Ketentuan Hukuman Qishas Bagi Pelaku Kriminal Non Pembunuhan


Fatwapedia.com – Qishas adalah istilah hukum Islam yang mengacu pada hukuman balas yang diterapkan pada seseorang yang melakukan kejahatan fisik seperti pembunuhan, pembakaran, penganiayaan atau perampokan dengan kekerasan. Dalam hukum Islam, qisas adalah salah satu bentuk hukuman yang diperbolehkan, selain juga diatur hukuman hudud dan ta’zir.
Dalam Qishas, korban atau keluarganya dapat meminta hukuman yang sama seperti yang dialami oleh korban kejahatan (kriminal). Contohnya, jika seseorang membunuh orang lain, maka keluarga korban dapat meminta agar pelaku juga dihukum dengan hukuman mati.
Namun, dalam hukum Islam, qisas tidak harus diterapkan dan dapat digantikan dengan diat atau denda, tergantung pada keputusan hakim dan kesepakatan antara pelaku dan keluarga korban. Dalam hal qisas, tidak boleh ada pembalasan yang berlebihan dan hukuman harus sesuai dengan kejahatan yang dilakukan.

Definisi Kriminalitas

Tindak Kriminalitas dalam Islam mencakup pembunuhan dan selain pembunuhan. Sedangkan yang dimaksud kriminalitas selain pembunuhan adalah: Setiap perbuatan haram yang terjadi pada sisi tubuh maupun anggota tubuh, apakah itu dengan memotongnya, atau melukinya atau menghilangkan fungsinya. (Lihat Al Mausu’ah Al Fiqihiyyah (16/63)
Tindak kriminal terhadap selain yang mengorbankan jiwa manusia terbagi menjadi dua macam: 
Pertama: Yang mengharuskan hukuman setimpal (qishash) dan yang kedua: yang mengharuskan diyat dan lainnya.
Pertama: Kriminal yang mengharuskan hukuman setimpal (qishash):
Disyariatkan hukuman setimpal (qishash) pada kriminal terhadap selain jiwa –jika terpenuhi syarat tertentu yang akan disebutkan- dalil dari legalisasi hal ini adalah Al-Qur’an, as sunnah, konsesus, serta akal.
Dalil dari Al-Qur’an
Firman Allah Subhanahu wata’ala:
(وَكَتَبْنَا عَلَيْهِمْ فِيهَا أَنَّ النَّفْسَ بِالنَّفْسِ وَالْعَيْنَ بِالْعَيْنِ وَالْأَنفَ بِالْأَنفِ وَالْأُذُنَ بِالْأُذُنِ وَالسِّنَّ بِالسِّنِّ وَالْجُرُوحَ قِصَاصٌ)
“Dan Kami telah tetapkan terhadap mereka di dalamnya (At Taurat) bahwasanya jiwa (dibalas) dengan jiwa, mata dengan mata, hidung dengan hidung, telinga dengan telinga, gigi dengan gigi, dan luka luka (pun) ada qishaashnya”. (Al-Qur’an, Surat: Al-Maidah : 45)
Allah Subhanahu wata’ala berfirman:
(فَمَنِ اعْتَدَىٰ عَلَيْكُمْ فَاعْتَدُوا عَلَيْهِ بِمِثْلِ مَا اعْتَدَىٰ عَلَيْكُمْ)
“Oleh sebab itu Bagi siapa yang menyerang kamu, maka seranglah ia, seimbang dengan serangannya terhadapmu”. (Al-Qur’an, Surat Al-Baqarah: 194)
Dalil dari As-Sunnah
Dari Anas bin Malik –radhiyallahu `anhu- berkata:
كسرت ‏ ‏الربيع ‏ ‏وهي عمة ‏ ‏أنس بن مالك ‏ ‏ثنية جارية من ‏ ‏الأنصار ‏ ‏فطلب القوم القصاص فأتوا النبي ‏ ‏صلى الله عليه وسلم ‏ ‏فأمر النبي ‏ ‏صلى الله عليه وسلم ‏ ‏بالقصاص فقال ‏ ‏أنس بن النضر ‏ ‏عم ‏ ‏أنس بن مالك ‏ ‏لا والله لا تكسر سنها يا رسول الله فقال رسول الله ‏ ‏صلى الله عليه وسلم ‏ ‏يا ‏ ‏أنس ‏ ‏كتاب الله القصاص فرضي القوم وقبلوا ‏ ‏الأرش ‏ ‏فقال رسول الله ‏ ‏صلى الله عليه وسلم ‏ ‏إن من عباد الله من لو أقسم على الله ‏ ‏لأبره
