Oleh: Dr. Ahmad Zain An-Najah
Fatwapedia.com – Berikut ini adalah Resume dari Seri Kajian Dr. Ahmad Zain An-Najah tentang keberkahan-keberkahan dalam pernikahan. Seringkali kita mendengar istilah pernikahan yang diberkahi atau menggapai keberkahan dari pernikahan. Apa sebenarnya maksud dari keberkahan nikah?
Dalam pernikahan terdapat beberapa manfaat yang bisa diraih, antara lain:
1. Keberkahan pernikahan itu terwujud dalam ketaatan kepada perintah Allah.
Ini merupakan keberkahan pertama dalam pernikahan yaitu melaksanakan perintah Allah. Dalam hadits disebutkan bahwa,
“Nikah itu sunnahku (jalan hidupku). Barangsiapa yang benci dan tidak suka menikah itu bukan dari golonganku.”
Maka menikahlah. Jika ditakdirkan berpisah maka menikahlah lagi. Berpisah maka menikahlah lagi. Hatta sudah tua, menikahlah lagi. Jangan hidup sendirian tanpa jodoh.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika di usia 53 tahun, ketika Khadijah wafat, mulai menikah dengan Saudah, Aisyah, Hafsah, Ummu Habibah, Ummu Salamah, Shofiyah binti Huyay bin Akhthab, Juwairiyah, Zainab binti Jahsy, Zainab binti Khuzaimah. Justru di usia senja beliau menikah dengan poligami. Ada yang mengatakan bahwa di usia senja tanggung jawab beliau semakin besar.
Dahulu beliau hanya dakwah dengan ruang lingkup kecil menjadi dakwah semakin luas, semakin membutuhkan banyak pendukung dalam dakwah dan tempat diskusi suami. Istri-istri adalah pendukung dakwah suami, yang selalu menenangkan suami. Inilah yang disebut sakinah.
Contohnya adalah Ummu Salamah. Ketika Nabi bersama para sahabat dalam keadaan berihram dilarang masuk ke Mekkah karena perjanjian Hudaibiyah, Nabi memerintahkan para sahabat untuk bertahalul. Namun para sahabat yang berada dalam keadaan kecewa dan emosional tidak mendengarkan perintah Rasulullah. Rasulullah menjadi bingung menghadapi situasi demikian. Akhirnya Ummu Salamah memberikan solusi kepada suaminya dengan melakukan tahalul, mencukur rambut beliau di atas bukit yang bisa dilihat para sahabat.
Kenapa semakin usia senja Rasulullah banyak menikah? Karena semakin berusia, semakin banyak tanggung jawab Rasulullah. Bahkan semakin banyak peperangan-peperangan dan futuhat-futuhat (kemenangan-kemenangan) yang dilakukan.
Menikah itu banyak pahalanya daripada sendirian. Berumur tidak menghalangi untuk menikah, apalagi masih muda ~ini keterlaluan. Menikah itu lompatan yang sangat tinggi dalam beragama (quantum leap). Separuh agama itu digenapkan dengan pernikahan.
2. Keberkahan menikah itu terwujud dalam mengikuti sunnah Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam dan petunjuk para Rasul sebelumnya.
Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,
(وَلَقَدْ أَرْسَلْنَا رُسُلًا مِنْ قَبْلِكَ وَجَعَلْنَا لَهُمْ أَزْوَاجًا وَذُرِّيَّةً ۚ وَمَا كَانَ لِرَسُولٍ أَنْ يَأْتِيَ بِآيَةٍ إِلَّا بِإِذْنِ اللَّهِ ۗ لِكُلِّ أَجَلٍ كِتَابٌ)
“Dan sesungguhnya Kami telah mengutus beberapa rasul sebelum kamu dan Kami memberikan kepada mereka istri-istri dan keturunan. Dan tidak ada hak bagi seorang rasul mendatangkan sesuatu ayat (mukjizat) melainkan dengan izin Allah. Bagi tiap-tiap masa ada Kitab (yang tertentu).” (Qs. ar-Ra’du: 38)
Kalau tidak memiliki suami, tidak memiliki istri, atau tidak memiliki anak maka itu menyelisihi para Rasul sebagaimana disebutkan dalam surat ar-Ra’du ayat 38 di atas.
