Oleh: Muhammad Abduh Negara
Fatwapedia.com – Membaca status Ust. Mohammad Fauzil Adhim حفظه الله tentang lawan kata dari kaya, dan tanggapan balik dari netizen bahwa lawan kata dari kaya adalah cukup, ini benar-benar membuat sedih. Sebegini parahnya para motivator merusak akal dan konsep agama, sampai-sampai menafikan adanya kemiskinan dan kefakiran.
Dari sisi bahasa, baik Indonesia maupun Arab, lawan kaya itu adalah faqir, miskin, kesulitan ekonomi dan semisalnya. Dalam Lisanul ‘Arab, salah satu kamus rujukan untuk mengetahui makna kata dalam bahasa Arab pun, dijelaskan bahwa الفقر (kefakiran) adalah lawan dari الغنى (kekayaan/kecukupan).
Sedangkan miskin maknanya berdekatan dengan fakir, dengan ada sedikit perbedaan (ikhtilaf) di kalangan ulama, mana keadaan yang lebih susah di antara keduanya.
Bahkan kata “cukup” itu lebih tepat disebut sebagai sinonim atau minimal memiliki makna yang berdekatan dengan “kaya”, bukan malah lawannya. Hal ini sangat sederhana sebenarnya. Akal kita mudah mencernanya, seandainya tidak dirusak oleh kalimat-kalimat indah dari para motivator.
Dalam Al-Qur’an pun disebutkan faqir dan miskin sebagai salah dua dari delapan golongan yang berhak menerima harta zakat. Allah ta’ala berfirman (Q.S. At-Taubah Ayat 60):
إِنَّمَا الصَّدَقَاتُ لِلْفُقَرَاءِ وَالْمَسَاكِينِ وَالْعَامِلِينَ عَلَيْهَا وَالْمُؤَلَّفَةِ قُلُوبُهُمْ وَفِي الرِّقَابِ وَالْغَارِمِينَ وَفِي سَبِيلِ اللَّهِ وَابْنِ السَّبِيلِ
Penyebutan faqir dan miskin sebagai dua kelompok yang berhak menerima zakat, menunjukkan eksistensi mereka benar-benar ada haqiqatan. Soal apa penyebab kemiskinan tersebut, itu bahasan lain dan tentu penyebabnya beragam. Namun keberadaan kefaqiran dan kemiskinan itu benar-benar ada, bagian dari qadarullah (jangan sampai salah lagi memahami konsep takdir ya!).
Dua keadaan ini (kaya dan faqir) juga disebutkan sebagai dua hal berlawanan dalam Al-Qur’an, seperti dalam firman-Nya (Q.S. Al-Fajr Ayat 15-16):
فَأَمَّا الْإِنسَانُ إِذَا مَا ابْتَلَاهُ رَبُّهُ فَأَكْرَمَهُ وَنَعَّمَهُ فَيَقُولُ رَبِّي أَكْرَمَنِ . وَأَمَّا إِذَا مَا ابْتَلَاهُ فَقَدَرَ عَلَيْهِ رِزْقَهُ فَيَقُولُ رَبِّي أَهَانَنِ
Makna فَأَكْرَمَهُ وَنَعَّمَهُ menurut Al-Baghawi adalah: فأكرمه بالمال ونعمه بما وسع عليه. Sedangkan makna فَقَدَرَ عَلَيْهِ رِزْقَهُ adalah: ضيق عليه رزقه. Jadi memang ada keadaan orang yang diberi kekayaan, kelapangan dan kecukupan harta oleh Allah ta’ala, dan ada juga yang diberi kesempitan dan kesulitan dalam harta. Orang kafir menganggap hal ini sebagai tolok ukur kemuliaan dan kehinaan. Sedangkan orang beriman menganggap keduanya sama-sama ujian dari Allah ta’ala.
Adapun firman Allah ta’ala (Q.S. An-Najm Ayat 48):
وأنه هو أغنى وأقنى
Yang sering disalahartikan oleh sebagian orang, bahwa Allah hanya memberikan kekayaan dan kecukupan berdasarkan ayat ini, dan tidak ‘memberikan’ kefakiran dan kemiskinan. Kemudian dilanjutkan pada kesimpulan sembrono bahwa lawan dari kaya adalah cukup. Sebenarnya maknanya bukan seperti itu.
Sebagai contoh, mari kita lihat tafsir Adh-Dhahhak (sebagaimana dikutip oleh Al-Baghawi) tentang ayat ini:
أغنى بالذهب والفضة وصنوف الأموال ، وأقنى بالإبل والبقر والغنم
Kata beliau, “aghna” itu dengan emas, perak dan berbagai harta lainnya, sedangkan “aqna” itu dengan unta, sapi dan domba. Apakah dua hal ini hal yang berlawanan?
Ada beberapa penafsiran lagi untuk ayat ini. Bahkan sebagian ahli tafsir mengartikan “aqna” itu dengan “menyedikitkan harta” dan “membuatnya fakir”. Namun semua penafsiran itu, tidak satupun yang melahirkan kesimpulan bahwa ‘kemiskinan’ itu tidak ada, atau menganggap lawan dari kaya adalah cukup.