Fatwapedia.com – Dialah Abul Abbas Taqiyuddin Ahmad bin Abdus Salam bin Abdullah bin Taimiyah al Harrani. Lahir 10 Rabiul Awal 661 H (22 Januari 1263) dan wafat 22 Dzulqadah 728 H (26 September 1328). Beliau lebih populer dan viral dengan nama Ibnu Taimiyah, ia adalah seorang pemikir dan ulama asal Harran, Turki.
Ada pelbagai pemikiran kontroversial yang menyertai mahaguru Ibnu Qayyim al-Jauziyah ini, baik di bidang akidah maupun fikih. Namun, dari tumpukan jerami pemikirannya, ada satu pendapat yang membikin penulis tertarik untuk membahasnya dalam tulisan ringkas ini.
Ibnu Taimiyah pernah menggulirkan asumsi bahwa neraka dan siksa pedih di dalamnya fana. Artinya, setelah melewati masa tertentu maka kamp penyiksaan ini akan hancur atau rusak. Pun dengan umat azab di dalamnya, setelah keperihan siksa yang dialami mereka akan lebur debur bersamaan dengan akhir masa aktif neraka.
Ibnu Taimiyah juga menyangkal dan menyanggah ulama yang berpendapat neraka beserta atribut di dalamnya baqa. Belum habis, guru dari Ibnu Katsir ini juga menolak bahwa kekekalan neraka sudah diamini semua ulama. Konsensus istilahnya. Menurutnya, tidak ada ijma ulama terkait keabadian neraka.
Selesai? Belum. Lebih lanjut, bola salju pernyataan Ibnu Taimiyah di atas terus menggelinding. Beliau mengungkapkan bahwa ketidakabidan neraka merupakan pendapat kesohor yang dilansir dari kaum khalaf dan salaf (shahabat) seperti Sayidina Umar bin Khatttab, Abdullah bin Mas’ud, Abu Hurairah, dan lainnya.
Respon Ulama Aswaja
Mendapat serangan crossing semacam di atas, ulama aswaja tidak duduk diam terpaku. Mereka melakukan counter attack yang menghunjam jantung pertahanan Ibnu Taimiyah. Serangan pertama datang dari Syaikh Usamah. Beliau mengatakan dengan lantang bahwa pernyataan Ibnu Taimiyah di atas sudah menyalahi nas al-Qur’an, hadis Nabi, dan ijma ulama.
Ada begitu banyak ayat al-Qur’an yang dengan gamblang mata menyatakan keabadian neraka. Imam Tajuddin as-Subuki bahkan dalam kitab al-I’tibar bi Baqai al-Jannah wa an-Nar memaparkan bahwa ada sekitar 60 ayat yang bisa dijadikan pedang untuk menyerang balik statement Ibnu Taimiyah di atas. Berikut di antaranya;
اِنَّ اللّٰهَ لَعَنَ الْكٰفِرِيْنَ وَاَعَدَّ لَهُمْ سَعِيْرًاۙ – خٰلِدِيْنَ فِيْهَآ اَبَدًاۚ لَا يَجِدُوْنَ وَلِيًّا وَّلَا نَصِيْرًا ۚ – (الأحزاب 64-65)
Artinya, “Sungguh, Allah melaknat orang-orang kafir dan menyediakan bagi mereka api yang menyala-nyala (neraka). Mereka kekal di dalamnya selama-lamanya; mereka tidak akan mendapatkan pelindung dan penolong.” (QS al-Ahzab 64-65)
وَعَدَ اللّٰهُ الْمُنٰفِقِيْنَ وَالْمُنٰفِقٰتِ وَالْكُفَّارَ نَارَ جَهَنَّمَ خٰلِدِيْنَ فِيْهَاۗ هِيَ حَسْبُهُمْ ۚوَلَعَنَهُمُ اللّٰهُ ۚوَلَهُمْ عَذَابٌ مُّقِيْمٌۙ – (التوبة 68
Artinya, “Allah menjanjikan (mengancam) orang-orang munafik laki-laki dan perempuan dan orang-orang kafir dengan neraka Jahanam. Mereka kekal di dalamnya. Cukuplah (neraka) itu bagi mereka. Allah melaknat mereka; dan mereka mendapat azab yang kekal.” (QS at-Taubah 68)
Imam al-Hafiz Tajuddin as-Subuki dalam anggitannya, al-I’tibar bi Baqai al-Jannah wa an-Nar mengemukakan untuk membungkam diam opini Ibnu Taimiyah ini cukup dengan ayat berikut;
وَنَحْشُرُهُمْ يَوْمَ الْقِيٰمَةِ عَلٰى وُجُوْهِهِمْ عُمْيًا وَّبُكْمًا وَّصُمًّاۗ مَأْوٰىهُمْ جَهَنَّمُۗ كُلَّمَا خَبَتْ زِدْنٰهُمْ سَعِيْرًا (الإسراء 97)
Artinya, “Dan Kami akan mengumpulkan mereka pada hari Kiamat dengan wajah tersungkur, dalam keadaan buta, bisu, dan tuli. Tempat kediaman mereka adalah neraka Jahanam. Setiap kali nyala api Jahanam itu akan padam, Kami tambah lagi nyalanya bagi mereka.” (QS al-Isra’ 97)
Adapun hadis Nabi yang menyangkal pangkal pemikiran Ibnu Taimiyah di atas, di sini kami tampilkan dua hadis shahih;
