Pakaian Terbaik Adalah Yang Berwarna Putih.
1. Diriwayatkan dari Samrah dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, beliau bersabda,
“Pakailah pakaian-pakaian kalian yang putih karena itu yang lebih suci dan lebih bagus. Dan kafanilah orang-orang mati kalian dengannya.” (Shahih. Hadits Riwayat: an-Nasa’i (IV/34 – VIII/205), Ibnu Majah (3567), dan Ahmad (V/12, 20)
Dalam riwayat lain:
“Pakailah pakaian yang putih. Hendaknya orang-orang yang hidup di antara kalian mengenakannya, dan kafanilah dengannya orang-orang yang mati dari kalian, karena itu sebaik-baik pakaian kalian.”
Asy-Syaukani rahimahullahu berkata, “Adapun dikatakan sebagai yang terbagus, maka sudah jelas alasannya. Sedangkan dikatakan sebagai yang tersuci, maka hal itu karena sekecil apapun kotoran yang mengenainya akan kelihatan sehingga bisa segera dicuci jika kotoran itu adalah najis dan dengan begitu menjadi bersih. Perintah yang disebutkan di dalam hadits ini bukan wajib berdasarkan dalil-dalil yang pasti dari beliau shallallahu ‘alaihi wasallam bahwa beliau pernah juga memakai pakaian selain putih, dan demikian pula sejumlah Sahabat pernah memakai pakaian selain putih, dan juga taqrir beliau atas perbuatan sejumlah Sahabat yang mengenakan pakaian selain putih.” (Nail al-Authar dengan sedikit perubahan)
2. Diriwayatkan dari Sa‘ad bin Abu Waqqash radhiallahu ‘anhu, dia berkata, “Pada hari Perang Uhud, aku melihat ada dua orang di kanan dan di kiri Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam. Keduanya mengenakan pakaian putih. Aku tidak pernah melihat keduanya baik sebelum maupun sesudah itu.” (Shahih. Hadits Riwayat: al-Bukhari (5826)
3. Di dalam hadits Abu Dzar radhiallahu ‘anhu, dia berkata, “Aku pernah mendatangi Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam yang mengenakan pakaian putih. Beliau saat itu sedang tidur… (Shahih. Hadits Riwayat: al-Bukhari (5827)
Tidak Masalah Memakai Selain Putih.
1. Diriwayatkan dari al-Barra’ bin ‘Azib radhiallahu ‘anhu, dia berkata, “Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam adalah seorang laki-laki yang berperawakan sedang (tidak tinggi dan tidak pendek). Aku pernah melihat beliau mengenakan satu setel pakaian berwarna merah. Tidak pernah aku melihat sesuatu yang lebih bagus darinya.” (Shahih. Hadits Riwayat: al-Bukhari (5848). Hadits ini memiliki syahid dari hadits Jabir yang diriwayatkan at-Tirmidzi (2811)
2. Diriwayatkan dari Aisyah, dia berkata, “Rasulullah pernah keluar rumah dengan mengenakan pakaian wol yang bermotif (gambar kafilah unta atau garis-garis) dari bulu-bulu hitam.” (Shahih. Hadits Riwayat: Muslim (2081), at-Tirmidzi (2813), dan Abu Dawud (402)
3. Diriwayatkan dari Qatadah, dia berkata, “Kami berkata kepada Anas radhiallahu ‘anhu, ‘Pakaian apa yang disukai Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam?’ Dia menjawab, ‘Hibarah.” (Shahih. Hadits Riwayat: al-Bukhari (5812) dan Muslim (2081)
Hibarah adalah sejenis burdah buatan Yaman yang berbahan linen atau katun yang dihiasi dan bergaris-garis. (Pakaian luar bermotif garis-garis. -Pent)
4. Diriwayatkan dari Abu Rimtsah radhiallahu ‘anhu, dia berkata, “Aku pernah melihat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam berkhutbah dengan memakai dua burdah berwarna hijau.” (Shahih. Hadits Riwayat: at-Tirmidzi (2812), Abu Dawud (4206), an-Nasa’i (VIII/402) dan Ahmad (II/227)
5. Pakaian berwarna hijau adalah pakaian yang paling banyak dipakai penghuni surga. Allah Subhanahu wata’ala berfirman,
“Mereka memakai pakaian sutra halus yang hijau dan sutra tebal.” (Surat al-Insan: 21)
Pakaian Paling Utama Adalah Gamis
Diriwayatkan dari Ummu Salamah radhiallahu ‘anha, dia berkata, “Pakaian yang paling disukai Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam adalah gamis.” (Hadits Hasan. Hadits Riwayat: at-Tirmidzi (1762, 1763), Abu Dawud (4025), an-Nasa’i dalam al-Kubra(9668), Abu Ya‘la (7014), dan al-Baihaqi (II/239)
Hal itu karena gamis lebih menutup anggota tubuh daripada izar (sarung) dan rida’ (Semacam selendang/kain panjang seperti yang dipakai saat ihram zaman sekarang, -Pent) yang seringnya harus diikat, dipegang, atau dengan cara lainnya, berbeda dengan gamis.
