Fatwapedia.com – Dalam sejarah Islam tercatatlah nama seorang shahabat yang mulia, Al Arqam bin Abi Arqam. Nama panjang beliau adalah Abu Abdillah Abdu Manaf bin Asad bin Abdillah bin Umar bin Makhzum bin Yaqodhoh bin Murrah bin Kaab bin Luay Al Qurasy Al Makhzumy. Beliau berasal dari Bani Makhzum yang merupakan keturunan Makhzum bin Yaqodhoh, cucu dari tokoh Quraisy Murrah. Dari suku inilah muncul sederet nama-nama yang terkenal baik dari kalangan muslimin ataupun musyrikin.
Di antara orang-orang yang terkenal dari Bani Makhzum adalah Abu Jahal, Khalid bin Walid, Ummu Salamah, Abu Salamah, Hindun dan lainnya. Bani Makhzum memiliki peran dan tugas yang penting dalam Quraisy. Mereka adalah para pengurus gudang persenjataan dan tenaga tempur. Bani Makhzumlah yang mengumpulkan kuda dan senjata bagi para prajurit.
Diperselisihkan tentang nama ibu beliau; Umaimah bintu Abdil Harits atau Tamadhir bintu Khudzaim dari Bani Sahm, atau Shafiyah bintu Al Harits bin Khalid bin Umair bin Ghabsyan Al Khuzaiyyah. Adapun beberapa putra Al Arqam di antaranya adalah Abdullah, Ubaidullah, dan Utsman. Beliau bekerja sehari-hari sebagai seorang pedagang, dan termasuk dari pengusaha yang berpengaruh dari Bani Makhzum.
Pemilik Rumah Keislaman
Tidak disangka, rumah beliau adalah rumah pertama tempat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berdakwah kepada Islam. Bagaimana tidak, rumah itu berada di bukit Shafa, yang dimiliki seseorang muda dari Bani Makhzum, salah satu cabang Quraisy yang merupakan pesaing kuat bagi Bani Hasyim pada masa jahiliyyah. Pantas saja, selama beliau berdakwah kepada Islam di rumah ini, orang-orang Quraisy tidak pernah mencurigainya. Sebab menurut mereka, tidaklah mungkin Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang berasal dari Bani Hasyim akan menjadikan rumah salah seorang dari Bani Makhzum sebagai pusat pengajaran Islam, mengingat permusuhan dan persaingan antara dua cabang Quraisy ini. Lebih-lebih lagi Al Arqam adalah seorang yang masih muda, sehingga secara akal tidaklah mungkin Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang sudah mencapai kematangan umur menjadikan rumah seorang pemuda sebagai tujuan persinggahan. Inilah di antara sebab Rasulullah memilih rumah beliau sebagai pusat dakwah, wallahua’lam.
Dipilihnya rumah beliau sebagai pusat pendidikan dilatarbelakangi oleh konfrontasi antara orang Quraisy dengan shahabat-shahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Ibnu Ishaq menyebutkan bahwa para shahabat awalnya berkumpul di lembah-lembah, suatu ketika orang Quraisy melihat mereka dan langsung mencaci serta menyerang mereka. Saat itu shahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Sa’ad bin Abi Waqqash berhasil mempertahankan diri dan melukai salah seorang dari orang Quraisy. Jika bentrokan fisik seperti ini terus terjadi, maka akan mengancam eksistensi kaum muslimin sendiri. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mulai menjadikan rumah Al Arqam sebagai pusat dakwah pada tahun ke 5 kenabian. Rumah tersebut bagian pintu belakangnya bisa dimasuki tanpa dilihat oleh orang lain.
Dari rumah yang berbarakah ini muncullah para shahabat utama, yang terdidik dengan didikan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Merekalah As Sabiqunal Al Awwalun. Maka, tidak mengherankan bila rumah beliau disebut sebagai rumah Islam, yang mencetak para tokoh-tokoh Islam.
