Imam Ahmad, Imam Ahli Hadits Sekaligus Ahli Fiqh

Imam Ahmad, Imam Ahli Hadits Sekaligus Ahli Fiqh

Fatwapedia.com – Siapa kalangan pembelajar Muslim yang tak kenal dengan sosok Ulama besar Imam Ahmad bin Hanbal رحمه الله تعالى? Seorang Mujtahid Muthlaq di era mutaqaddimin yang melahirkan madzhab fiqh Hanbaliy. Ahli hadits yang hafal ratusan ribu (bahkan konon jutaan) hadits, penyusun sebuah kitab Musnad.

Namun demikian, ada saja pihak-pihak Musuh Islam yang ingin merendahkan beliau. Salah satunya adalah Nadirsyah Hosen. Saking inginnya membuat citra buruk terhadap kelompok “Wahhabi,” maka ia sampai harus merendahkan Imam Ahmad bin Hanbal. Tampak dalam salah satu tulisan di situsnya, dia menyatakan bahwa Imam Ahmad diragukan kepakarannya dalam ilmu Fiqh dan Hadits. Bisa dilihat sendiri tulisannya di sini;

Wahabi Bukan Sebuah Mazhab!

Bagi pembelajar Muslim yang sudah bertahun-tahun mengenal madzhab, tentu tahu siapa Imam Ahmad رحمه الله تعالى. Kepakarannya dalam ilmu hadits dan Fiqh, tak diragukan lagi. Sejumlah besar pujian ulama telah dilekatkan pada sosoknya. Sumbangsih beliau tentu sangat besar bagi kaum Muslimin. Perlu diketahui:

1. Beliau adalah seorang ahli hadits yang memiliki hafalan sangat banyak.

Disebutkan oleh Ibnu Sa’ad dalam Ath Thabaqah Al Kubra,

رضي الله عنه. ويكنى أبا عبد الله. وهو ثقة ثبت صدوق كثير الحديث.

“Semoga ALLAH meridhai beliau. Yakni Abu Abdillah. Dia seorang terpercaya, jujur dan banyak meriwayatkan hadits.” (Ath Thabaqah Al Kubra, 7/253)

Beliau telah memulai belajar hadits sejak usia belia atau remaja. Tak heran jika hafalannya banyak dan kuat. Disebutkan oleh salah seorang putranya, yakni Shalih bin Ahmad bin Hanbal,

قَالَ أبي طلبت الحَدِيث وَأَنا ابْن سِتّ عشرَة سنة

“Ayahku berkata: Aku menuntut ilmu hadits di mana saat itu aku masih berusia 16 tahun.” (Sirah Al Imam Ahmad bin Hanbal, halaman 31)

Diriwayatkan dari Abdullah bin Ahmad bin Hanbal,

سمعتُ أَبا زُرْعَة يقول: كان أَحمد بن حنبَل يَحفظ أَلف أَلف حَديث، فقيل له: وما يُدريك؟ قال: ذاكرتُه فأَخذتُ عليه الأَبواب.

“Aku mendengar Abu Zur’ah berkata: Ahmad bin Hanbal menghafal satu juta hadits. Lalu ditanyakan kepadanya: Bagaimana kau tahu? Ia (Abu Zur’ah) menjawab: Aku menyebutkan dan mengambil dari beliau banyak Bab (dalam hadits).” (Manaqib Al Imam Ahmad, halaman 73)

Jadi Imam Ahmad, bukan Imam ahli hadits kaleng-kaleng Guys sebagaimana dituduhkan si Syi’ah Liberal, Nadirsyah Hosen ini.

2. Meski Musnad Ahmad tidak termasuk dalam Kutubus Sittah (6 Kitab Hadits Utama), namun para ahli hadits penyusun 6 Kitab tersebut, belajar dan mengambil hadits dari Imam Ahmad رحمه الله تعالى. Artinya, Imam Ahmad justru lebih senior dalam urusan hadits dibandingkan para penyusun Kutubus Sittah.

Beliau adalah salah satu perawi yang diambil haditsnya oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim رحمهما الله تعالى.

