Fatwapedia.com – Kota Mekah masih terlelap dalam tidur nyenyaknya. Termasuk orang-orang Quraisy. Rutinitas kerja, ibadah dan bermain membuat mereka kelelahan. Hanya ada satu orang yang terjaga. la sudah tidur beberapa di awal malam.
Dan sekarang ia terjaga dari tidurnya karena ia punya janji dengan Allah. la mengambil posisi ibadah di sudut kamarnya, lalu in bermunajat kepada Allah, dan terus bermunajat. Beberapa kali istrinya terjaga karena mendengar rintih doa penuh harap dari suaminya.
Laki- laki itu sedang bermunajat kepada Tuhannya dengan segala pengharapan. Setiap kali terjaga, sang istri memohon kepadanya untuk tidak berlebihan dalam bermunajat. Memohon kepadanya untuk beristirahat yang cukup agar badannya tetap sehat.
Namun laki-laki itu selalu menjawab dengan tetesan air mata, “Khadijah, waktu istirahat sudah lewat.”
Memang sepak terjang laki-laki ini belum memusingkan orang-orang Quraisy, walaupun sudah mulai menyita sedikit perhatian mereka. Ia baru saja memulai dakwahnya. Ia sampaikan ajaran agamanya dengan sembunyi-sembunyi dan berbisik-bisik.
Orang-orang yang beriman kepadanya waktu itu masih sangat sedikit. Di antara orang-orang yang belum beriman, ada yang simpati dan hormat.
Ada keinginan kuat di hati orang-orang ini untuk beriman dan bergabung bersama orang-orang yang diberkahi, namun mereka terhalang oleh adat, lingkungan, keyakinan nenek moyang, dan keraguan.
Hamzah bin Abdul Muthalib, paman Nabi saw. dan saudara sepersusuan Nabi saw, adalah satu dari mereka. Hamzah sudah mengetahui keistimewaan dan kesempurnaan keponakannya itu. la tahu betul kepribadian dan akhlaknya.
Tidak sebatas antara paman terhadap keponakannya, tetapi sebagai saudara dan teman. Usia Rasulullah dan Hamzah tidak berbeda jauh. Keduanya tumbuh dan bermain bersama-sama. Juga menyusu dari ibu susu yang sama. Keduanya memulai perjalanan hidup bersama-sama, selangkah demi selangkah.
Memasuki masa remaja, keduanya mengambil jalan sendiri-sendiri Hamzah sibuk bersaing dengan teman-temannya untuk bisa menikmari hidup, dan menempati posisi penting di jajaran para pembesar Quraisy.
Sedangkan Muhammad memilih untuk fokus pada pancaran ruhani yang membimbingnya ke jalan Allah. Ia memilih mengikuti suara hatinya yang mengajaknya menjauh dari kesemrawutan Mekah dan pergi menyendiri untuk merenung dan bersiap-siap menyambut datangnya kebenaran.
Meskipun demikian, Hamzah tidak pernah mengabaikan sifat-sifat mulia yang dimiliki keponakannya itu. Kemuliaan-kemuliaan yang menjadikan pemiliknya menempati tempat tersendiri di hati masyarakat. Sekaligus melukiskan masa depannya yang gemilang.
Pagi hari itu, seperti biasa Hamzah keluar rumah. Di dekat Ka’bah ia mendapati beberapa pembesar Quraisy. Ia duduk bersama mereka, mendengarkan apa yang mereka bicarakan. Rupanya mereka sedang membicarakan Muhammad saw.
Dan untuk pertama kalinya Hamzah melihat mereka diliputi rasa gelisah disebabkan oleh dakwah yang dilakukan oleh keponakannya. Dari ucapan mereka tampak adanya kemarahan, kebencian dan kedengkian.
Sebelum itu mereka tidak peduli, atau pura-pura tidak peduli. Tetapi hari ini wajah mereka merah padam dan mengerikan, seakan ingin menerkam. Hamzah tertawa panjang. “Kalian ini terlalu membesar-besarkan.
” Sontak Abu Jahal menegaskan kepada rekan-rekannya bahwa sebenarnya Hamzah lebih tahu akan bahaya ajaran Muhammad saw., tetapi ia menganggapnya sepele agar orang-orang Quraisy tetap tertidur.
