Fatwapedia.com – Salah satu doa yang mengandung banyak sekali keutamaan adalah doa sayyidul istighfar. Doa yang ma’tsur ini dianjurkan oleh Nabi untuk dibaca setiap petang dan pagi hari. Sebagaimana namanya Sayyidul istighfar yang secara harfiyah berarti penghulu istighfar sangat penting kita amalkan dan jangan sekali-kali mrngabaikannya. Dalam tulisan ini akan dikupas apa kandungan doa sayyidul istighfar secara lengkap. Adapun lafadh doa sayidul istighfar adalah sebagai berikut :
وعن شَدَّادِ بْنِ أَوسٍ – رضي الله عنه – ، عن النبيّ – صلى الله عليه وسلم – ، قال : (( سَيِّدُ الاسْتِغْفَارِ أَنْ يَقُولَ العَبْدُ : اللَّهُمَّ أَنْتَ رَبِّي لاَ إلهَ إلاَّ أنْتَ خَلَقْتَنِي وَأَنَا عَبْدُكَ ، وَأنَا عَلَى عَهْدِكَ وَوَعْدِكَ مَا اسْتَطَعْتُ ، أعُوذُ بِكَ مِنْ شَرِّ مَا صَنَعْتُ ، أبُوءُ لَكَ بِنِعْمَتِكَ عَلَيَّ ، وأبُوءُ بِذَنْبِي ، فَاغْفِرْ لِي ، فَإنَّهُ لاَ يَغْفِرُ الذُّنُوبَ إلاَّ أنْتَ . مَنْ قَالَهَا مِنَ النَّهَارِ مُوقِناً بِهَا ، فَمَاتَ مِنْ يَوْمِهِ قَبْلَ أَنْ يُمْسِي ، فَهُوَ مِنْ أهْلِ الجَنَّةِ ، وَمَنْ قَالَهَا مِنَ اللَّيْلِ ، وَهُوَ مُوقِنٌ بِهَا ، فَمَاتَ قَبْلَ أنْ يُصْبِحَ ، فَهُوَ مِنْ أهْلِ الجَنَّةِ ))
Arti: Dari Syadad bin Aus bahwasanya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda: ”Sayidul Istighfar adalah seorang hamba berdo’a: ”Ya Allah sesungguhnya Engkau adalah Rabb-ku, Tiada Ilah kecuali Engkau, Engkau telah menciptakanku, sedang aku adalah hamba-Mu, aku akan berusaha memenuhi janji-janjiku kepada-Mu sekuat tenagaku, aku berlindung kepada-Mu dari apa perbuatan jelekku, aku mengakui akan nikmat-Mu yang Engkau berikan kepadaku dan aku mengakui juga atas dosa yang pernah aku perbuat, maka ampunilah diriku, sesungguhnya tiada yang mampu mengampuni dosa kecuali Engkau ya Allah.”Barang siapa yang mengucapkan doa ini (yaitu doa sayidul istihgfar) pada siang hari dengan menyakini isinya, kemudian mati pada hari itu, sebelum datang waktu sore, niscaya dia termasuk ahli syurga. Dan barang siapa yang membacanya pada malam hari dengan menyakini isinya, kemudian dia mati sebelum datangnya pagi, niscaya dia termasuk ahli syurga” (HR. Bukhari, no : 6306)
Apa saja kandungan dan pelajaran dari doa sayidul istighfar? Berikut penjelasannya :
Pertama : Tauhid Rububiyah
Sayyidul istighfar memiliki kandungan makna tauhid rububiyyah, hal ini bisa kita lihat dari bunyi lafadz:
اللهُمَّ أَنْتَ رَبِّي
“Ya Allah sesungguhnya Engkau adalah Rabb-ku.”
Doa sayidul istighfar ini dimulai dengan pengakuan seorang hamba kepada Rabb-nya, bahwa Dia adalah Pencipta, Pemilik dan Pemeliharanya. Karena Rabb berarti : pemilik dan pemelihara. Pengakuan seperti ini disebut dengan Tauhid Rububiyah.