3. Keberkahan menikah itu bisa menyalurkan syahwat pada yang halal dan dapat menundukkan pandangan.
Manusia itu normalnya memiliki syahwat. Yang tidak memiliki syahwat itu tidak normal. Hukum kebiri (manusia) itu haram. Mengkebiri diri sendiri juga haram. Kecuali mengkebiri hewan itu boleh, selama untuk kepentingan manusia.
Allah menciptakan manusia itu dengan memberikan syahwat. Orang yang menyalurkan syahwatnya pada yang halal, pahalanya besar. Karena menyalurkan syahwatnya pada yang haram itu dosa.
Oleh karena itu sangat merugi orang yang tidak menikah, syahwatnya tidak tersalurkan dan tidak mendapatkan pahala.
Oleh karena itu sangat merugi orang yang tidak menikah, syahwatnya tidak tersalurkan dan tidak mendapatkan pahala.
4. Menjaga kehormatan.
Membentengi diri dan menjaga kehormatan wanita. Kenapa kehormatan wanita dibedakan? Sebab jika wanita tidak memiliki suami, maka dia bebas untuk melampiaskan nafsu syahwatnya tanpa ada batasan.
Contohnya adalah Zulaikha. Dia memiliki suami yang sangat sibuk, petinggi kerajaan di Mesir. Suami tidak boleh terlalu sibuk. Akhirnya dia ingin melampiaskan syahwatnya pada laki-laki lain. Oleh karena itu, harus ada waktu khusus suami-istri sebab wanita itu perlu perhatian dari laki-laki.
5. Membendung arus pelacuran di kalangan umat Islam.
Generasi yang paling baik adalah generasi para sahabat karena hampir tidak ada laki-laki maupun perempuan yang tidak memiliki pasangan.
Rusaknya masyarakat salah satunya karena banyaknya laki-laki atau perempuan yang tidak punya pasangan karena menunda-nunda pernikahan.
Menikah usia dini itu lebih baik daripada menunda-nunda pernikahan. Karena menunda-nunda pernikahan itu dampaknya membuka perzinahan, pacaran.
6. Memperbanyak keturunan.
Terbukti bahwa umat Islam adalah umat yang tangguh karena banyaknya keturunan.
Perang demografi di Palestine. Orang-orang Yahudi tidak takut senjata orang-orang Palestine, akan tetapi takut dengan senjata kelahiran anak-anak Palestine. Israel mengebom 1000 anak Palestina, namun bulan depan lahir 3000 bayi di Palestina.
Contoh lain di Eropa dan Jepang. Generasi muda di negara-negara maju sudah enggan menikah dan mempunyai anak, karena merasa repot dan terbebani dengan mengurus anak. Akhirnya negara-negara maju kekurangan SDM angkatan kerja produktif. Hal ini mengakibatkan regenerasi perusahaan menjadi stagnan berada di tangan generasi tua serta kaderisasi pun tidak berjalan.
Negara-negara Arab misalnya Kuwait mengimpor tenaga-tenaga kerja dari negara berkembang seperti Pakistan, Indonesia, Bangladesh. Akibatnya negara bergantung pada negara lain.
Berbeda dengan Indonesia yang memiliki jumlah penduduk yang besar, yang menjadi modal utama SDM. Dilirik oleh dunia internasional sebagai tenaga kerja sekaligus pangsa pasar yang potensial. Menjadi negara yang memiliki posisi tawar yang tinggi.
7. Mendapatkan pahala yang besar di dalam hubungan suami-istri.
Bersenang-senang yang berpahala, itulah hubungan suami-istri. Terdapat dalam hadits bahwa tidak dianjurkan begadang malam kecuali untuk tiga hal: (1) menuntut ilmu, (2) shalatul lail, (3) bercanda suami-istri sampai larut malam.
8. Mencintai apa yang dicintai Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Dalam sebuah hadits hasan yang diriwayatkan oleh An-Nasa’i, disebutkan:
“Telah dijadikan cinta dalam hati saya yaitu minyak wangi dan wanita.”
Wanita itu identik dengan aroma wewangian. Seorang istri harus selalu wangi hanya di hadapan suaminya. Makna cinta kepada wanita itu;
(1) Cinta yang bertanggung jawab. Mencintai wanita itu berarti menikahinya. Sebab dengan menikahi wanita, dia akan menafkahi dan memberikan tempat tinggal bagi wanita.