Dan setelah terjaga, semuanya sudah terlambat. Orang-orang Quraisy tidak bisa lagi membendung dakwah Muhammad, karena sudah menjadi besar. Pembicaraan terus berlanjut. Penuh ketegangan, dan kata-kata bernada ancaman sering terlontar.
Hamzah kadang terlihat tersenyum, dan kadang marah. Pembicaraan pun selesai. Mereka kembali ke urusan mereka masing- masing. Sementara itu, kepala Hamzah dipenuhi pikiran-pikiran baru.
Perhatiannya sekarang tertuju kepada keponakannya. la terus merenung Waktu terus berjalan. Desas-desus seputar ajaran Muhammad yang disebarkan orang-orang Quraisy semakin membesar. Kemudian berubah menjadi hasutan.
Hamzah terus memperhatikan perkembangan yang terjadi. la terkesan dengan ketabahan keponakannya. Orang-orang Quraisy sudah terbiasa dengan pengorbanan dan ketegaran.
Akan tetapi, pengorbanan dan ketegaran yang dipertontonkan Muhammad demi memperjuangkan iman dan dakwahnya benar-benar bentuk pengorbanan yang baru, Seandainya saat itu “keraguan” dapat menggoyahkan kepercayaan seseorang terhadap kebenaran Rasulullah dan sifatnya yang mulia,
maka itu tidak berlaku untuk Hamzah, karena ia mengenal Muhammad sejak masa kanak-kanak, remaja, hingga dewasa.
la orang suci dan bisa la mengenal Muhammad saw., seperti ia mengenal dirinya sendiri, atau lebih mengenal Muhammad daripada mengenal dirinya sendiri. Keduanya lahir bersamaan, tumbuh bersama, dan mencapai kedewasaan bersama.
Sejauh itu, perjalanan hidup Muhammad selalu cemerlang seperti sinar matahari. Hamzah tidak mendapati satu cacat pun. la tidak pernah marah, putus asa, serakah, menghina atau berbuat sia-sia. Hamzah bukan saja bertubuh kuat, ia juga cerdas dan berkemauan keras.
Karena itu, mustahil kalau ia tidak memantau orang yang sudah dikenal kejujurannya itu. Perihal ini sengaja ia pendam untuk sementara waktu, karena sebentar lagi juga akan terungkap. Hari yang ditunggu-tunggu pun tiba.
Hamzah keluar rumah membawa busur panah. la menuju ke gurun pasir untuk melatih hobinya, memanah. Ia jago memanah. Sebagian harinya, ia habiskan di sana. Seperti biasanya, ketika pulang, ia mampir dulu ke Ka’bah untuk melakukan thawaf.
Sebelum sampai Ka’bah, ia bertemu dengan wanita pembantu Abdullah bin Jud’an. Wanita itu berkata, “Wahai Abu Umarah (Hamzah), andai saja Tuan melihat apa yang dilakukan Abul Hakam bin Hisyam (Abu Jahal) kepada keponakan Tuan (Muhammad saw) baru saja.
Tadi, Muhammad duduk di sana, lalu dimaki-maki dan disakiti, hingga melebihi batas.”. Wanita itu melanjutkan ceritanya tentang apa yang dilakukan Abu Jahal kepada Rasulullah. Hamzah mendengarkan dengan seksama.
Ia mengangguk, meletakkan busur panahnya di pundak, lalu bergegas menuju Ka’bah, berharap akan bertemu Abu Jahal di sana. Jika tidak ditemuinya, ia akan mencarinya di mana saja. Pokoknya sampai ketemu.
Abu Jahal terlihat sedang bercengkrama di halaman Ka’bah, dikelilingi oleh beberapa orang pembesar Quraisy. Dengan ketenangan yang mencekam, Hamzah mendekati Abu Jahal. la ambil busur panahnya, lalu dipukulkan ke kepala Abu Jahal hingga berdarah.
Sebelum dengan lantang kepada Abu Jahal, “Kamu maki-maki Muhammad, sementara aku sudah berada dalam agamanya. Aku katakan apa yang ia katakan? Sekarang, ulangi makian kamu itu kepadaku.” Perkataan Hamzah bagaikan petir yang menyambar kepala mereka.
Hingga mereka tidak ingat lagi penghinaan dan luka yang di alami pemimpin mereka, Abu Jahal. Mereka terkejut ketika mendengar bahwa Hamzah sudah masuk agama Muhammad; mengakui apa yang diakui Muhammad, dan mengatakan apa yang dikatakan Muhammad.
