam masalah melaknat-
(أَن تَشْهَدَ أَرْبَعَ شَهَادَاتٍ بِاللَّهِ)
“Oleh sumpahnya empat kali atas nama Allah. (Surat An Nur,8)
Pelaknatan menurut kebanyakan ahli ulama adalah sumpah yang dikuatkan dengan syahadat.
Adapun jika seseorang berkata “aku bersaksi” ulama berbeda pendapat di dalam pertimbangannya kepada sumpah menjadi tiga pendapat persis seperti di dalam masalah sebelumnya, dan sandaran pendapat yang menjadikan ucapan “aku bersumpah” sebagai sumpah adalah firman Allah Subhanahu wata’ala :
إِذَا جَاءَكَ الْمُنَافِقُونَ قَالُوا نَشْهَدُ إِنَّكَ لَرَسُولُ اللَّهِ
“Apabila orang-orang munafik datang kepadamu mereka berkata: kami mengakui bahwa sebenarnya engkau benar-benar rasul Allah.
Kemudian setelahnya Allah Subhanahu wata’ala berfirman:
(اتَّخَذُوا أَيْمَانَهُمْ جُنَّةً فَصَدُّوا عَن سَبِيلِ اللَّهِ)
“Mereka menjadikan sumpah mereka sebagai perisai lalu mereka menghalangi (manusia) dari jalan Allah. [Surat al Munafiqun, 1, 2]
Mereka berkata: maka Allah menyebut syahadat mereka sebagai sumpah.
Yang lain menjawab bahwa ayat-ayat tersebut tidak jelas sebagai dalil atas yang diminta, karena adanya kemungkinan bahwa firman Allah (اتخذوا أيمانهم) tidak kembali kepada kalimat (نشهد انك لرسول) dan adapun kembali kepada sebab diturunkannya ayat-ayat tersebut yaitu bahwa `Abdullah bin Ubay bersumpah kepada yang telah dia ucapkan, dikemukakan oleh Qurthubi.
Penulis berkata: Barangkali ini didukung dengan hadits Ibnu Mas’ud bahwa nabi –shallallahu ‘alaihi wasallam- ditanya:
أَيُّ النَّاسِ خَيْرٌ؟ قَالَ: ” قَرْنِي، ثُمَّ الَّذِينَ يَلُونَهُمْ، ثُمَّ الَّذِينَ يَلُونَهُمْ، ثُمَّ يَجِيءُ قَوْمٌ: تَسْبِقُ شَهَادَةُ أَحَدِهِمْ يَمِينَهُ وَيَمِينُهُ شَهَادَتَهُ
“Manusia yang manakah yang paling baik? Beliau menjawab: pada kurunku kemudian orang-orang yang setelahnya kemudian orang-orang yang setelahnya. Kemudian akan datang suatu kaum yang mendahulukan syahadat seseorang kepada sumpahnya, dan sumpahnya adalah syahadatnya. [Shahih, Hadits riwayat: Al-Bukhariy (6658), dan Muslim (2533)].
Al-Hafizh berkata: itu jelas dalam perbedaan antara sumpah dan syahadat [Fathul baari (11/544)].
Siapa Yang Berkata: Waymullaah (demi Allah)
Dalam penetapan sumpah dengan kalimat tersebut terdapat mazhab-mazhab yang terkenal yang telah disebutkan, dan yang shahih adalah ditetapkan dengan kalimat tersebut karena ada penetapan dari nabi -shallallahu ‘alaihi wasallam-, dalam hadits `A’isyah -radhiyallahu `anha- bahwa nabi -shallallahu ‘alaihi wasallam- bersabda:
وَايْمُ اللَّهِ، لَوْ أَنَّ فَاطِمَةَ بِنْتَ مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، سَرَقَتْ لَقَطَعَ مُحَمَّدٌ يَدَهَا
“Demi Allah, jika Fathimah binti Muhammad mencuri maka Muhammad memotong tangannya” [Shahih, Hadits riwayat: Al-Bukhariy (6788)].
Dalam hadits Abu Hurairah dari nabi –shallallahu ‘alaihi wasallam- -tentang kisah Sulaiman ketika disumpah oleh Yathufan atas Sembilan puluh wanita- nabi –shallallahu ‘alaihi wasallam- bersabda:
وَايْمُ الَّذِي نَفْسُ مُحَمَّدٍ بِيَدِهِ، لَوْ قَالَ: إِنْ شَاءَ اللَّهُ، لَجَاهَدُوا فِي سَبِيلِ اللَّهِ فُرْسَانًا أَجْمَعُونَ
“Demi dzat yang jiwa Muhammad berada digenggaman-Nya, jika dia berkata: insyaa’ Allah, maka mereka berjihad pada jalan Allah dengan pasukan berkuda seluruhnya.” [Shahih, Hadits riwayat: Al-Bukhariy (6639), dan Muslim (1653)].
Karena kalimat waymullah pada asalnya adalah: و ايمن الله (aku bersumpah kepada Allah), dan merupakan isim yang diletakkan untuk sumpah yang berarti: sumpah Allah.
Demikian penjelasan tentang hukum bersumpah dengan al-Qur’an, semoga bermanfaat. Jangan lupa bagikan tulisan ini dengan menekan tombol share dibawah ini. Terima kasih. Jazakumulloh khoir.