(2) Mencintai makhluk lemah. Wanita itu lemah yang butuh menguatkan dalam hidupnya. Suami itu sebagai qawwam: pembimbing, pengarah ketika jiwa istrinya galau. Istri akan menjadi tenang jika dipeluk oleh suaminya. Fitrahnya wanita itu ditenangkan, diarahkan dan dipimpin oleh pemimpin yang adil dan penyayang.
Maksud hadits di atas adalah Rasulullah mencintai wanita bertujuan untuk menyayangi, mengarahkan dan membimbing para istri beliau. Betapa mulianya hati beliau. (Jadi teringat sama Masku yang penyayang, meleleh hatiku sayang)
9. Keberkahan menikah adalah memiliki generasi yang mendoakan setelah meninggal.
Dalam hadits, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِذَا مَاتَ الْإِنْسَانُ انْقَطَعَ عَمَلُهُ إِلَّا مِنْ ثَلَاثَةٍ مِنْ صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ وَعِلْمٍ يُنْتَفَعُ بِهِ وَوَلَدٍ صَالِحٍ يَدْعُو لَهُ
“Jika seseorang meninggal dunia, maka terputuslah amalannya kecuali tiga perkara (yaitu): sedekah jariyah, ilmu yang dimanfaatkan, atau do’a anak yang shalih.”
Tiga model amal sosial dari hadits di atas:
1. Sedekah jariyah. Amal dengan harta, baik hak guna atau wakaf.
2. Ilmu yang bermanfaat dan disebarkan, diajarkan kepada orang lain.
3. Anak yang shalih. Anak ini diperoleh dari pernikahan. Anak ini merupakan aset, dalilnya Qs. an-Nisa: 11. Di ujung ayat 11,
( آبَاؤُكُمْ وَأَبْنَاؤُكُمْ لَا تَدْرُونَ أَيُّهُمْ أَقْرَبُ لَكُمْ نَفْعًا ۚ فَرِيضَةً مِنَ اللَّهِ ۗ )
“Bapak-bapakmu dan anak-anakmu, kamu tidak mengetahui siapa di antara mereka yang lebih dekat (banyak) manfaatnya bagimu.” (Qs. an-Nisa: 11)
Sebagian ulama mengatakan jika tidak ada manfaat menikah kecuali punya anak, maka itu sudah cukup, berdasarkan Qs. an-Nisa: 11. Qs. ath-Thur: 21 menjelaskan manfaat memiliki bapak yang shalih. Sebab anak-anak yang tetap beriman, tidak meninggalkan shalat, akan masuk surga mengikuti maqam bapaknya, walaupun maqamnya tidak setinggi bapaknya. Ini yang disebut masuk surga bersama keluarga. Memanfaatkan syafaat anak-anak bagi kedua orang tuanya.
Salah satu kekuatan istighfar, bahwasanya Allah mengangkat derajat hamba-Nya di surga karena istighfar anaknya.
Karena pahala sesuai dengan pengorbanan. Memiliki anak banyak mendapatkan pahala yang lebih besar karena pengorbanan merawat dan mendidik anak.
Ketika ahli surga meminta kepada Allah membawa bapak dan ibunya bersamanya di surga maka akan dikabulkan oleh Allah.
11. Menikah itu bisa membina generasi muslim yang bisa membela tanah airnya.
12. Dengan menikah akan meraih sakinah mawaddah dan rahmah.
Sebagaimana disebutkan dalam Qs. ar-Rum: 21,
(وَمِنْ آيَاتِهِ أَنْ خَلَقَ لَكُمْ مِنْ أَنْفُسِكُمْ أَزْوَاجًا لِتَسْكُنُوا إِلَيْهَا وَجَعَلَ بَيْنَكُمْ مَوَدَّةً وَرَحْمَةً ۚ إِنَّ فِي ذَٰلِكَ لَآيَاتٍ لِقَوْمٍ يَتَفَكَّرُونَ)
“Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berpikir.” (Qs. ar-Rum: 21)
Demikian penjelasan maksud dari istilah keberkahan dalam pernikahan. Semoga tulisan ini bermanfaat untuk kita semua. Aamiin. Wallahu a’lam.