Apakah Hamzah, pemuda terkuat dan paling dihormati di kalangan Quraisy, sudah masuk Islam? Sungguh satu bencana besar yang tidak dapat diatasi oleh bangsa Quraisy. Masuk Islamnya Hamzah akan menjadi daya tarik tersendiri bagi tokoh-tokoh pilihan untuk sama-sama memasuki agama itu.
Alhasil, Muhammad saw akan mendapatkan barisan kuat yang membela dakwahnya. Dan orang-orang Quraisy baru akan terjaga dari tidurnya ketika mendengar tembilang-tembilang menghancurkan berhala dan tuhan mereka.
Ya…., Hamzah telah masuk Islam. Apa yang selama ini ia pendam, telahh iya nyatakan di depan umum. la biarkan orang-orang itu kecewa dan merenungi pupusnya harapan mereka. Sementara itu, Abu Jahal sibuk membersihkan darah yang keluar dari kepalanya.
Hamzah letakkan busur panahnya ke pundak, lalu berjalan dengan gagah menuju rumahnya. Hamzah adalah seorang yang berotak cerdas dan berhati bersih. Ketika sudah berada di rumah, dan lelah pun sudah sirna, ia duduk merenungkan apa yang baru saja terjadi.
Bagaimana bisa ia menyatakan keislamannya? Kapan? Itu terjadi saat ia emosi dan marah. la tidak suka jika keponakannya disakiti dan dizalimi. la harus menolong.
la marah karena keponakannya disakiti, dan tersinggung karena bani Hasyim tidak dihormati. Maka ia hantam kepala Abu Jahal hingga terluka, dan ia nyatakan keislamannya.
Tetapi, apakah ini cara terbaik agar orang-orang itu meninggalkan agama nenek moyang dan kaumnya. Agama yang telah mereka anut ribuan tahun.
Lalu berpindah ke agama baru yang belum teruji, bahkan belum dikenal betul.
Betul, ia tidak sedikit pun ragu akan kejujuran Muhammad saw. dan tujuannya yang mulia.
Namun, mungkinkah seseorang menerima satu agama baru berikut segala kewajiban dan tanggung jawabnya di saat marah, seperti yang dilakukan oleh Hamzah sekarang ini? Berhari-hari ia memikirkannya.
Bahkan malam harinya, matanya sulit terpejam karena otaknya terus memikirkan apa yang sedang ia hadapi. Untuk menimbang suatu permasalahan pasti muncul keraguan.
Begitu juga yang dialami Hamzah. Ketika menimbang Islam dan membandingkannya dengan agama lama, muncul keraguan-keraguan.
Satu sisi, agama lama adalah agama nenek moyangnya, tapi di sisi lain, ia selalu siap menerima agama baru. la teringat semua kenangannya tentang Ka’bah yang dipenuhi oleh berhala dan tuhan-tuhan.
Seberapa besar kemuliaan yang diberikan tuhan-tuhan pahatan ini kepada suku Quraisy dan kepada penduduk Mekah secara umum. Ia juga memendam rasa kagum kepada agama baru yang dibawa oleh keponakannya.
Namun, jika ia mampu menjadi pengikut dan pembela agama baru ini, maka kapankah saat yang tepat untuk masuk agama ini?
Apakah pada waktu marah? Atau setelah dipikirkan dan direnungkan Demikianlah.
Kejernihan hati dan kecerdasan pikiran yang dimilikinya membawanya mempertimbangkan satu permasalahan dengan melupakan sejarah dan meninggalkan agama lama yang telah berakar ini, seperti melompati jurang yang lebar.
la heran dengan orang-orang yang dengan mudah meninggalkan agama nenek moyangnya. Hamzah hampir putus asa karena belum menemukan jawaban.
Tetapi ia terus menggerakkan otaknya untuk bekerja. Akhirnya, ketika dirasakan bahwa otaknya tidak berdaya, dengan ikhlas dan tulus hati, ia mengembalikannya kepada yang gaib.
Ia duduk di dekat Ka’bah. Wajahnya menengadah ke langit, dan meminta pertolongan kepada segala kekuatan dạn cahaya yang ada di alam ini, agar dibimbing ke jalan yang benar.