Boleh Memakai Celana Panjang.
Boleh memakai sirwal menurut kesepakatan para ulama. Dalil yang menyatakan bolehnya adalah hadits Ibnu ‘Abbas radhiallahu ‘anhuma bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
“Siapa yang tidak mendapati sarung, hendaknya memakai sirwal. Siapa yang tidak mendapati sepasang sandal, hendaknya memakai sepasang sepatu.” (Shahih. Hadits Riwayat: al-Bukhari (1841, 5804), an-Nasa’i (2672), dan Ibnu Majah (2931)
Hendaknya sirwal/pantalon tersebut longgar, tidak menampakkan bentuk aurat. Jika tidak, maka pemakainya harus memakai gamis panjang di atasnya agar bisa menutupi auratnya. Diriwayatkan dari Abu Umamah radhiallahu ‘anhu, dia berkata, “Kami berkata, ‘Wahai Rasulullah, sesungguhnya Ahli Kitab mereka memakai sirwal dan tidak memakai izar(sarung).’ Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
‘Pakailah sirwal dan sarung, dan selisihilah Ahli Kitab (dengan penampilan yang berbeda).” (Shahih. Hadits Riwayat: Ahmad (V/264), dan at-Thabarani sebagaimana di dalam al-Mujma‘(V/121)
Catatan Penting: Sebagian ulama di zaman kita sekarang berpendapat bahwa memakai dan melaksanakan shalat dengan celana panjang hukumnya makruh –dengan makruh tahrim (makruh yang bermakna haram)–. Mereka beralasan karena hal itu mengandung unsur tasyabbuh (penyerupaan) dengan Ahli Kitab, sementara Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam pernah bersabda kepada orang yang datang kepada beliau dengan memakai pakaian yang dicelup warna kuning,
“Ini pakaian orang-orang kafir, maka jangan kamu pakai.” (Shahih. Akan dijelaskan takhrij-nya nanti)
Penulis berkata: Celana panjang tidak bisa digolongkan sebagai pakaian yang khas dan menjadi ciri khusus orang-orang kafir sehingga harus diharamkan dengan alasan tasyabbuh. Yang harus disyaratkan padanya hanyalah apa yang telah diisyaratkan di atas, yaitu harus lebar dan longgar sehingga tidak menampakkan bentuk aurat. Akan tetapi, meninggalkan celana panjang dan lebih memilih gamis itu jauh lebih utama berdasarkan apa yang sudah dipaparkan di atas.
Disunnahkan Memakai ‘Imamah (Serban)
Diriwayatkan dari Jabir radhiallahu ‘anhu “Bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam memasuki kota Makkah pada hari Fathu Makkah dengan memakai ‘imamah hitam.” (Shahih. Hadits Riwayat: Muslim (1358), at-Tirmidzi (1735), an-Nasa’i (2869), Abu Dawud (4076), dan Ibnu Majah (2822))
Dan disunnahkan menurunkan (ujung) ‘imamah di antara kedua pundak.
Dari hadits ‘Amru bin Huraits radhiallahu ‘anhu, dia berkata, “Sepertinya aku melihat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam (berkhutbah) di atas mimbar dengan mengenakan‘imamah hitam yang kedua ujungnya beliau turunkan di antara kedua pundaknya.” (Shahih. Hadits Riwayat: Muslim (1359) dan Ibnu Majah (2821)
Diriwayatkan dari Ibnu Umar radhiallahu ‘anhuma, dia berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, jika memakai ‘imamah, beliau suka menurunkan (ujung) ‘imamah-nya itu di antara dua pundaknya.” Hasan li ghairihi. (Hadits Riwayat: at-Tirmidzi (1736), Ibnu Hibban (6397), dan ath-Thabarani (XII/3790), dan hadits ini hasan li ghairihi)
An-Nawawi berkata, “Boleh memakai ‘imamah baik dengan menurunkan ujungnya maupun tidak, dan tidak ada kemakruhan pada salah satu dari keduanya. Tidak ada satu pun dalil yang shahih yang melarang tidak menurunkannya. Dan menurunkannya secara berlebih-lebihan sebagaimana menurunkan (ujung) pakaian hukumnya haram baik karena kesombongan maupun karena alasan lainnya.” (Al-Majmu‘ (IV/457)