“Rubayyi’ -bibi Anas bin Malik- mematahkan gigi seorang budak wanita dari anshar, lalu mereka minta ditegakkan hukuman setimpal (qishash), merekapun mendatangai Nabi -shalallahu `alaihi wa sallam-, Nabi pun lantas memerintahkan untuk menegakkan hukuman setimpal (qishash). Akan tetapi Anas bin Nadhr -paman Anas bin Malik- mengatakan : demi Allah, tidak. wahai Rasulullah janganlah engkau patahkan giginya. Lalu Rasulullah -shalallahu `alaihi wa sallam- berkata : Wahai Anas kitabullah menetapkan hukuman setimpal (qishash), maka manusia pun puas dan menerima denda maka Rasulullah -shalallahu `alaihi wa sallam- pun bersabda : Sesungguhnya ada di antara hamba-hamba Allah jika bersumpah maka pasti Allah akan mengabulkannya”. (Hadits, Diriwayatkan Oleh Al-Bukhariy, Muslim (1635) dan lainnya)
Dalil dari Konsesus (Ijma’): Kaum muslimin telah berkonsesus/ bersepakat akan pelaksanaan hukuman setimpal (qishash) dalam kriminal terhadap selain jiwa ini jika hal tersebut memang mungkin dilaksanakan. (Al-Mughniy Ibnu Qudamah (7/702) cet. Riyadh, lihat Maratibul Ijma’ (138)
Adapun Dalil Secara Logika: Karena kriminal terhadap selain jiwa ini sama dengan kriminal terhadap jiwa ditinjau dari sisi penjagaannya. Karena anggota badan selain jiwa diciptakan adalah untuk menjaga jiwa, maka disyariatkan hukuman setimpal (qishash) dalam kriminal terhadap selain jiwa untuk menjaga jiwa. (Al-Mughniy (7/702)

Syarat-Syarat Wajibnya Hukuman Setimpal (Qishash)

a. Sengaja Melakukan Tindakan Kriminal
Ini merupakan syarat wajibnya hukuman setimpal (qishash) sesuai kesepakatan para ahli fiqih. Adapun pembunuhan setengah sengaja -dalam kriminal selain pembunuhan- yaitu seseorang memukul dengan pukulan yang pada umumnya tidak menimbulkan luka tapi ternyata terluka, yang seperti ini tidak ada hukuman setimpal (qishash) baginya menurut mayoritas para ulama.
Madzhab Hanafiyah dan sebagain pengikut madzhab Hanabilah berpendapat bahwa kriminal terhadap selain jiwa sama sekali tidak termasuk katagori “kriminal setengah sengaja”. Kriminal setengah sengaja itu masuk katagori kriminal sengaja jika dilakukan terhadap selain jiwa. Karena seseorang tidak bermaksud untuk melenyapkan anggota badan selain nyawa dengan alat tertentu, jadi alat apa saja yang ia gunakan sama saja dan cukup menjadi bukti akan kesengajaannya, jadi tetap wajib ditegakkan hukuman setimpal (qishash) atasnya. (Al-Bada’i` (7/233), Zarqani (8/14), Raudah At-Thalibin (9/178), Kasyaf Al-Qana’ (5/545) dan Al-Mughniy (7/703))
b. Tindakan Yang Ia Lakukan Timbul Karena Sikap Permusuhan
Jika pelaku tindakan kriminal tidak melakukan tindakan tersebut karena faktor permusuhan maka tidak ditegakkan hukuman setimpal (qishash) atasnya. Seperti orang yang tidak dibebani syariat tidak berhak mendapatkan hukuman, atau orang yang melakukan tindakan ini dengan cara yang benar seperti orang yang bertugas melaksanakan sangsi hukuman/ algojo atau bertugas mengasingkan pelaku kriminal atau seorang dokter yang menjalankan operasi atau yang lainnya.