حَدَّثَنَا أَبُو الْيَمَانِ أَخْبَرَنَا شُعَيْبٌ حَدَّثَنَا أَبُو الزِّنَادِ عَنْ الْأَعْرَجِ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُقَالُ لِأَهْلِ الْجَنَّةِ يَا أَهْلَ الْجَنَّةِ خُلُودٌ لَا مَوْتَ وَلِأَهْلِ النَّارِ يَا أَهْلَ النَّارِ خُلُودٌ لَا مَوْتَ
Artinya, “Nabi Muhammad SAW bersabda: “(di hari kiamat), penduduk surga dipanggil: ‘Wahai penduduk surga, kalian hidup abadi dan tak ada lagi kematian’, dan penduduk neraka dipanggil; ‘Wahai penduduk neraka, kalian hidup abadi dan tak ada kematian lagi’.” (HR. Bukhari 6063)
حَدَّثَنَا مُعَاذُ بْنُ أَسَدٍ أَخْبَرَنَا عَبْدُ اللَّهِ أَخْبَرَنَا عُمَرُ بْنُ مُحَمَّدِ بْنِ زَيْدٍ عَنْ أَبِيهِ أَنَّهُ حَدَّثَهُ عَنْ ابْنِ عُمَرَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا صَارَ أَهْلُ الْجَنَّةِ إِلَى الْجَنَّةِ وَأَهْلُ النَّارِ إِلَى النَّارِ جِيءَ بِالْمَوْتِ حَتَّى يُجْعَلَ بَيْنَ الْجَنَّةِ وَالنَّارِ ثُمَّ يُذْبَحُ ثُمَّ يُنَادِي مُنَادٍ يَا أَهْلَ الْجَنَّةِ لَا مَوْتَ وَيَا أَهْلَ النَّارِ لَا مَوْتَ فَيَزْدَادُ أَهْلُ الْجَنَّةِ فَرَحًا إِلَى فَرَحِهِمْ وَيَزْدَادُ أَهْلُ النَّارِ حُزْنًا إِلَى حُزْنِهِمْ
Artinya, “Rasulullah SAW bersabda, “Ketika penghuni surga telah memasuki surga, dan penghuni neraka telah memasuki neraka, didatangkan kematian yang diletakkan diantara syurga dan neraka, lantas disembelih. Seorang juru seru menyampaikan pengumuman; ‘Hai penghuni surga! Sekarang tidak ada kematian. ‘Hai penghuni neraka, sekarang tak ada lagi kematian.’ Maka penghuni surga bertambah senang sedang penghuni neraka menjadi sangat nestapa.” (HR Bukhari 6066)
Dalam kitab Fathul Bari, Imam Ibnu Hajar al-Asqalani berujar dalam mengomentari hadis di atas, Imam Qurthubi menuturkan kelanggengan umat siksa di neraka hingga batas waktu yang tidak ditentukan. Unlimited. Mereka abadi tinggal dan menetap di dalamnya. Tanpa hidup nyaman santuy. Hal ini dikuatkan oleh firman Allah yang berbunyi,
وَالَّذِيْنَ كَفَرُوْا لَهُمْ نَارُ جَهَنَّمَۚ لَا يُقْضٰى عَلَيْهِمْ فَيَمُوْتُوْا وَلَا يُخَفَّفُ عَنْهُمْ مِّنْ عَذَابِهَاۗ كَذٰلِكَ نَجْزِيْ كُلَّ كَفُوْرٍ (فاطر 36)
Artinya, “Dan orang-orang yang kafir, bagi mereka neraka Jahanam. Mereka tidak dibinasakan hingga mereka mati, dan tidak diringankan dari mereka azabnya. Demikianlah Kami membalas setiap orang yang sangat kafir.” (QS Fatir 36)
وَاَمَّا الَّذِيْنَ فَسَقُوْا فَمَأْوٰىهُمُ النَّارُ كُلَّمَآ اَرَادُوْٓا اَنْ يَّخْرُجُوْا مِنْهَآ اُعِيْدُوْا فِيْهَا وَقِيْلَ لَهُمْ ذُوْقُوْا عَذَابَ النَّارِ الَّذِيْ كُنْتُمْ بِهٖ تُكَذِّبُوْنَ (السجدة 20)
Artinya, “Dan adapun orang-orang yang fasik (kafir), maka tempat kediaman mereka adalah neraka. Setiap kali mereka hendak keluar darinya, mereka dikembalikan (lagi) ke dalamnya dan dikatakan kepada mereka, ‘Rasakanlah azab neraka yang dahulu kamu dustakan’.” (QS as-Sajdah 20).
Lebih dalam, al-Qurthubi menambahkan jika ada orang yang mengatakan neraka, siksa, dan rakyat nestapa di dalamnya tidak abid dan akan lenyap musnah maka orang itu sudah menyalahi dan menentang ajaran Nabi Muhammad SAW dan konsensus ulama Ahlussunnah wal Jamaah yang menyatakan surga dan neraka baka dan takfana.
Pun, sebagaimana dilansir dari Imam Abu Muhammad bin Hazm seandainya ada orang yang menyalahi dan menentang konsensus ini maka orang tersebut distempel kafir, sebab hal ini (kekekalan surga dan neraka) merupakan hal aksiomatis dalam agama dan dalil-dalilnya pun seabrek.
Sebagai cuci mulut penutup kajian ini, kami tampilkan respon ulama Indonesia yang ilmu diakui khalayak, KH Muhammad Najib Maimoen. Menanggapi pemikiran Ibnu Taimiyah di atas, Pengasuh Pondok Pesantren Darusshahihain, Sarang, ini berkomentar bahwa pemikiran ini amat berbahaya dan dapat menghilangkan rasa takut atas siksa neraka dari relung hati orang Islam. Dapat dipastikan bahwa pemikiran semacam ini bersumber muasal dari otak miring filsuf kuno. Wallahu a’lam.
Muhammad Ilyas | Annajahsidogiri.id
Baca Juga: https://annajahsidogiri.id/5-klasifikasi-kesalahan-akidah-imam-ibnu-taimiyah/