Marilah kita dengarkan bagaimana ia menceritakan kisah selanjutnya. “Kemudian muncul rasa sesal dalam hatiku karena telah meninggalkan agama nenek moyang dan kaumku.
Aku sangat bingung hingga tidak bisa tidur. Lalu aku pergi ke Ka’bah , memohon kepada Allah untuk membimbingku ke jalan kebenaran, dan menghilangkan keraguan di hatiku.
Allah mengabulkan doaku. Sekarang aku sudah merasa mantap. Kemudian aku pergi menemui Rasulullah. Kuceritakan apa yang baru saja aku alami.
Rasulullah memohon kepada Allah untuk meneguhkan hatiku pada agama-Nya. Begitulah. Hamzah sekarang sudah masuk Islam dengan hati yang mantap.
Allah menguatkan dakwah Islam dengan Hamzah. Ia berdiri kokoh membela Rasulullah dan sahabat-sahabatnya yang lemah.
Mengetahui Hamzah sudah masuk Islam, Abu Jahal melihat perang tidak bisa dielakkan.
la gencar menghasut orang-orang Quraisy untu melakukan kekerasan terhadap Rasulullah dan para sahabatnya.
la terus mempersiapkan diri untuk melancarkan perang agar dendamnya terobati.
Hamzah tentu saja tidak bisa memberdung semua tindakan keras mereka, tetapi keislamannya seolah-olah menjadi perisai.
Selain itu, juga menjadi daya tarik tersendiri bagi banyak suku untuk masuk Islam, apalagi setelah masuk Islamnya Hamzah.
Umar bin Khaththab juga masuk Islam. Alhasil, banyak orang berbondong-bondong masuk Islam.
Dan sejak masuk Islam, Hamzah telah berjanji untuk membaktikan semua raga, kekuatan dan hidupnya untuk Allah dan agamanya, hingga Rasulullah memberinya gelar “Singa Allah dan Singa Rasulullah.”
Hamzahlah orang yang ditugaskan sebagai pemimpin pasukan, saat pertama kali kaum muslimin berperang melawan musuh.
la yang pertama kali ditugaskan untuk menghadapi musuh. Sariyah, atau angkatan bersenjata tanpa disertai Nabi, yang mula pertama dikirim untuk menghadapi musuh, dipimpin oleh Hamzah.
Dan panji-panji pertama yang dipercayakan oleh Rasulullah saw. kepada salah seorang muslim diserahkan kepada Hamzah.
Hamzahlah orang yang pertama kali ditugaskan membawa panji perang. Dan ketika pasukan Islam bertempur dengan pasukan musuh di Perang Badar, Singa Allah dan Singa Rasulullah ini menunjukkan keberanian dan kemahiran yang luar biasa.
Sisa-sisa tentara Quraisy kembali dari lembah Badar menuju kota Mekah dengan terhuyung-huyung membawa kegagalan dan kekalahan.
Abu Sufyan tak ubah bagai pohon besar yang tumbang. la berjalan dengan menundukkan kepala, meninggalkan mayat pemuka-pemuka Quraisy di lembah Badar.
Abu Jahal, ‘Utbah bin Rabi’ah, Syaibah bin Rabi’ah, Umayah bin Khalaf, ‘Uqbah bin Abi Mu’ith, Aswad bin Abdul Aswad Al-Makhzumi, Walid bin ‘Utbah, Nadhir bin Harits, ‘Ash bin Sa’id, Tha’mah bin ‘Adi dan puluhan tokoh seperti mereka tewas di Perang Badar.
Orang-orang Quraisy tidak mau menelan kekalahan pahit ini begitu saja. Mereka mulai mempersiapkan diri, menghimpun semua kekuatan untuk menebus kekalahan mereka. Quraisy benar-benar bertekad untuk perang.
Perang Uhud pun tiba. Suku Quraisy mengerahkan semua kekuatannya. Bahkan diperkuat oleh suku-suku lain yang bersekutu dengan mereka. Pasukan kafir kali ini dipimpin oleh Abu Sufyan.
Sasaran utama perang kali ini adalah dua orang: Rasulullah saw. dan Hamzah ra.
Memang, dari pembicaraan mereka sebelum perang, saat mengatur strategi, diketahui bahwa Hamzah berada pada urutan kedua sesudah Rasulullah sebagai sasaran utama.
Sebelum berangkat, mereka telah memilih seseorang yang diberi tugas untuk menyelesaikan rencana mereka terhadap Hamzah.
