Fikroh.com – Ilmu didapat dengan belajar. Berarti harus ada yang mengajar. Bila tadi kita sudah bicara panjang lebar tentang pahala yang didapatkan oleh orang yang belajar, sudah barang tentu orang yang mengajar akan mendapat pahala yang lebih besar. Setidaknya ada tiga alasan untuk itu, pertama orang yang mengajar sudah pasti pernah belajar, sehingga ia sudah mendapatkan pahala orang yang belajar. Kedua, mengajar itu memberi dan memberi dalam Islam diibaratkan dengan tangan di atas, dan tangan di atas lebih baik daripada tangan di bawah. Ketiga, prinsip ganjaran dalam Islam adalah siapa yang menjadi penyebab terjadinya sesuatu, maka ia akan mendapatkan ganjaran dari apa yang ia sebabkan.
Dalam Islam mengajar, apalagi mengajar ilmu agama dan segala pendukungnya mendapatkan kedudukan yang luar biasa dan pahala tak terhingga. Berikut beberapa hadits tentang pahala orang yang mengajar:
1. Mendapat pahala pasif.
Bila kita pernah mendengar adanya pemasukan pasif (passive income), yaitu profit (keuntungan) yang terus mengalir tanpa harus bekerja, maka dalam Islam pun ada yang namanya pahala pasif. Ia bisa didapatkan bila seorang muslim semasa hidupnya pernah melakukan suatu kebaikan yang mendatangkan manfaat bagi orang lain. Selama manfaat itu masih dirasakan, selama itu pula pahalanya terus mengalir pada pembuat atau pencetusnya.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
إِذَا مَاتَ ابْنُ آدَمَ اِنْقَطَعَ عَمَلُهُ إِلاَّ مِنْ ثَلاَثٍ: صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ، أَوْ عِلْمٍ يُنْتَفَعُ بِهِ، أَوْ وَلَدٍ صَالِحٍ يَدْعُوْ لَهُ.
“Jika seorang anak Adam mati, maka terputuslah amalnya (pahalanya) kecuali tiga hal: sedekah jariyah, ilmu yang dimanfaatkan orang lain dan anak shalih yang mendoakannya.” (HR. Muslim, no. 1613 dari Abu Hurairah).
Dalam hadits lain masih dari Abu Hurairah ra Rasulullah bersabda,
إِنَّ مِمَّا يَلْحَقُ الْمَؤْمِنَ مِنْ عَمَلِهِ وَحَسَنَاتِهِ بَعْدَ مَوْتِهِ: عِلْمًا عَلَّمَهُ وَنَشَرَهُ……(الحديث)
“Amal dan kebaikan seorang mukmin yang masih terus mengalir kepadanya setelah ia meninggal antara lain: ilmu yang ia ajarkan dan ia sebarkan……..dst”
(HR. Ibnu Majah, no. 242. Al-Albani menganggapnya hasan dalam Shahih At-Targhib no. 77).
Dari Sahl bin Mu’adz, dari ayahnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
مَنْ عَلَّمَ عِلْمًا فَلَهُ أَجْرُ مَنْ عَمِلَ بِهِ لاَ يَنْقُصُ مِنْ أَجْرِ الْعَامِلِ شَيْءٌ.
“Siapa yang mengajarkan suatu ilmu, maka ia mendapatkan pahala orang yang mengamalkan ilmu itu tanpa mengurangi pahala orang itu sedikitpun.”
(HR. Ibnu Majah, no. 240. Al-Albani menganggapnya hasan lighairih dalam Shahih At-Targhib, no. 80).
Dari kedua hadits ini diambil kesimpulan bahwa orang yang mengajarkan suatu ilmu yang bermanfaat, maka dia akan mendapatkan pahala yang tak terputus, meski ia sudah meninggalkan dunia. Di dalam kubur ia terus mendapatkan pahala dari ilmunya yang dimanfaatkan orang banyak. Semakin banyak orang yang memanfaatkan ilmunya semakin banyak pula pahala yang ia dapatkan. Begitu seterusnya sampai hari kiamat tiba.