c. Pelaku Kriminal Sepadan Dengan Korban Kriminal
Yaitu pelaku bisa dikenai hukuman setimpal (qishash) jika ia membunuh korbannya, seperti seorang muslim merdeka yang membunuh muslim merdeka lainnya. Adapun orang yang tidak boleh dibunuh karena membunuh orang yang tidak sepadan, maka tidak boleh ditegakkan hukuman setimpal (qishash) atasnya. Seperti muslim dengan kafir, orang yang merdeka dengan budak, ayah dengan anaknya, maka ia tidak dibunuh karena membunuhnya, tidak dipotong anggota badannya karena memotongnya, tidak dilukai karena melukainya seperti orang Islam dengan kafir musta’man (kafir yang mendapat jaminan keamanan). (Ibn `Abidin (5/356) dan referensi sebelumnya)
Inilah yang dikatakan mayoritas ulama berbeda dengan madzhab Hanafiyah yang rinciannya sesuai dengan apa yang telah berlalu pada pembicaraan hukuman setimpal (qishash) pada kasus pembunuhan.
d. Obyek Yang Dihukum Setimpal (Qishash) Setara Dengan Obyek Yang Terkena Kriminal
Maka tidak boleh menghukuman setimpal (qishash) sesuatu kecuali yang setara, potong tangan dibalas dengan potong tangan, potong kaki dibalas dengan potong kaki, demikian pula jari, mata, telinga dan yang lainnya. Tidak boleh pula memotong tangan atau kaki lelaki yang sehat dikarenakan ia memotong kaki yang lumpuh ini adalah kesepakatan para ahli fiqih.
Para ahli fiqih berselisih tentang hukuman setimpal (qishash) si lumpuh karena memotong kaki yang sehat. Mayoritas ahli fiqih membolehkan untuk menghukuman setimpal (qishash) si lumpuh karena ia memotong kaki si sehat. Sedangkan madzhab Hanabilah dan Syafi`iyyah -sesuai pendapat yang benar- berpendapat : Si lumpuh dihukuman setimpal (qishash) jika ahli kesehatan menyatakan darahnya akan berhenti setelah dipotong, namun jika tidak, maka tidak boleh dipotong dan wajib membayar denda. Madzhab Malikiyyah mengatakan dan ini juga salah satu pendapat madzhab Syafi`iyyah: Tidak boleh si lumpuh diqishash karena memotong kaki si sehat, karena syariat tidak menetapkan adanya hukuman setimpal (qishash) dalam kasus seperti ini dan ia wajib bayar denda saja.
Para ahli fiqih berselisih tentang hukuman setimpal (qishash) si lumpuh terhadap si lumpuh: Madzhab Hanafiyyah melarangnya demikian pula Malikiyyah serta Syafi`iyyah dari satu sisi. (Al-Bada’i` (7/297), Zarqani (8/16), Raudah (9/193), Al-Mughniy (7/735) Sedangkan madzhab Hanabilah serta Syafi`iyyah menurut sisi yang shahih membolehkannya jika tingkat kelumpuhannya sama atau tangan pelaku lebih parah kelumpuhannya dibandingkan tangan si korban, dengan syarat pelaksanaan hukuman setimpal (qishash) tidak menyebabkan pendarahan yang tidak berhenti. (Ibn `Abidin (5/354), Zarqani (8/20), Nihayah Al-Muhtaj (7/327), dan Al-Mughniy (7/717)
Jika si picak mencungkil mata orang yang sehat kedua matanya :
a. Abu Hanifah dan Syafi`i berkata : Si picak di hukum setimpal (qishash) sedangkan si buta tidak dihukuman setimpal (qishash). Hal ini juga dikatakan oleh Masruq, Asy Sya’bi, Ats Tsaury serta Ibnul Mundzir, yang menjadi argumentasi mereka adalah makna umum firman Allah ta’ala ;
وَالْعَيْنَ بِالْعَيْنِ
Dan mata dibalas dengan mata”. (Al-Qur’an, Surat Al Maidah: 45)
b. Malik berkata: Wali korban disuruh memilih antara meminta hukuman setimpal (qishash) atau meminta denda secara sempurna.