Orang itu adalah seorang budak Habsyi yang memiliki kemahiran tingkat tingei dalam melemparkan tombak.
Dalam peperangan nanti ia hanya ditugaskan untuk membunuh Hamzah dengan tombaknya yang mematikan. la tidak boleh berpaling dari tugasnya, apa pun yang terjadi di perang itu.
Mereka menjanjikan imbalan yang sangat besar untuk si budak. Jika berhasil, ia akan merdeka, bebas dari perbudakan. Saat itu, Wahsyi adalah budak milik Jubair bin Muth’im.
Dan paman Jubair tewas di Perang Badar. Jubair berkata, “Bergabunglah dengan pasukan perang. Jika kamu berhasil membunuh Hamzah, kamu bebas.”
Mereka membawanya kepada Hindun binti ‘Utbah, istri Abu Sufyan, agar disemangati untuk melaksanakan rencana yang mereka inginkan. Di Perang Badar, Hindun telah kehilangan ayah, paman, saudara dan putranya.
Berita yang sampai kepadanya, Hamzahlah yang membunuh beberapa orang dari keluarganya itu, dan yang lain dibunuh oleh pasukan Islam yang lain. Oleh sebab itu, tidak mengherankan jika Hindun paling bersemangat untuk menyalakan peperangan.
Ia ingin mendapatkan kepala Hamzah, berapa pun harga yang harus dibayar. Berhari-hari sebelum peperangan dimulai, Hindun hanya sibuk menggembleng dan memotivasi Wahsyi.
Menjelaskan kepadanya tugas yang harus dilakukan. Jika Wahsyi berhasil membunuh Hamzah, Hindun akan memberinya perhiasan yang paling berharga yang dimiliki seorang wanita.
Ia menyentuh anting-antingnya yang bermatakan permata dan kalung emas yang memenuhi lehernya. la berkata, “Jika kamu bisa membunuh Hamzah, semua ini menjadi milikmu.”
Air liur Wahsyi mengalir. la ingin peperangan itu segera berlangsung la sudah membayangkan kalau dirinya merdeka dan tidak lagi menjadi budak belian.
Ia juga akan mendapat perhiasan yang sekarang menempel di tubuh wanita bangsawan Quraisy. Itulah konspirasi yang dilakukan. Perang ini hanya ditujukan untuk Hamzah.
Perang Uhud pun tiba. Kedua pasukan sudah berhadapan. Hamzah berada di tengah-tengah medan perang dan kematian, mengenakan pakaian perang.
Di dadanya terdapat bulu burung unta yang biasa ia kenakan saat berperang. Hamzah berkelebat ke sana kemari.
Tebasan pedangnya selalu mengenai sasaran. Seakan-akan dialah yang menentukan kematian. Siapa yang diinginkan mati, maka orang itu akan mati.
Kaum musyrikin pun berjatuhan. Pasukan Islam terus merangsek ke depan. Kemenangan sudah di depan mata. Sisa-sisa pasukan kafir lari tunggang-langgang.
Akan tetapi, regu pemanah pasukan Islam meninggalkan posisi mereka. Mereka turun dari atas bukit, ikut mengumpulkan rampasan perang.
Seandainya saja mereka tidak meninggalkan posisi mereka, sehingga pasukan berkuda musuh tidak punya kesempatan menyerang pasukan Islam, tentu Perang Uhud menjadi kuburan massal bagi orang-orang kafir Quraisy, bahkan kuda dan unta mereka.
Saat itulah, pasukan berkuda musuh menyerang pasukan Islam dari belakang hingga mereka jadi bulan-bulanan pedang yang berkelebatan.
Kaum muslimin kembali mengatur barisan, bahkan sebagian pasukan sudah meletakkan senjata mereka ketika melihat pasukan musuh lari tunggang-langgang.
Akan tetapi, serangan pasukan berkuda musuh sangat cepat. Hamzah melihat bahaya yang sedang terjadi. la kerahkan semua kekuatan dan semangatnya untuk mengatasi situasi itu.
Ia menerjang ke kiri dan ke kanan, ke depan dan ke belakang Sementara itu, Wahsy terus mengintainya. Menunggu kesempatan yang tepat untuk melemparkan tombaknya ke tubuh Hamzah.