Petikan doa di atas mempunyai kandungan sebagai berikut :
”Ya Allah sesungguhnya Engkau adalah Rabb-Ku, Dzat Yang menciptakanku… dulu saya tidak ada, hanya dengan izin-Mu aku menjadi ada dan masih hidup di dunia ini… Engkau adalah Rabb-ku, Dzat Yang memeliharaku…dulu aku kecil, tidak bisa apa-apa dan tidak tahu apa-apa, hanya dengan Inayah dan Perhatian-Mu, sehingga aku menjadi besar dan tahu banyak hal…Engkaulah Yang memberikan-ku rezeki sehingga sampai sekarang aku bisa makan dan minum….”
Pengakuan terhadap tauhid rububiyah semacam ini telah disebutkan di dalam banyak ayat-Nya di dalam al-Qur’an, diantaranya adalah di dalam surat al-Fatihah :
الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ
“Segala puji bagi Allah, Rabb semesta alam“ (Qs. al-Fatihah : 2)
Kedua : Tauhid Uluhiyah
Selain mengandung makna tauhid rububiyyah, doa ini juga mengandung makna tauhid uluhiyah
لَا إِلَهَ إِلَّا أَنْتَ خَلَقْتَنِي، وَأَنَا عَبْدُكَ
“Tiada Ilah kecuali Engkau. Engkau telah menciptakanku, sedang aku adalah hamba-Mu.”
Maksudnya seorang hamba mengakui dan menyatakan bahwa di alam ini tidak ada yang berhak disembah kecuali Allah Subhanahu Wa Ta’ala.
Karena ”Ilah” berarti : sesuatu yang disembah, sesuatu yang dijadikan gantungan dan sandaran, sesuatu yang dituju dan dicari ketika terjadi kesulitan. Pengakuan seperti ini disebut dengan ”Tauhid Uluhiyah”.
Kandungan petikan doa di atas adalah sebagai berikut :
”Tiada yang berhak disembah dan dimintai kecuali Engkau ya Allah… Aku tidak akan meminta hajat kecuali kepada-Mu ya Allah, tiada akan meminta bantuan kecuali kepada-Mu ya Allah, tiada minta kesembuhan kecuali kepada-Mu ya Allah, tiada memohon ampun kecuali kepada-Mu ya Allah, tiada memohon jalan keluar dari seluruh masalah kecuali kepada-Mu ya Allah…… Engkau adalah Dzat Yang menciptakan seluruh alam ini, aku hanyalah seorang hamba yang tidak mempunyai kekuatan apa-apa, kecuali dengan bantuan-Mu…hamba yang tidak mempunyai apa-apa kecuali dengan pemberian-Mu ya Allah.
Inilah inti dari seluruh ibadah kita. Kita sholat, kita berpuasa, kita membayar zakat dan kita melakukan ibadat haji… semuanya berisi ketundukan kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Maka, tiada artinya kita sholat tiap hari, tapi kita masih memohon perlindungan kepada selain Allah, kita masih memberikan sesajen di pojok-pojok jalan, di bawah-bawah pohon beringin , di tepi-tepi pantai selatan, di lereng-lereng gunung …yang tujuannya untuk kita persembahkan kepada jin penunggu tempat-tempat tersebut.Tiada artinya kita haji sepuluh atau dua puluh kali, tetapi kita masih datang ke dukun-dukun untuk meminta jodoh, meminta keturunan, meminta pelaris dan meminta jabatan.
