Fatwapedia.com – Ada dua nama besar yang sering terdzalimi dalam sejarah. Yang pertama, sahabat mulia Muawiyyah bin Abu Sufyan dan yang kedua Khalifah Harun Ar-Rasyid. Tulisan ini tak hendak membahas nama pertama.
Khalifah Harun Ar-Rasyid adalah nama besar. Khalifah kelima dari Daulah Abbasiyah yang memerintah antara 170-193 H (786-809 M). Ia mulai memimpin di usianya yang masih sangat muda, 20 tahun.
Namanya sering diskreditkan dan dikaitkan dengan kisah 1001 malam. Disebutkan bahwa sosok Raja Syahrayar adalah personifikasi dirinya. Hidup di istana yang glamor, bergelimang harta, wanita dan pesta.
Sahabatnya, Abu Nawas, digambarkan sebagai orang pandir yang berulangkali berhasil “membodohi” Sang Raja.
Kisah itu dituliskan dengan sangat halus, menghibur, dan berbungkus dongeng tak nalar. Sehingga banyak yang tidak menyadari kalau sudah tergiring dalam framing yang menyesatkan.
Padahal Sang Khalifah sejatinya adalah sosok yang sholeh, berilmu, dermawan dan sangat mencintai jihad.
Seperti yang dituliskan Al-Khatib al-Baghdadi dalam “Tarikh Baghdad”. Setiap hari Khalifah shalat sebanyak 100 rakaat yang dilakukannya secara istiqamah sampai wafat.
Sedekahnya luar biasa. Setiap hari ia membagikan 1000 dirham yang nilainya tak kurang dari Rp100 juta. Di setiap musim haji, ia akan berangkat haji bersama 100 ulama dan keluarganya.
Ia sangat mencintai ibadah haji. Setiap tahun berangkat haji sejak tahun 170- 188 H, seperti yang dicatat Imam Adz-Dzahabi dalam “Siyar A’lam Nubala”.
“Tahun 179 H, Harun Ar Rasyid berumrah di bulan Ramadhan. Ia senantiasa dalam ihramnya hingga musim haji tiba. Ia berjalan dari rumahnya menuju Arafah.”
Bukan hanya dirinya dan orang-orang di sekitarnya, setiap tahun ia juga memberangkatkan haji 300 rakyatnya, lengkap dengan bekal perjalanan dan belanja untuk keluarga yang ditinggalkan.
Istrinya yang bernama Zubaidah Binti Ja’far Al Mansur, membuat saluran air untuk jamaah haji di sepanjang rute yang dilalui hingga ke Arafah. Sampai hari ini saluran air itu masih bisa dilihat jejaknya, meski sudah tak difungsikan lagi.
Di masanya, Baghdad bersinar terang sebagai megapolitan dunia, dengan Bait Al Hikmah sebagai sonarnya.
Bait Al Hikmah adalah perpustakaan terlengap dan termodern di zamannya. Memiliki koleksi 2 juta volume buku (ada yang menuliskan 4 juta).
Perpustakaan itu dilengkapi laboratorium, ruang belajar, pusat penerjemahan kitab dari berbagai bahasa dunia, hingga rumah sakit, saking luasnya. Para ulama dan cendekiawan didatangkan dari berbagai belahan dunia.
Tak hanya ilmu agama, mereka juga menghasilkan teori dan temuan dari bermacam disiplin ilmu, seperti matematika, astronomi, kedokteran, kimia, zoologi, geografi dan kartografi.
Salah satu ilmuwan luar biasa yang pernah memimpin Bait Al Hikmah adalah Abu Musa Al Khawarizmi. Bapak revolusi digital, penemu teori algoritma.
Banyak teknologi tercipta dari Bait Al Hikmah yang masih digunakan manusia modern hingga hari ini. Salah satunya adalah jam dinding dari perak berlapis emas yang bisa mengeluarkan karakter tertentu saat alarm berbunyi.
Begitu canggihnya temuan itu, hingga dicatat oleh sejarawan Barat Philip K. Hitti dalam bukunya, “Jauhnya jarak peradaban antara Muslimin dan Eropa saat itu, sehingga ketika Khalifah mengirimkan hadiah jam kepada Kaisar Charlemagne, orang-orang Eropa ketakutan karena mengira jam itu digerakkan oleh jin-jin.”
Bulan Maret adalah bulan istimewa bagi Sang Khalifah. Karena di tanggal 17 Maret 766 M ia dilahirkan dan pada 24 Maret 809 M, ia berpulang. Semoga Allah curahkan rahmatnya, jadikan kuburnya seindah taman surga.