Marilah kita dengarkan Wahsyi bercerita. “Aku seorang Habsyi. Aku mahir melempar tombak dengan teknik Habsyi, hingga jarang sekali lemparanku meleset.
Ketika orang-orang mulai berperang, aku mencari-cari Hamzah. Aku melihatnya di tengah medan perang menerjang ke sana kemari. Tidak seorang pun mampu berhadapan dengannya.
Demi Allah, aku bersiap-siap membidiknya. Aku bersembunyi di balik pohon, menunggu saat yang tepat, atau ia mendekat ke arahku.
Tiba-tiba, seorang tentara kafir, Siba’ bin Abdul Uzza; menerjang ke arah Hamzah. Hamzah melihatnya, “Ke sinilah, hai anak tukang sunat.”
Lalu Hamzah menebaskan pedangnya, dan tepat mengenai leher Siba’. “Ini kesempatan yang tepat,” pikirku.
Aku arahkan tombakku, lalu aku lemparkan ke arahnya, dan tepat mengenai punggung bagian bawah hingga tembus ke bagian depan. la berusaha mengejarku, tapi ia roboh dan meninggal.”
Aku mendekati mayatnya. Aku ambil tombakku. Aku kembali ke perkemahan dan beristirahat. Tugasku sudah selesai; membunuh Hamzah untuk kebebasanku.
Sesampainya di Mekah aku pun dibebaskan dari perbudakan. Aku tetap bermukim di sana sampai Rasulullah memasuki Mekah pada peristiwa Fathu Mekah. Aku lari ke Thaif.
Ketika perwakilan warga Thaif menghadap Rasulullah untuk masuk Islam, aku kebingungan, mau lari ke mana: Syam, Yaman, atau tempat lain?
Demi Allah, dalam kebingungan itu seseorang berkata kepadaku, “Bodoh kamu. Demi Allah, Rasulullah tidak akan membunuh orang yang masuk Islam.
Aku pergi ke Madinah untuk bertemu Rasulullah saw. di Madinah. Aku langsung berdiri di depannya dan mengucapkan syahadat.
Beliau bertanya, “Apakah kamu ini Wahsyi!” “Benar ya Rasulullah.” jawabku. Beliau bersabda, “Ceritakanlah kepadaku bagaimana kamu membunuh hamzah.
Aku pun bercerita sampat selesai. Setelah itu, beliau bersabda, laan kamu ini. Mulai sekarang, jangan perlihatkan wajahmu dariku” Seiak saat itu, aku selalu menghindar dari Rasulullah agar beliau tidak melihatku, hingga Allah memanggilnya.
Ketika kaum muslimin pergi untuk menghentikan pemberontakan Musailamah penguasa Yamamah, aku ikut serta dengan membawa tombak Julu kugunakan untuk membunuh Hamzah.
Di tengah berkecamuknya perang antara pasukan Islam dengan pisikan Musailamah, aku melihat Musailamah berdiri menghunuskan pedang.
Aku siapkan tombakku. Aku terus membidiknya. Ketika kuperkirakan sudah tepat, maka kulemparkan tombakku sekencang- kencangnya, dan tepat mengenai sasarannya.
Jika dulu tombak ini kugunakan untuk membunuh orang terbaik (Hamzah), maka sekarang kugunakan untuk membunuh orang terburuk (Musailamah).
Aku berharap, Allah akan mengampuni dosaku. Demikianlah “Singa Allah dan Singa Rasulullah” itu gugur sebagai yahid yang pasti mendapat tempat yang sangat mulia.
Sewaktu masih hidup, sepak terjangnya menggemparkan dunia. Begitu juga ketika meninggal dunia. Hamzah sudah terbunuh. Namun para musuh belum merasa puas.
Dan itu pantas, karena semua harta dan kekuatan mereka kerahkan dalam Peperangan ini untuk membalas dendam kepada Rasulullah dan Hamzah.
Hindun binti ‘Utbah, istri Abu Sufyan telah menyuruh Wahsyi mengambil hati Hamzah untuk dirinya. Dengan iming-iming hadiah, wahsyi menyanggupinya.
Ketika ia kembali kepada Hindun dan memberikan hati Hamzah dengan tangan kanannya, ia menerima kalung a anting-anting dari wanita itu dengan tangan kirinya sebagai upah.