Allah mempertanyakan orang-orang yang mengakui Allah sebagai Pencipta, Perawat, Penyembuh, Penurun Hujan, Pemberi Rizqi, tetapi mereka menyembah kepada selain Allah, karena pengakuan terhadap Tauhid Rububiyah akan membawa kepada pengakuan kepada Tauhid Uluhiyah, sebagaimana di dalam firman-Nya :
قُلْ لِمَنِ الْأَرْضُ وَمَنْ فِيهَا إِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُونَ (84) سَيَقُولُونَ لِلَّهِ قُلْ أَفَلَا تَذَكَّرُونَ (8 5) قُلْ مَنْ رَبُّ السَّمَاوَاتِ السَّبْعِ وَرَبُّ الْعَرْشِ الْعَظِيمِ (86) سَيَقُولُونَ لِلَّهِ قُلْ أَفَلَا تَتَّقُونَ (87) قُلْ مَنْ بِيَدِهِ مَلَكُوتُ كُلِّ شَيْءٍ وَهُوَ يُجِيرُ وَلَا يُجَارُ عَلَيْهِ إِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُونَ (88) سَيَقُولُونَ لِلَّهِ قُلْ فَأَنَّى تُسْحَرُونَ (89)
“Katakanlah: “Kepunyaan siapakah bumi ini, dan semua yang ada padanya, jika kamu mengetahui?”.. Mereka akan menjawab: “Kepunyaan Allah.” Katakanlah: “Maka apakah kamu tidak ingat?”.. Katakanlah: “Siapakah Yang Empunya langit yang tujuh dan Yang Empunya ‘Arsy yang besar?”.. Mereka akan menjawab: “Kepunyaan Allah.” Katakanlah: “Maka apakah kamu tidak bertakwa?”.. Katakanlah: “Siapakah yang di tangan-Nya berada kekuasaan atas segala sesuatu sedang Dia melindungi, tetapi tidak ada yang dapat dilindungi dari (azab)-Nya, jika kamu mengetahui?”.. Mereka akan menjawab: “Kepunyaan Allah.” Katakanlah: “(Kalau demikian), maka dari jalan manakah kamu ditipu?” (Qs al-Mu’minun : 84-89)
Allah juga berfirman :
قُلْ مَنْ يَرْزُقُكُمْ مِنَ السَّمَاءِ وَالْأَرْضِ أَمَّنْ يَمْلِكُ السَّمْعَ وَالْأَبْصَارَ وَمَنْ يُخْرِجُ الْحَيَّ مِنَ الْمَيِّتِ وَيُخْرِجُ الْمَيِّتَ مِنَ الْحَيِّ وَمَنْ يُدَبِّرُ الْأَمْرَ فَسَيَقُولُونَ اللَّهُ فَقُلْ أَفَلَا تَتَّقُونَ
Katakanlah: “Siapakah yang memberi rezki kepadamu dari langit dan bumi, atau siapakah yang kuasa (menciptakan) pendengaran dan penglihatan, dan siapakah yang mengeluarkan yang hidup dari yang mati dan mengeluarkan yang mati dari yang hidup[689] dan siapakah yang mengatur segala urusan?” Maka mereka akan menjawab: “Allah.” Maka katakanlah “Mangapa kamu tidak bertakwa kepada-Nya. ?” (Qs. Yunus : 31)
Allah juga berfirman :
وَإِذَا غَشِيَهُمْ مَوْجٌ كَالظُّلَلِ دَعَوُا اللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ فَلَمَّا نَجَّاهُمْ إِلَى الْبَرِّ فَمِنْهُمْ مُقْتَصِدٌ وَمَا يَجْحَدُ بِآيَاتِنَا إِلَّا كُلُّ خَتَّارٍ كَفُورٍ
“Dan apabila mereka dilamun ombak yang besar seperti gunung, mereka menyeru Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya maka tatkala Allah menyelamatkan mereka sampai di daratan, lalu sebagian mereka tetap menempuh jalan yang lurus. Dan tidak ada yang mengingkari ayat- ayat Kami selain orang-orang yang tidak setia lagi ingkar.” ( Qs. Luqman : 32 )
Allah juga berfirman :
هُوَ الَّذِي يُسَيِّرُكُمْ فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ حَتَّى إِذَا كُنْتُمْ فِي الْفُلْكِ وَجَرَيْنَ بِهِمْ بِرِيحٍ طَيِّبَةٍ وَفَرِحُوا بِهَا جَاءَتْهَا رِيحٌ عَاصِفٌ وَجَاءَهُمُ الْمَوْجُ مِنْ كُلِّ مَكَانٍ وَظَنُّوا أَنَّهُمْ أُحِيطَ بِهِمْ دَعَوُا اللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ لَئِنْ أَنْجَيْتَنَا مِنْ هَذِهِ لَنَكُونَنَّ مِنَ الشَّاكِرِينَ (22) فَلَمَّا أَنْجَاهُمْ إِذَا هُمْ يَبْغُونَ فِي الْأَرْضِ بِغَيْرِ الْحَقِّ يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّمَا بَغْيُكُمْ عَلَى أَنْفُسِكُمْ مَتَاعَ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا ثُمَّ إِلَيْنَا مَرْجِعُكُمْ فَنُنَبِّئُكُمْ بِمَا كُنْتُمْ تَعْمَلُونَ (23)