Dikatakan bahwa,

سمع أَحْمد بن مُحَمَّد بن حَنْبَل رَوَى عَنهُ البُخَارِيّ فِي آخر كتاب الْمَغَازِي

“Al Bukhari mendengar dan meriwayatkan hadits dari Ahmad bin Hanbal pada akhir kitab penyerbuan (Al Maghaziy).” (Rijalush Shahih Al Bukhari, 1/29)

Begitupula dengan Imam Muslim. Disebutkan oleh Ibnu Manjuwiyah,

أَحْمد بن مُحَمَّد بن حَنْبَل بن هِلَال بن أَسد بن إِدْرِيس بن عبد الله بن حَيَّان بن عبد الله بن ادريس بن عَوْف بن قاسط بن مَازِن بن شَيبَان بن ذهل بن ثَعْلَبَة الشَّيْبَانِيّ الذهلي من ربيعَة أَصله مروزي سكن بَغْدَاد كنيته أَبُو عبد الله كَانَ حَافِظًا متقنا فَقِيها لَازِما للورع الْخَفي مواظبا على الْعِبَادَة الدائمة أغاث الله بِهِ أمة مُحَمَّد صلى الله عَلَيْهِ وَسلم وَذَلِكَ أَنه ثَبت فِي المحنة وبذل نَفسه لله حَتَّى ضرب بالسياط للْقَتْل فعصمه الله من الْكفْر وَجعله علما يقْتَدى بِهِ وملجأ يلتجأ إِلَيْهِ

“Ahmad bin Muhammad Hanbal bin Hilal bin Asad bin Idris bin Abdillah bin Hayyan bin Abdillah bin Idris bin ‘Auf bin Qasith bin Mazin bin Syaiban bin Dzahl bin Tsa’labah Asy Syaibani Adz Dzahliy. Asalnya dari Marwaziy (suatu daerah lama di Turkmenistan), namun tinggal di Baghdad. Kunyah-nya Abu Abdillah. Ia seorang penghafal hadits yang mutqin (sangat kuat hafalannya), Faqih (ahli Fiqh), wara’ (sangat hati-hati dalam perkara agama), sangat takut pada ALLAH serta giat dalam beribadah dengan rutin. Ia juga sangat teguh imannya pada masa mihnah (ujian saat beliau dipenjara oleh pemimpin Mu’tazilah) meski sampai dicambuki ketika membela agama ALLAH dari kekufuran. Dijadikan pada beliau ilmu yang berkonsekuensi menjadi perantara perlindungan atas dirinya.” (Rijalush Shahih Muslim, 1/30)

Dalam kitab Manaqib Al Imam Ahmad, Ibnul Jauziy رحمه الله تعالى menyebutkan murid-murid beliau. Di antaranya adalah para Ulama ahli hadits yang sebagian kitabnya termasuk dalam Kutubus Sittah tersebut. Murid-murid serta yang mengikuti ilmu beliau tersebut antara lain; Imam Ibnu Khuzaimah, Imam Ad Darimi (penyusun kitab Sunan Ad Darimi), Imam Ibnu Abi Dunya, Imam An Nasa’i (penyusun kitab Sunan An Nasa’i), Imam Al Barbahari, Imam Abu Hatim Ar Razi, Imam Abu Daud As Sijistaniy (penyusun kitab Sunan Abi Daud), Imam Ath Thabaraniy dan lain-lain.

Jadi meragukan kapasitas Imam Ahmad dalam bidang hadits karena Musnad beliau tidak termasuk Kutubus Sittah, adalah hal yang menggelikan. Karena sebagian besar penyusun 6 Kitab Hadits tersebut, belajar ilmu hadits dari Imam Ahmad bin Hanbal رحمه الله تعالى juga.

Dasar Hosen, maenmu ke mana aja sih?! 😂

3. Imam Ahmad juga seorang ahli Fiqh dan Mujtahid Muthlaq. Terbukti beliau bisa membangun sebuah madzhab Fiqh tersendiri yang sampai sekarang Masih dipakai. Terutama di kawasan Hijaz seperti Arab Saudi dan sekitarnya.

Pujian-pujian para Ulama pun sudah menunjukkan hal tersebut dan tak ada yang mengingkarinya.

Misalnya saja pujian dari Qutaibah bin Sa’id. Ia mengatakan,

قال قتيبة بن سعيد: لو أدرك أحمد بن حنبل عصر الثوري ومالك والأوزاعي والليث بن سعد لكان هو المقدم، فقيل لقتيبة: تضم أحمد إلى التابعين؟ قال: إلى كبار التابعين.