Satu ilustrasi deskriptif, anda adalah seorang guru yang mengajarkan baca Al-Qur`an kepada seseorang baik anak kecil maupun orang dewasa dengan niat hanya karena Allah semata. Maka, ketika ia bisa membaca Qur`an dan mengamalkannya, anda pun akan mendapat pahala yang sama. Selanjutnya ia akan mengajarkannya lagi ke orang lain, dan orang lain itu akan mengamalkannya dan seterusnya sampai berpuluh atau beratus, bahkan beribu orang yang akan membaca Al-Qur`an dari murid-murid anda tadi. Hebatnya, anda akan mendapatkan pahala dari kesemua mereka yang terlibat. Subhanallah, betapa pemurahnya Allah yang memberi pahala kepada hamba-Nya tanpa perhitungan.
Demikian dengan ilmu-ilmu lainnya. Maka jangan heran bila anda meninggal dunia dan belum sempat menunaikan ibadah haji, tapi di akhirat anda mendapatkan pahala haji. Bisa jadi karena anda pernah mengajarkan tata cara ibadah haji kepada salah seorang murid anda dan ia ingat pelajaran itu, kemudian ia amalkan ajaran anda ketika ia diberi kemampuan oleh Allah untuk menunaikannya di tanah suci.
Maka dari itu, jangan berkecil hati wahai para guru. Sesungguhnya yang paling mulia di antara para guru ini adalah guru TPA yang ikhlas mengajarkan anak didiknya membaca Al-Qur`an. Ini sesuai dengan sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam,
خَيْرُكُمْ مَنْ تَعَلَّمَ الْقُرْآنَ وَعَلَّمَهُ.
“Sebaik-baik kalian adalah yang belajar Al-Qur`an dan mengajarkannya.” (Al-Bukhari, no. 5027).
Olehnya, jangan berkecil hati mengajarkan sesuatu yang remeh dalam pandangan manusia. Bisa jadi dalam pandangan Allah ia lebih mulia dari dunia dan segala isinya. Sungguh para guru di daerah terpencil asal mereka ikhlas lillahi ta’ala jauh lebih mulia daripada orang yang mentarifkan ilmu agama. Manusia memandangnya dengan penuh hormat, memberinya gelar yang hebat, punya nama dan harta yang berlimpah dari hasil ceramah dan seterusnya. Semua itu tentu tidak ada salahnya. Sah-sah saja seseorang menjadi kaya raya karena dia berilmu. Tapi, bila dibandingkan dengan para guru yang remeh di hadapan banyak orang tadi, besar kemungkinan derajatnya di sisi Allah akan jauh di bawah.
Orang yang bergelimang harta dan pujian manusia akan semakin sulit untuk ikhlas dan khusyuk beribadah. Sedangkan mereka yang terpencil dan banyak berkorban demi dakwah dan mengajarkan agama biasanya mudah memiliki sifat tersebut. Itulah salah satu faktor mengapa guru terpencil tadi kemungkinan besar lebih mulia di mata Allah daripada para ustadz kondang pujaan jutaan orang. Wallahu a’lam.
2. Dimintakan ampun oleh para malaikat dan makhluk bumi.
Dari Abu Umamah ra, Rasulullah bersabda,
إِنَّ اللهَ وَمَلاَئِكَتَهُ وَأَهْلَ السَّمَاوَاتِ وَاْلأَرْضِ حَتىَّ النَّمْلَةَ فِيْ حُجْرِهَا وَحَتَّى الْحُوْتَ لَيُصَلُّوْنَ عَلَى مُعَلِّمِي النَّاسَ الْخَيْرَ.
“Sesungguhnya Allah dan para malaikat-Nya bahkan semut di dalam lubangnya dan ikan paus bershalawat kepada orang yang mengajarkan kebaikan kepada orang lain.”
(HR. At-Tirmidzi, no. 2685. Al-Albani menganggapnya hasan lighairih dalam Shahih At-Targhib, no. 81).
Demikian keutamaan dan pahala para pengajar atau guru yang luar biasa besar. Semoga Alloh senantiasa menjaga para guru dan pengajar yang ikhlas.
(Petikan dari buku THARIQUS SHALIHIN jilid 2 hal. 274-278).