“Dialah Tuhan yang menjadikan kamu dapat berjalan di daratan, (berlayar) di lautan. Sehingga apabila kamu berada di dalam bahtera, dan meluncurlah bahtera itu membawa orang-orang yang ada di dalamnya dengan tiupan angin yang baik, dan mereka bergembira karenanya, datanglah angin badai, dan (apabila) gelombang dari segenap penjuru menimpanya, dan mereka yakin bahwa mereka telah terkepung (bahaya), maka mereka berdoa kepada Allah dengan mengikhlaskan ketaatan kepada-Nya semata-mata. (Mereka berkata): “Sesungguhnya jika Engkau menyelamatkan kami dari bahaya ini, pastilah kami akan termasuk orang-orang yang bersyukur.” Maka tatkala Allah menyelamatkan mereka, tiba-tiba mereka membuat kezaliman di muka bumi tanpa (alasan) yang benar. Hai manusia, sesungguhnya (bencana) kezalimanmu akan menimpa dirimu sendiri; (hasil kezalimanmu) itu hanyalah kenikmatan hidup duniawi, kemudian kepada Kami-lah kembalimu, lalu Kami kabarkan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan’. ( Qs. Yunus : 22-23 )
Ketiga : Memenuhi dan Membenarkan Janji
Membaca doa ini berarti menyatakan diri untuk setia atas janji seorang hamba kepada Alloh untuk mentaati dan tunduk terhadap-Nya.
وَأَنَا عَبْدُكَ وَأَنَا عَلَى عَهْدِكَ وَوَعْدِكَ مَا اسْتَطَعْتُ
”Aku akan berusaha memenuhi janji-janjiku kepada-Mu dan membenarkan janji-janji-Mu sekuat tenagaku.”
al ‘Ahdu (Janji seorang hamba kepada Allah), yaitu seorang hamba mengakui bahwa Allah adalah Rabbnya, dia pernah berjanji kepada Allah, bahwa dia akan melaksanakan seluruh perintah dan larangan-Nya. Janji ini pernah disampaikan kepada Allah sewaktu dia berada di sulbi Adam, sebagaimana yang pernah disampaikan Allah Subhanahu Wa Ta’ala dalam friman-Nya :
وَإِذْ أَخَذَ رَبُّكَ مِن بَنِي آدَمَ مِن ظُهُورِهِمْ ذُرِّيَّتَهُمْ وَأَشْهَدَهُمْ عَلَى أَنفُسِهِمْ أَلَسْتَ بِرَبِّكُمْ قَالُواْ بَلَى شَهِدْنَا أَن تَقُولُواْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ إِنَّا كُنَّا عَنْ هَذَا غَافِلِينَ
“Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman): “Bukankah Aku ini Rabb-mu?” Mereka menjawab: “Betul (Engkau Tuban kami), kami menjadi saksi.” (Kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan: “Sesungguhnya kami (bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap ini (keesaan Tuhan)”. (Qs Al A’raf : 172 )
Janji itu diucapkan hamba-Nya untuk melaksanakan segala perintah Allah sesuai kemampuannya, bukan sesuai hak Allah yang harus dia penuhi, tentunya hal ini tidak akan sanggup dilakukan oleh seorang hamba. Ini sesuai dengan firman Allah :
لَا يُكَلِّفُ اللَّهُ نَفْسًا إِلَّا وُسْعَهَا
“Allah tidaklah membebani seseorang kecuali sesuai dengan kemampuannya“ (Qs. al-Baqarah : 286)
Allah juga berfirman :
فَاتَّقُوا اللَّهَ مَا اسْتَطَعْتُمْ
“Bertaqwalah kepada Allah sesuai dengan kemampuan kalian.“ (Qs. at-Taghabun : 16 )
Allah juga berfirman :
لَا يُكَلِّفُ اللَّهُ نَفْسًا إِلَّا مَا آتَاهَا
“Allah tidaklah membebani seseorang kecuali sesuai dengan apa yang diberikan kepadanya.“ (Qs. ath-Thalaq : 7)
Maka kandungan dari petikan do’a diatas adalah sebagai berikut:
”Ya Allah, aku dulu pernah berjanji kepada-Mu sewaktu masih di sulbi Adam, untuk mentaati segala perintah-Mu dan menjauhi segala larangan-Mu. Maka akan aku penuhi janjiku tersebut menurut kemampuan dan kekuatanku ya Allah….”
