Fikroh.com – Sebelum 1600, Inggris bukan siapa-siapa. Negeri dari bangsa Anglo Saxon yang marginal dan tidak diperhitungkan dalam percaturan politik kawasan. Sebaliknya, Inggris menjadi perebutan pengaruh antara Spanyol, Perancis dan Vatikan. Belum lagi, menghadapi turbulensi domestik.
Namun mulai dari era itu, Inggris mengalami transformasi besar-besaran. Era yang menandai kebangkitan Inggris sebagai pemimpin dunia dan dalam 200 tahun kemudian menjadi imperium terbesar di dunia.
Para sejarawan menyebut sukses Inggris merefleksikan kombinasi keuletan rakyatnya, kegigihan dan pengorbanan pemimpinnya dan keberuntungan politik dalam setiap titik kritisnya.
Betapa tidak?
Berawal dari kebijakan kriminalisasi gelandangan di jalanan kota London dan Liverpool, Inggris mengalami transformasi sosial besar-besaran. Mereka ini adalah para petani, buruh dan penggembala yang kehilangan mata pencaharian, seiring meningkatkan permintaan produksi wol dunia.
Itu, artinya, para tuan tanah mencari lahan-lahan baru untuk penggembalaan ternak para mereka dan sebagai akibatnya, menyingkirkan penghasilan tambahan mereka atas tanah-tanah kosong yang telah dikelolanya berabad-abad. karena tertekan secara ekonomi, mereka melakukan urbanisasi besar-besaran ke kota-kota besar.
Alih-alih membuat kekacauan karena kebijakan diskriminatif itu, mereka justru melirik peluang bisnis baru yang tengah tumbuh di kawasan Samudera Atlantik, seiring penemuan benua baru Amerika. Bisnis membajak kapal-kapal Portugis dan Spanyol yang mengangkut jarahan emas dan perak dari bangsa Maya, Inca dan Aztek.
Bisnis bajak laut Inggris begitu menjanjikan karena dua hal: keuntungannya yang besar, dan kedua, sumber daya manusia yang berlimpah sebagai akibat urbanisasi besar-besar petani Inggris. Ada 6 juta jiwa penduduk Inggris pada waktu itu.
Tidak lama, mereka tumbuh menjadi kelas masyarakat baru, yang tidak hanya kuat secara ekonomi dan namun juga politik. Kiprah mereka membantu ekonomi Inggris karena pasokan ilegal emas dan perak yang dijarahnya. Mata uang pound terjaga nilai tukarnya karena berlimpahnya pasokan emas dan perak mereka.
Inilah yang mendorong tindakan diskrepansi monarki Inggris. Tidak mengakui aktivitas ilegal para bajak lautnya, namun sangat terbantu dan bahkan membantu secara diam-diam sepak terjangnya mereka. Selanjutnya, Spanyol merespon sikap diam itu, selain juga alasan agama, mendorong invasi Spanyol atas Inggris.
Eksistensi bajak laut itu yang menjadikan Inggris mengalami transformasi besar-besaran baik secara ekonomi dan politik. Ledakan energi para buruh yang terusir justru menjadi kekuatan baru Inggris. Mereka tidak hanya mengalahkan para tuan tanah yang dulu menindasnya, namun juga mengakhiri era feodalisme di Inggris.
Konon, beberapa penjelajah dunia dan komandan angkatan laut ternama Inggris seperti William Hawkins dan Francis Drake lahir dan tumbuh dari kawasan kumuh London dan Liverpool.
Alih-alih mengutuk kegelapan dan menyalahkan kesialan kepada orang lain, mereka justru menciptakan peluang dari pelbagai kesulitan mereka, dan bangkit menjadi komponen utama di balik kebangkitan Inggris sebagai pemimpin dunia. Ini tampaknya mentalitas yang harus dimiliki para penakluk.
Bisakah kita selalu memiliki semangat mengubah kesulitan menjadi peluang, karena doktrin keberagamaan kita, “Alhamdulillah ala Kulli Hal” (Segala Puji Bagi Allah yang Menciptakan Apapun Takdir bagi Kita).
Oleh: Ahmad Dzakirin