c. Madzhab Imam Ahmad mengatakan tidak ada hukuman setimpal (qishash) baginya tapi denda dibayarkan dengan sempurna, karena ini pernah diriwayatkan dari Umar dan Utsman dan tidak diketahui ada sahabat lain yang mengingkarinya maka hal ini pun lantas menjadi konsesus. Karena si picak tidak menghilangkan seluruh penglihatan korbannya jadi tidak adil jika si picak dihilangkan seluruh penglihatannya
Penulis berkata: Yang berkaitan dengan tindakan kriminal, tidak ada larangan untuk meminta ditegakkannya hukuman setimpal (qishash) jika korban menghendakinya.
Jika orang yang sehat kedua matanya mencungkil satu mata yang sehat dari si picak: Maka para ahli fiqih bersepakat untuk menegakkan hukuman setimpal (qishash). Kemudian berselisih apakah ada hukuman lain bagi pelaku kriminal disamping hukuman setimpal (qishash)?. (Al-Bada’i` (7/308), Zarqani (8/41)
Madzhab Hanabilah berpendapat: Hukuman setimpal (qishash) dan juga membayar setengah dari denda, karena ia telah menghilangkan semua penglihatan yang sama nilainya sama dengan denda yang penuh. Karena si picak tidak mungkin meminta untuk menghilangkan semua pandangan si pelaku, karena tidak mungkin mengambil dua mata sebagai balasan dari satu mata, maka pelaku wajib mengembalikan pengganti setengah penglihatan yaitu dengan membayar setengah denda.
Madzhab Malikiyyah berpendapat dan pendapat ini juga salah satu sisi pendapat dari madzhab Hanabilah: Bahwa tidak ada tambahan selain dari hukuman setimpal (qishash).
Penulis berkata: Pendapat yang terakhir ini lebih dekat kepada dalil. 
Memungkinkan melaksanakan hukuman setimpal (qishash) tanpa ada tambahan dalam menghukuman setimpal (qishash) : Ini adalah syarat wajibnya hukuman setimpal (qishash) dalam luka ataupun memotong anggota badan. Ini bisa diwujudkan dengan memotong pada persendian, jika pemotongan tidak bisa dilakukan pada persendian maka tidak boleh dilakukan hukuman setimpal (qishash) dengan tanpa ada perselisihan. (Ibn `Abidin (5/354), Zarqani (8/18), Nihayah Al-Muhtaj (7/284), Raudah (9/181) dan Al-Mughniy (7/707)
Diriwayatkan dari Namr bin Jabir dari bapaknya :
(أن رجلا ضرب رجلا على ساعده بالسيف فقطعها من غير مفصل فاستعدى عليه النبي صلى الله عليه وسلم فأمر له بالدية فقال يا رسول الله إني أريد القصاص فقال خذ الدية بارك الله لك فيها ولم يقض له بالقصاص(
“Seorang lelaki memukul pembantunya dengan pedang lalu terpotong bukan pada persendian, maka Rasulullah -shalallahu `alaihi wa sallam- memrintahkannya untuk membayar denda, lelaki tadi berkata : Wahai Rasulullah aku ingin ditegakkan hukuman setimpal (qishash), Rasulullah -shalallahu ‘alaih wa sallam- bersabda: Ambil saja denda semoga Allah memberkahimu dengannya”. Dan tidak dilakukan qisah terhadapnya” (Dha`if, Hadits, Diriwayatkan Oleh Ibn Majah 2636, Al-Baihaqiy 8/65 yaitu didalam Al-Irwa’ 2235)
Hal ini adalah yang tidak ada kerelaan korban, jika pemotongan pada persendian lebih sedikit dari pada bagian tubuhnya yang terpotong.

Leave a Comment