Adapun ”al Wa’du“ (Janji Allah kepada hamba-Nya), yaitu bahwa Allah akan memberikan pahala bagi yang taat dan memberikan hukuman bagi yang bermaksiat. Ini sesuai dengan firman Allah :
وَلِلَّهِ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَمَا فِي الْأَرْضِ لِيَجْزِيَ الَّذِينَ أَسَاءُوا بِمَا عَمِلُوا وَيَجْزِيَ الَّذِينَ أَحْسَنُوا بِالْحُسْنَى
“Dan hanya kepunyaan Allah-lah apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi supaya Dia memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat jahat terhadap apa yang telah mereka kerjakan dan memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik dengan pahala yang lebih baik (syurga)“ (Qs. an-Najm : 31)
Allah juga berfirman :
فَمَنْ يَعْمَلْ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ خَيْرًا يَرَهُ (7) وَمَنْ يَعْمَلْ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ شَرًّا يَرَهُ (8)
“Barangsiapa yang mengerjakan kebaikan seberat dzarrahpun, niscaya dia akan melihat (balasan)nya.Dan barangsiapa yang mengerjakan kejahatan sebesar dzarrahpun, niscaya dia akan melihat (balasan)nya pula.“ (Qs. al-Zalzalah : 7- 8)
Maka kandungan dari petikan doa di atas, adalah sebagai berikut :
”Yaa Allah aku juga membenarkan janji-Mu, bahwa Engkau akan memberikan pahala bagi yang taat dan memberikan hukuman bagi yang bermaksiat, oleh karena itu aku akan mentaatimu ya Allah dan meninggalkan larangan-larang-Mu menurut kekuatan dan kemampuanku. ”
Keempat : Berlindung Dari Perbuatan Jelek
Kandungan berikutnya adalah pengakuan diri atas ketidakmampuan dalam mencegah keburukan kecuali atas taufiq dari Alloh ta’alaa.
أَعُوْذُ بِكَ مِنْ شِرِّ مَا صَنَعْتُ
”Aku berlindung kepada-Mu dari apa perbuatan jelekku.”
Kita harus selalu berlindung kepada Allah dari perbuatan jelek kita. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam sendiri selalu mengajarkan kepada kita agar selalu berlindung kepada Allah dari kejahatan jiwa kita dan kejelekan amalan kita. Ini sangat terlihat secara jelas di dalam setiap khutbahnya ketika beliau berdo’a :
وَنَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شُرُورِ أَنْفُسِناَ وَ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا
”Dan kami berlindung kepada Allah dari kejahatan jiwa kami dan kejelekan amalan kami”
Jiwa manusia selalu membisikan kejelekan, jiwa semacam ini disebut dengan “ an-Nafsu al-Ammarah bi- as-suu’ “, makanya kita dianjurkan untuk selalu berlindung kepada Allah dari bisikannya, sebagaimana firman Allah Subhanahu Wa Ta’ala melaui lisan istri pejabat yang pernah merayu nabi Yusuf ‘alaihi as-salam :
وَمَا أُبَرِّىءُ نَفْسِي إِنَّ النَّفْسَ لأَمَّارَةٌ بِالسُّوءِ إِلاَّ مَا رَحِمَ رَبِّيَ إِنَّ رَبِّي غَفُورٌ رَّحِيمٌ
