Imsak Bukan Batas Akhir Waktu Makan Sahur

Imsak Bukan Batas Akhir Waktu Makan Sahur

Fatwapedia.com – Imsak hanya dikenal di Asia Tenggara (Khususnya Indonesia), kemungkinan yang membuat ajaran imsak ini berniat baik agar kita ada waktu untuk bersiap diri melaksanakan sholat dan mempersiapkan waktu terbitnya fajar. Namun, dia lupa bahwa Islam yang diajarkan Rasulullah saw sudah sempurna sehingga tidak perlu ditambah atau dikurangi, akibatnya pada hari ini banyak umat menganggap batas akhir makan sahur adalah imsak sehingga menghilangkan ajaran Rasulullah saw yang sesungguhnya.

Adalah sunnah dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk mengakhirkan makan sahur mendekati waktu subuh. Adapun yang dipraktikkan pada masa kini, banyak dari kalangan kaum muslimin yang meninggalkan sunnah tersebut.

Diantara mereka ada yang makan sahur masih terlalu malam, bahkan kadang hingga satu sampai dua jam sebelum subuh. Hal ini terjadi akibat dari ketidaktahuannya, karena malas, maupun dengan alasan kehati-hatian. Padahal ketahuilah, manusia yang paling hati-hati di dalam menjalankan syariat Allah Ta’ala adalah Muhammad Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam beserta para Shahabat beliau radhiallahu ‘anhum.

Shahabat Anas radhiyallahu ‘anhu meriwayatkan dari Zaid bin Tsabit radhiyallahu ‘anhu, “Kami makan sahur bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, kemudian beliau shalat. Aku bertanya (kata Anas), ‘Berapa lama jarak antara adzan dengan sahur ?’ Beliau menjawab, “Kira-kira 50 ayat membaca Al Qur’an.” (HR. Bukhari Muslim).

Dari Zaid bin Tsabit radhiyallahu ‘anhu dia berkata : “Kami makan sahur bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, kemudian kami melakukan shalat (subuh). Aku (perawi lain) pun bertanya, ‘Berapa lama jarak antara keduanya (sahur dengan adzan subuh) ?’ Ia menjawab : ‘Seukuran membaca 50 ayat (Al Qur’an). (Muttafaq ‘alaihi). Membaca 50 ayat AlQur’an ukuran sedang secara tartil kurang lebih 10 hingga 15 menit.

Yang terjadi di zaman sekarang adalah kesalahan yang dilakukan oleh kaum muslimin, bahwa mereka tidak mau makan atau minum pada saat imsak (setelah mendengar aba-aba imsak). Sesungguhnya batas akhir waktu sahur adalah fajar (waktu subuh), bukan imsak. Waktu imsak ini tidak ada contohnya sama sekali dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan kaum salafush sholih.

Allah Tabaraka wa Ta’ala menerangkan di dalam Al Qur’an : “..dan makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu fajar..”. (Al Baqarah : 187).

Dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhum, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Fajar itu ada dua, yang pertama tidak menyebabkan haramnya makan (sahur), bagi yang akan berpuasa, dan tidak halal shalat (subuh) pada saat itu. Yang kedua menyebabkan haramnya makan (sahur), bagi yang akan berpuasa, dan halalnya shalat (subuh), ketika terbit fajar tersebut”. (HR. Ibnu Khuzaimah, Al Hakim, Daruquthni, dan Baihaqi dengan sanad Shahih).

Dari Thalq ibnu Ali : Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Makan dan minumlah kalian, jangan tertipu oleh fajar yang memancar keatas, makan dan minumlah sampai warna merah membentang”. (HR. Ibnu Khuzaimah, At Tirmidzi, Abu Dawud, Imam Ahmad, dengan sanad Shahih).

Perlu dijelaskan disini bahwa dua fajar tersebut adalah :

1. Fajar kadzib, yaitu semburat warna putih yang menjulang panjang keatas (vertikal) yang muncul diufuk timur. Munculnya fajar ini masih dibolehkan untuk makan dan minum bagi yang akan berpuasa, dan belum boleh melaksanakan shalat subuh.

2. Fajar shadiq, yaitu semburat warna merah yang membentang (horizontal) yang muncul diufuk timur dan tampak di puncak perbukitan atau pegunungan, yang tersebar di atap rumah dan juga di jalanan. Dengan munculnya fajar ini, maka diharamkan untuk makan dan minum bagi yang akan berpuasa, dan diperbolehkan untuk melaksanakan shalat subuh. Fajar inilah yang berkaitan dengan hukum-hukum shalat dan puasa.

Jika sudah jelas hal tersebut (fajar shadiq), maka berhentilah untuk makan, minum, dan berjima’. Dan jika masih ada gelas di tangan yang berisi minuman, maka boleh untuk diminum meskipun sudah terdengar seruan adzan subuh. Ini adalah rukhshah (keringanan) yang agung dari Allah Ta’ala, Dzat Yang Maha Pengasih terhadap hamba-hambaNya yang akan melaksanakan ibadah puasa. Sebagaimana disebutkan dalam hadits :

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Jika salah seorang dari kalian mendengar adzan, padahal gelas (tempat minum) masih ada ditangannya, maka jangan ia letakkan gelas tersebut hingga terpenuhi hajatnya (diselesaikan minumnya)”. (HR. Abu Dawud, Imam Ahmad, Al Hakim, Baihaqi, dan Ibnu Jarir dengan sanad Hasan).

Yang dimaksud adzan dalam hadits diatas adalah adzan subuh, karena telah terbitnya fajar shadiq. Hal ini berdasarkan atas hadits yang berisi tambahan terhadap hadits diatas yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad, Ibnu Jarir Ath Thabari, dan dari jalur lain yang diriwayatkan oleh selain beliau berdua.

Subhanallah. Ini adalah rahmat yang agung dari Allah Tabaraka wa Ta’ala yang kebanyakan kaum muslimin belum sampai ilmunya kepadanya.

Faedah yang dapat diambil dari keterangan di atas adalah :

1. Mengakhirkan makan sahur menjelang adzan subuh adalah sunnah yang tetap dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.

2. Diperbolehkannya makan dan minum sahur meskipun sudah terdengar aba-aba imsak.

3. Diperbolehkannya meminum sisa minuman yang sudah berada ditangan meskipun sudah terdengar adzan subuh (dengan tidak melampaui batas atau menambah minuman).

4. Dengan diakhirkannya makan sahur, hikmahnya adalah orang yang berpuasa tidak akan cepat merasa lapar, sehingga hal itu akan membantu memperkuat imannya dalam menjalankan ibadah puasanya. Wallahu a’lam bish showab.

Referensi:

1. Shifat shoum Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam fi syahri Ramadhan, (Syaikh Salim bin Ied Al-Hilaaly dan Syaikh Ali Hasan Abdul Hamid).

2. Shahih Sunan Ibnu Majah, (Syaikh Muhammad Nashiruddin Al Albani).

Leave a Comment