“Seandainya mengetahui bahwa Ahmad bin Hanbal berada satu periode dengan Ats Tsauriy, Malik, Al Auza’iy dan Laits bin Sa’id, sungguh beliau adalah termasuk Ulama Mutaqaddimin. Lalu ditanyakan pada Qutaibah: Apakah Ahmad termasuk generasi Tabi’in? Ia pun menjawab: Termasuk Tabi’in senior.” (Thabaqah Al Fuqaha halaman 91-92)

Dalam kitab dan halaman yang sama, Abu Tsur juga memuji beliau,

أحمد بن حنبل علم وأفقه من الثوري.

“Ahmad bin Hanbal lebih berilmu dan lebih faqih dari Ats Tsauriy.” (Thabaqah Al Fuqaha, halaman 92)

Di dalam Manaqib Al Imam Ahmad juga disebutkan pujian,

كان أَحمد بن حنبل إِذا سُئِلَ عن المسأَلة كأَن علم الدنيا بين عَينيه.

“Dulu Ahmad bin Hanbal suka ditanya tentang berbagai macam perkara. Seolah-olah (ketika menjawab), ilmu dunia ada di hadapannya.” (Manaqib Al Imam Ahmad, halaman 77)

Dikatakan juga,

ورأَيت أَحمد بن حنبل فرأَيت كأنَّ الله جَمع له علم الأَولين والآخرين من كل صنف،

“Dan ketika aku melihat Ahmad bin Hanbal, maka aku melihat seolah ALLAH mengumpulkan ilmu yang awal dan yang akhir dari setiap lembaran bagi dirinya.” (Manaqib Al Imam Ahmad, halaman 77)

Ahmad bin Sa’id Ad Darimiy juga berkomentar,

ما رأَيتُ أَسوَد الرأس أَحفظَ لحديث رسول الله صلى الله عليه وسلم، ولا أَعلَم بفقهه ومَعانيه، من أَبي عبد الله أَحمد ابن حنبل.

“Aku tidak melihat ada orang yang kepala (rambutnya) lebih hitam dan lebih hafal hadits Rasul ﷺ, serta lebih mengetahui pemahaman serta maknanya, daripada Abu Abdillah Ahmad bin Hanbal.” (Manaqib Al Imam Ahmad, halaman 78)

Ishaq bin Rahawaih berkata,

كنت أُجالس بالعراق أَحمد بن حنبل، ويَحيى بن مَعِين، وأَصحابنا، فكنا نتذاكر الحديث من طريق وطريقين وثَلاثة، فيقول يَحيى بن معين من بينهم: وَطريق كذا، فأَقول: أَليس قد صَحَّ هذا بإِجماع منا؟ فيقولون: نعم. فأَقول: ما مرادُه؟ ما تَفسيره؟ ما فقهه؟ فيبقون كلهم إِلا أَحمدَ بن حنبل.

“Dulu kami duduk bersama Ahmad bin Hanbal, Yahya bin Ma’in dan sahabat kami lainnya. Kami mendiskusikan hadits dari jalur 1, 2 dan 3. Yahya bin Ma’in mengatakan: ‘Jalurnya adalah yang ini!’ Lalu aku katakan: ‘Apakah Kita sepakat bahwa ini jalur yang shahih?’ Lalu kami katakan: ‘Iya, benar.’ Lalu aku bertanya lagi: ‘Apa maksud hadits ini? Apa tafsirnya? Apa pemahamannya?’ Lalu semua sisanya itu dijawab hanya oleh Ahmad bin Hanbal.” (Manaqib Al Imam Ahmad, halaman 78)

Hubaisy bin Mubasysyir dan sejumlah ahli Fiqh berkata,

نحن نُناظر ونَعترض في مناظرتنا على الناس كلهم، فإِذا جاءَ أَحمد فليس لنا إِلا السكوت.

“Kami berdebat dalam sebuah diskusi tentang permasalahan manusia seluruhnya. Kemudian ketika datang Ahmad, kami semua lantas terdiam.” (Manaqib Al Imam Ahmad, halaman 89)

Demikian sedikit komentar dan pujian para Ulama akan kepakaran Imam Ahmad bin Hanbal رحمه الله تعالى dalam masalah hadits dan fiqh. Nadirsyah Hosen hanya berupaya membodohi ummat Islam dengan tulisannya yang menggiring pada pelecehan terhadap Ulama serta para pengikut madzhab beliau dari kalangan Ulama Salafi di Saudi. Semoga kita semua dijauhkan dari orang-orang yang semacam dia ini.

Leave a Comment