”Dan aku tidak membebaskan diriku (dari kesalahan), karena sesungguhnya nafsu itu selalu menyuruh kepada kejahatan, kecuali nafsu yang diberi rahmat oleh Tuhanku. Sesungguhnya Tuhanku Maha Pengampun lagi Maha Penyanyang Sesungguhnya jiwa ini selalu menyuruh kejelekan.” (Qs Yusuf : 53)
Maka barang siapa mampu menahan jiwa yang jahat ini, akan dimasukkan ke syurga dan barang siapa yang mengikuti bisikannya akan dimasukkan ke dalam neraka, sebagaimana firman-Nya :
فَأَمَّا مَنْ طَغَى (37) وَآثَرَ الْحَيَاةَ الدُّنْيَا (38) فَإِنَّ الْجَحِيمَ هِيَ الْمَأْوَى (39) وَأَمَّا مَنْ خَافَ مَقَامَ رَبِّهِ وَنَهَى النَّفْسَ عَنِ الْهَوَى (40) فَإِنَّ الْجَنَّةَ هِيَ الْمَأْوَى (41)
“Adapun orang yang melampaui batas, dan lebih mengutamakan kehidupan dunia, maka sesungguhnya nerakalah tempat tinggal(nya). Dan adapun orang-orang yang takut kepada kebesaran Tuhannya dan menahan diri dari keinginan hawa nafsunya, maka sesungguhnya syurgalah tempat tinggal(nya).“ (Qs. an-Nazi’at : 37-41)
Selain jiwa yang selalu membisikan kejahatan, di sana ada jiwa lain yang selalu menyesali perbuatan-perbuatan jeleknya, dan jika dia berbuat baik, juga menyesalinya, kenapa tidak berbuat baik yang lebih banyak. Jiwa semacam ini disebut dengan “ an-Nafsu al-Lawamah.“, sebagaimana di dalam firman Allah :
لَا أُقْسِمُ بِيَوْمِ الْقِيَامَةِ (1) وَلَا أُقْسِمُ بِالنَّفْسِ اللَّوَّامَةِ (2)
“Aku bersumpah dengan hari kiamat.dan aku bersumpah dengan jiwa yang amat menyesali (dirinya sendiri)“ (Qs.al-Qiyamah : 1-2 )
Di sana ada jiwa lain yang ketiga, “an-Nafsu al-Muthmainnah” yaitu jiwa yang ketika disebut nama Allah menjadi tenang, jiwa yang mendapatkan ketenangan dalam beribadah kepada Rabb-nya. Jiwa yang selalu istiqamah berada di jalan-Nya, sebagaimana firman-Nya :
يَا أَيَّتُهَا النَّفْسُ الْمُطْمَئِنَّةُ (27) ارْجِعِي إِلَى رَبِّكِ رَاضِيَةً مَرْضِيَّةً (28) فَادْخُلِي فِي عِبَادِي (29) وَادْخُلِي جَنَّتِي (30)
“Wahai jiwa yang tenang, kembalilah kepada Rabmu”, “Dengan hati yang ridha dan diridhai-Nya.Maka masuklah ke dalam barisan hamba-hamba-Ku, Dan masuklah ke dalam surga-Ku”. ( Qs.al-Fajr : 27-30 )
Kelima: Mensyukuri Nikmat
Kandungan yang terakhir, doa sayyidul istighfar adalah bentuk mensyukuri nikmat Alloh yang tak terkira banyaknya.
أَبُوءُ لَكَ بِنِعْمَتك عليِّ
”Aku mengakui akan nikmat-Mu yang Engkau berikan kepadaku.”
Nikmat yang diberikan Allah kepada kita sangat banyak sekali, karena banyaknya sehingga kita tidak bisa menghitungnya, sebagaimana firman Allah Subhanahu Wa Ta’ala :
وَآتَاكُم مِّن كُلِّ مَا سَأَلْتُمُوهُ وَإِن تَعُدُّواْ نِعْمَتَ اللّهِ لا?
Demikian penjelasan lengkap kandungan doa sayyidul istighfar yang luar biasa. Semoga kita mampu mengamalkannya setiap saat agar mendapat keberkahan dan kebaikan hidup dunia akhirat. Aamiin.
Oleh: Ust. Zain Annajah MA