Fikroh.com – Dari tahun 1964-1966 (dua tahun empat bulan) Buya Hamka ditahan atas perintah presiden Soekarno. Beliau dituduh melanggar Undang-Undang Anti Subversif Pempres No. 11 yaitu merencanakan pembunuhan terhadap Presiden Soekarno. Tak hanya itu, buku-buku karangannya dilarang terbit dan beredar.(1)
Perihal penangkapannya, Buya Hamka sendiri menceritakan dalam pengantar ke XII buku ‘Tasawuf Modern’ bahwa: Pada hari Senin tanggal 12 Ramadhan 1385, bertepatan dengan 27 Januari 1964, kira-kira pukul 11 siang, saya dijemput dirumah saya, ditangkap dan ditahan. Mulanya dibawa ke Sukabumi.
Diadakan pemeriksaan yang tidak berhenti-henti, siang-malam, petang-pagi. Istirahat hanya ketika makan dan sembahyang saja. 1001 pertanyaan, yah 1001 yang ditanyakan. Yang tidak berhenti ialah selama 15 hari 15 malam. Di sana sudah ditetapkan lebih dahulu bahwa saya mesti bersalah. Meskipun kesalahan itu tidak ada, mesti diadakan sendiri. Kalau belum mengaku berbuat salah, jangan diharap boleh tidur. Tidurpun diganggu. Kita pasti tidak bersalah. Disana mengatakan kita mesti bersalah. Kita mengatakan tidak. Disana mengatakan ya! Sedang ditangan mereka ada pistol.
Satu kali pernah dikatakan satu ucapan yang belum pernah saya dengar selama hidup.
“Saudara pengkhianat, menjual negara kepada Malaysia!”
Kelam pandangan mendengar ucapan itu. Berat!
….gemetar tubuh saya menahan marah, kecil polisi yang memeriksa dan mengucapkan kata-kata itu saya pandangi, dan pistol ada di pinggangnya.
Memang kemarahan saya itulah rupanya yang sengaja dibangkitkannya. Kalau saya melompat kepadanya dan menerkamnya, tentu sebutir peluru saja sudah dalam merobek dada saya. Dan besoknya tentu sudah dapat disiarkan berita di surat-surat kabar: “Hamka lari dari tahanan, lalu dikejar, tertembak mati!”
Syukur Alhamdulillah kemarahan itu dapan saya tekan dan saya insaf dengan siapa saya berhadapan..(2)
Syeikhul Azhar Syeikh Abdul Halim Mahmud rahimahullah pernah berkata:
“…adalah hal yang mudah pagi penguasa tirani untuk memanipulasi kasus, mengajukan saksi-saksi palsu, menyiapkan para hakim dengan harta dan pangkat lalu melampiaskan hawa nafsu mereka.
Lalu terjadilah apa yang terjadi berupa kasus dan pembunuhan…” (3)
Dan pada akhirnya sejarah nantinya akan menceritakan kepada kita siapa yang berdusta atas nama negara.
Oleh: Taufik M Yusuf Njong
Footnote:
- Ayah, Irfan Hamka, Halaman: 255, Republika Penerbit.
- Tasawuf Modern, Hamka, halaman: XIV-XV, Republika Penerbit.
- Qadhiyah At-Tashawwuf, Al Munqidh Min Ad Dhalal, Dr. Abdul Halim Mahmud. Hal: 162 cet ke 5, Dar Al Ma’arif.