Fikroh.com – Memuliakan Al-Qur’an dengan cara mempelajari isinya lalu mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari, merupakan adab paling pokok terhadapnya. Dan ini perkara yang telah dimaklumi bersama. Namun, di sana ada beberapa adab yang lain, diantaranya adalah dengan menciumnya sebagai bentuk memuliakan dan mengagungkannya. Mencium mushaf disunahkan atau minimal dibolehkan menurut pendapat Jumhur Ulama (mayoritas ulama dari mazhab Hanafi, Syafi’i dan Hanbali). Khusus dalam mazhab Syafi’i, pendapat yang masyhur adalah disunahkannya hal ini. Sebagian ulama syafi’iyyah yang lain menggunakan redaksi “dibolehkan”.
Hal ini berdasarkan sebuah riwayat dari sahabat yang mulia, yaitu Ikrimah bin Abu Jahal ra, bahwa beliau pernah meletakkan mushaf Al-Qur’an di keningnya (menciumnya) seraya menyatakan : “Ini kitab Tuhanku…ini kitab Tuhanku.” (HR. Ad-Darimi : 3393).
Selain riwayat di atas, para ulama menyimpulkan hal ini berdasarkan qiyas (analogi) kepada mencium Hajar Aswad. Dalam Hasyiyah Asy-Syarwani (1/155) disebutkan :
قَالَ الْبُجَيْرِمِيّ وَاسْتَدَلَّ السُّبْكِيُّ عَلَى جَوَازِ تَقْبِيلِ الْمُصْحَفِ بِالْقِيَاسِ عَلَى تَقْبِيلِ الْحَجَرِ الْأَسْوَدِ، وَيَدِ الْعَالِمِ وَالصَّالِحِ وَالْوَالِدِ إذْ مِنْ الْمَعْلُومِ أَنَّهُ أَفْضَلُ مِنْهُمْ
“Imam Al-Bujairimi berkata : Imam As-Subki berdalil untuk dibolehkannya mencium mushaf Al-Qur’an dengan diqiyaskan (dianalogikan) kepada mencium Hajar Aswad, tangan seorang alim, tangan orang salih, dan tangan orang tua. Karena telah dimaklumi, bahwa ia (Al-Qur’an) lebih utama dari mereka.”
Di dalam nukilan di atas dengan redaksi “dibolehkan”. Tapi dalam Hasyiyah Jamal (2/437) dengan redaksi “disunahkan”. Karena mencium Hajar Aswad hukumnya sunah, maka sesuatu yang diqiyaskan kepadanya secara otomatis juga menduduki hukum tersebut.
Imam Ahmad bin Hanbal rh pernah ditanya tentang hukum mencium mushaf. Lalu beliau menjawab dengan membawakan atsar dari Ikrimah bin Abu Jahal. Intinya, walaupun tidak ada dalil atau contohnya langsung dari Rasulullah SAW, tapi hal itu diperbolehkan. Hal ini disebutkan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah dalam Majmu Fatawa (23/65).
Para ulama dari faksi (kelompok) salafi juga membolehkannya. Diantaranya, Syekh Abdul Aziz bin Baz rh. Beliau pernah ditanya tentang masalah ini, lalu beliau menjawab :
لاَ نَعْلَمُ دَلِيْلاً عَلىَ شَرْعِيَّةِ تَقْبِيْلِهِ، وَلَكِنْ لَوْ قَبَّلَهُ الإنْسَانُ فَلاَ بَأْسَ لِأَنَّهُ يُرْوَى عَنْ عِكْرِمَةَ بْنِ أَبِيْ جَهْلٍ الصَّحَابِيِّ الْجَلِيْلِ رضي الله تعالى عنه أَنَّهُ كَانَ يُقَبِّلُ الْمُصْحَفَ وَيَقُوْلُ: هَذاَ كَلاَمُ رَبِيْ
“Kami tidak mengetahui adanya dalil yang menunjukkan akan disyariatkannya mencium mushaf. Akan tetapi apabila seorang insan menciumnya, maka boleh. karena telah diriwayatkan dari Ikrimah bin Abu Jahal, seorang sahabat yang mulia ra, sesungguhnya beliau mencium mushaf sambil mengatakan “Ini ucapan Tuhanku”. (Majmu Fatawa : 9/289).
Kesimpulannya, mencium mushaf Al-Qur’an hukumnya disunahkan dan paling minimalnya dibolehkan. Hal ini berdasarkan dalil qiyas (analogi) kepada mencium Hajar Aswad serta adanya riwayat dari Ikrimah bin Abu Jahal yang telah disebutkan di atas. Semoga bermanfaat. Wallahu a’lam.
Oleh: Ust. Abdullah Al-Jirani