Keutamaan Al Arqam
Di antara keutamaan Al Arqam bin Abi Arqam adalah bahwa beliau termasuk As Sabiqunal Awwalun, ada yang mengatakan beliau adalah orang yang ke 7 masuk Islam, ada pula yang berpendapat beliau sebagai orang ke 12 yang masuk Islam. Beliau masuk Islam lewat perantaraan dakwah Abu Bakar Ash Shiddiq bersama dengan Abu Ubaidah bin Al Jarrah, Bilal bin Rabah, Abu Salamah, dan yang lainnya. Merekalah orang-orang yang dimaksud oleh Allah dalam surat At Taubah ayat 100
وَٱلسَّـٰبِقُونَ ٱلۡأَوَّلُونَ مِنَ ٱلۡمُهَـٰجِرِينَ وَٱلۡأَنصَارِ وَٱلَّذِينَ ٱتَّبَعُوهُم بِإِحۡسَـٰنٍ رَّضِىَ ٱللَّهُ عَنۡهُمۡ وَرَضُوا۟ عَنۡهُ وَأَعَدَّ لَهُمۡ جَنَّـٰتٍ تَجۡرِى تَحۡتَهَا ٱلۡأَنۡهَـٰرُ خَـٰلِدِينَ فِيهَآ أَبَدًا ۚ ذَٰلِكَ ٱلۡفَوۡزُ ٱلۡعَظِيمُ
“Orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk Islam) dari golongan Muhajirin dan Anshar dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah ridha kepada mereka dan merekapun ridha kepada Allah dan Allah menyediakan bagi mereka surga-surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya selama-lamanya. Mereka kekal di dalamnya. Itulah kemenangan yang besar.” [Q.S. At Taubah: 100]
Saat datang perintah hijrah, beliau bersegera melaksanakan perintah samawi tersebut. Beliau termasuk salah satu shahabat yang menjadi muhajirin Madinah. Di Negeri Madinah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mempersaudarakan beliau dengan Thalhah bin Zaid bin Abi Zuhair Al Anshari, saudara dari Kharijah bin Zaid.
Keutamaan lainnya adalah beliau sebagai shahabat yang mengikuti perang Badar, bahkan dalam perang tersebut Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memberikan kepadanya sebuah pedang yang ditinggalkan pemiliknya Ibnu ‘Aidz Al Mazraban. Beliau juga mengikuti perang Uhud di tahun 3 hijriyah.
Wafatnya Al Arqam
Pada tahun 53 H, Al Arqam bin Abi Arqam meninggal pada usia 83. Ada yang berpendapat beliau meninggal di tahun 55H. Beberapa shahabat yang meninggal di tahun ini pula (tahun 53 Hijriyah) adalah Fadhalah bin Ubaid Al Anshari, Abdurahman bin Abi Bakar As Siddiq, Al Amir Ziyad bin Abihi, Amr bin Hazm Al Anshari, dan Fairuz Ad Dailamiy, pembunuh nabi palsu-Al Aswad Al ‘Ansiy-.
Sebelum meninggal beliau berwasiat agar yang memimpin salat janazah adalah Saad bin Abi Waqqash. Sedangkan saat itu Saad bin Abi Waqqash sedang berada di Al Aqiq di Madinah. Maka gubernur Madinah saat itu -Marwan bin Hakam- ingin untuk memimpin salat janazah karena dirasa lamanya penungguan Saad bin Abi Waqqash. Memang, waliyul amr disyariatkan untuk memimpin/mengimami salat janazah. Namun, permasalahannya adalah memegang wasiat dan amanah dari sang mayit. Maka putra beliau, Ubaidullah dan Bani Makhzum bersikukuh agar wasiat tersebut tetap dilaksanakan. Maka, datanglah Saad dari Al Aqiq untuk menyalati Al Arqam. Lalu jenazah beliau pun dikuburkan di pekuburan Baqi’. Wallahu a’lam. [Ustadz Hammam]
Sumber: Majalah Tashfiyah edisi 83 vol.07 1440H-2018H rubrik Figur.