Hindun yang ayahnya telah tewas di tangan kaunm muslimin dalam g Badar menggigit dan mengunyah hati Hamzah dengan harapan bita mengobati sakit hatinya.
Dan tetapi, sepertinya hati itu menjadi keras dan tak dapat dikunyah, lalu dimuntahkan. Ia berseru dengan suara lantang,
“Kekalahan di Perang Badar terbalas sudah Pedih rasanya kehilangan ayah, saudara, paman, dan anak pertama Sekarang sudah lega rasanya, dendam t’lah terbalas Terima kasih untuk Wahsyi dan tombaknya” Peperangan pun usai.
Kaum musyrikin menaiki unta dan kuda mereka pulang ke Mekah. Di pihak lain, Rasulullah dan para sahabat meninjau medan pertempuran untuk melihat para syuhada.
Di sana, di perut lembah, ketika beliau memeriksa para sahabatnya yang telah menjual diri mereka kepada Allah, merelakan nyawanya untuk bertemu dengan Allah yang Maha Agung, tiba-tiba beliau berhenti.
Beliau memandang tajam, membisu, dan menggeretakkan gigi. Tidak terlintas dalam benak beliau sedikit pun bahwa perilaku orang-orang Arab akan merosot sedemikian rupa hingga melakukan tindakan biadab seperti ini, merusak tubuh orang yang sudah mati.
Itulah yang dilakukan orang- orang musyrik kepada tubuh Hamzah bin Abdul Muthalib, Singa Allah yang gugur di perang ini sebagai syahid. Bahkan, menjadi pemimpin para syuhada.
Rasulullah membuka kedua matanya yang berkaca-kaca. Dan dengan kedua mata tetap tertuju pada tubuh pamannya, beliau bersabda, “Aku tidak pernah mendapat musibah seperti saat ini.
Aku tidak pernah semarah saat ini.” Lalu beliau menoleh kepada para sahabat dan bersabda, “Jika bukan karena khawatir Shafiah (saudara perempuan Hamzah) semakin sedih, dan khawatir akan menjadi sunah sepeninggalku nanti, niscaya akan kubiarkan jasad Hamzah di makan binatang buas dan burung pemangsa.
Jika nanti Allah memberi kesempatan kepadaku berhadapan dengan orang-orang Quraisy di suatu pertempuran, aku pasti akan cincang tubun 30 orang dari mereka.
“Para sahabat pun berseru,”Demi Allah, jika nanti kita diberi kemenangan oleh Allah terhadap mereka, akan kita cincang mayat-mayat mereka sejadi-jadinya, lebih kejam dari yang dilakukan bangsa Arab selama ini.”
Tetapi Allah yang telah memberi kemuliaan kepada Hamzah dengan mematikannya sebagai seorang syahid, memuliakannya sekali lagi dengan menjadikan kesyahidannya itu sebagai satu kesempatan untuk memperoleh pelajaran penting yang akan melindungi keadilan sepanjang masa dan menjadikan kasih sayang sebagai elemen wajib meskipun ketika melakukan hukuman atau qishash.
Demikianlah sebelum Rasulullah saw beranjak dari tempatnya, bahkan belum selesai mengucapkan ancamannya itu, turunlah wahyu berupa ayat-ayat mulia berikut ini,
“Serulah (manusia) kepada jalan Rabbmu dengan hikmah dan nasihat yang baik. Bantahlah mereka dengan cara yang lebih baik.
Sesungguhurya Tuhanmu Dia-lah yang lebih mengetahui siapa yang tersesat dari jalan- Nya dan Dia-lah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.
Dan jika kamu memberikan balasan, maka balaslah dengan balasan yang sama dengan siksaan yang ditimpakan kepadamu.
Akan tetapi, jika kamu bersabar, sesungguhnya itulah yang lebih baik bagi orang- orang yang sabar. Bersabarlah (hai Muhammad) dan tiadalah kesabaranmu itu melainkan dengan pertolongan Allah dan janganlah kamu bersedih hati terhadap (kekafiran) mereka dan janganlah kamu bersempit dada terhadap apa yang mereka tipu dayakan.
Sesunggahnya Allah beserta orang-orang yang bertakwa dan orang-orang yang berbuat kebaikan.” (An-Nahl: 125-128)
Turunnya ayat-ayat tersebut di tempat ini merupakan penghormatan terbaik kepada Hamzah, Rasulullah saw sangat sayang kepadanya.