Oleh: Syekh Dr. Labib Najib Abdullah al-Adni.
Fatwapedia.com – Madzhab Syafi’i adalah salah satu dari empat madzhab utama dalam hukum Islam. Madzhab ini didirikan oleh Imam Al-Syafi’i (767-820 M), seorang ulama besar dalam sejarah Islam. Madzhab Syafi’i memiliki pendekatan yang sistematis dan terstruktur terhadap hukum Islam, dengan penekanan pada penggunaan al-Quran, hadis, ijtihad (usaha berpikir untuk menemukan solusi hukum), dan prinsip-prinsip ushul fiqh (metodologi hukum Islam).
Madzhab Syafi’i memiliki pengikut di berbagai negara di dunia, terutama di wilayah Timur Tengah, Asia Tenggara, dan Afrika Utara. Ia memiliki ciri khas dalam pendekatannya terhadap penggunaan dalil-dalil hukum dan memberikan pedoman bagi umat Islam dalam berbagai aspek kehidupan, termasuk ibadah, muamalah (urusan dunia), dan lainnya.
Untuk menguasai Fikih dalam madzhab Syafi’i, seseorang hendaknya mengikuti urutan dan proses yang benar dalam mempelajari kitab-kitab dalam madzhab Syafi’i. Berikut ini adalah sebuah panduan mempelajari Fikih Madzhab Syafi’i berdasarkan urutan kitab yang menjadi rujukan.
1). Ar-Risalah al-Jamiah karya Sayyid Ahmad Bin Zain al-Habsyi.
2). An-Nubdzah fil Fiqh karya Sayyid Abdurrahman al-Masyhur.
3). Safinatunnajah karya Syekh Salim bin Sumair al-Hadhrami.
4). Matan Abi Syuja’ karya Syekh Ahmad bin al-Hasan al-Asbahani.
5). Fathul Qorib karya Ibnu al-Qosim al-Ghazzi dengan dibantu Hasyiah al-Baijuri.
“Hasyiyah ini walaupun isinya panjang, namun sangat berharga bagi thalib kalangan menengah. Karena, Imam Baijuri ketika menulis syarah atau hasyiyah itu tujuannnya selalu untuk mempermudah yang sulit. Dan terbukti seperti itu. Jika mungkin terlalu panjang, maka bisa diganti dengan Qut al-Habib al-Gharib (Tausyih) karya Syekh Nawawi al-Bantani. Sebagai intisari dan ringkasan al-Baijuri dan al-Bujarimi.” Ungkap beliau.
6) Yaqut an-Nafis karya Sayyid Ahmad bin Umar as-Syathiri, dan ta’liq dari Syekh Salim bin Sa’id al-Bughaitsan.
“Jika hendak memperkuat masalah-masalah fiqh, maka hendaklah menghafal Matan Zubad, karya Imam Ibnu Ruslan. Serta membaca syarahnya. Syarah yang sesuai kalangan menengah adalah Mawahib as-Shamad, karya Imam Ahmad bin Hijazi al-Fasyani. Adapun syarh yang lebih dalam adalah Ghayatul Bayan, karya Imam Syamsuddin ar-Ramli. Adapun yang lebih panjang dari itu adalah Fathu ar-Rahman, karya Imam Syihabuddin ar-Ramli. Ada juga Syarah yang berjudul Ifadah as-Sadah al-‘Umad karya Syekh Muhammad bin Ahmad Abdul Bari al-Ahdal. Tapi, menurutku bagi yang membaca Yaqut an-Nafis, atau Fathul Qorib, Mawahib as-Shomad lebih baik.” Tambahan beliau.
6) Umdah as-Salik karya Syekh Ibnu Naqib al-Mishri, atau Fathul Muin karya Syekh Zainuddin Ahmad bin Muhammad al-Malibari. Untuk Fathul Muin bisa ditunjang dengan berbagai Hasyiyah, Seperti Hasyiyah I’anah at-Thalibin karya Syekh Abu Bakr Syatha’ atau Tarsyih al-Mustafidin karya Sayyid Alawi bin Ahmad as-Saqqaf.
7) Minhaj at-Thalibin karya Imam Nawawi. Ada 4 syarh terbaik terhadapnya, yakni :
(-) Kanzu ar-Rhagibin karya al-Mahalli
(-) Tuhfah al-Muhtaj karya Ibnu Hajar
(-) Nihayah al-Muhtaj karya ar-Ramli
(-) Mughni al-Muhtaj karya as-Syirbini
Qola : “Tuhfatul Muhtaj karya Ibnu Hajar termasuk syarah Minhaj yang paling sulit dibanding yang lainnya. Yang lebih mudah dari itu adalah Nihayatul Muhtaj karya Syamsuddin ar-Ramli. Dan yang lebih mudah lagi adalah Mughnil Muhtaj karya Khatib as-Syirbini.”
Faidah dari beliau : “Jika hendak membaca Tuhfah, tapi masih kesulitan, solusinya adalah dengan membaca intisari Tuhfah yang berjudul “ad-Dibaj Syarh Minhaj” karya Ibnu Muthoir al-Hakami, karena di dalamnya beliau tidak menyebutkan i’tiradhat dan bantahan dari Ibnu Hajar.”
“Syarah-syarah minhaj di atas baiknya dibaca dengan berulang ulang. Dan jadikanlah sebagai wiridan sehari-hari.” Sambung beliau.
“Jika sekiranya sudah membaca syarah-syarah minhaj di atas, maka bisa naik ke tahapan yang lebih expert lagi, yaitu dengan membaca Hawasyi Minhaj, seperti :
(a). Hasyiyah As-Syarwani wa Ibni al-Qosim al-Abbadi ala Tuhfah al-Muhtaj.
(b). Hasyiyah Ali As-Syibramallisi ala Nihayah al-Muhtaj.
(c). Hasyiyah Sayyid Umar al-Bashri ala Tuhfah al-Muhtaj.
(d). Hasyiyah ar-Rasyidi ala Nihayah al-Muhtaj.
“Tapi, dengan arti lain, Hawasyi di atas tidak melulu dibaca di akhir tahapan. Karena, terkadang hawasyi di atas dibutuhkan untuk memahami Syuruh Minhaj yang masih isykal dan ithlaq.” Akhir dan pungkas beliau.
حفظ الله شيخنا د. لبيب نجيب ونفعنا به وأمدنا بأسراره وأفاض علينا من بركاته وأنواره ونفحاته وعلومه في الدارين. آمين
Demikian beberapa kitab yang dapat kami rekomendasikan bagi teman-teman sekalian. Ini kami ambilkan dari berbagai faidah selama belajar dengan para guru. Mungkin tiap guru memiliki daftar kitab yang sedikit berbeda, tapi secara garis besarnya insya Allah sama. Semoga bermanfaat bagi kita semua, mohon maaf jika ada kekurangan dan hal-hal yang kurang berkenan.
(Dikutip dari tulisan Ust. Hifdzil Aziz