Oleh: Halimi Zuhdy
Fatwapedia.com – Di pesantren tulisan “kabikaj/كبيكج” sangat masyhur sekali, alias sangat terkenal. Bagi yang belum menemukan kata di atas ketika berada di pesantren, bisa saja karena di pesantren jarang menyentuh kitab kuning, atau berada di pondok modern yang kitab kuningnya berupa kitab putih, atau di pesantren yang tidak lagi mempercayai tulisan tersebut, atau di pesantren tidak ada pelajaran kitab kuning, atau kemungkinan-kemungkinan yang lainnya. Dan tulisan tersebut paling banyak ditemukan dipesantren-pesantren salaf (yang hanya mempelajari kitab kuning saja).
Tulisan Kabikaj (كبيكج), Ya Kikah (يا كيكح), Bikaikaj (بكيكج), Bekiking (بكيكيع), dan beberapa tulisan lainnya yang mirip dengan tulisan Kabikaj biasanya berada di halaman awal atau halaman terakhir kitab.
Ketika di pesantren dulu, saya pernah bertanya ke beberapa asatidz dan juga pada orang tua (Abah Zuhdy), mengapa tulisan itu selalu termaktub di banyak kitab kuning?, Maka, jawabannya sama, agar kitab tersebut tidak dimakan ngetnget (bahasa Madura), atau sejenis serangga, atau rayap. Seakan-akan, Kabikaj (كبيكج) atau Bikaikajin (بكيكج) atau Bekiking (بكيكيع), itu menjadi azimat, atau mungkin doa, agar aman dari serangga.
Beberapa tahun berikutnya, sering saya temukan kitab yang termaktub “Kabikaj” di halaman awal atau di akhir kitab, kitab itu tinggal separuh atau bahkan sudah habis dimakan rayap atau serangga. Saya bertanya lagi, mengapa hal itu bisa terjadi (masih bisa dimakan rayap)?, Jawaban dari beberapa asatidz dan senior juga unik, karena ketika menulis tulisan “Kabikaj” dalam kondisi tidak suci, atau hatinya tidak dalam keadaan ikhlas karena Allah.
Tulisan yang masyhur di kalangan pesantren dengan Rajah anti Rayap, atau Jimat anti Rayap, sedikit demi sedikit saya cari makna tersebut di beberapa laman berbahasa Arab. Dan ternyata, kata ini tidak hanya ada di pesantren di Nusantara, tetapi dalam turast juga banyak termaktub tulisan tersebut.
Dapat potongan gambar yang bertulis “كبيكج” dari Qanat Tahqiq Makhtutat Muhammad Nuri. Potongan gambar dalam kitab tersebut tertulis;
يا كبيكج لا تجِ ولا تأكل الورق بحق الواحد الخلاق
Tulisan di atas dari sebuah naskah kitab Riyadhiyat (matematika) dengan judul “Bughyah Al-Raghib fi Syarh Nursyidah Mursyidah Al-Thalib Al-Ajami Al-Shanshuri”, yang terbit pada tahun 999 H, yang masih tersimpan di Dar al-Kutub al-Dhahirah dengan nomor 1099. (Foto di atas).
Dalam Maktabah Syamilah Al-Haditsah dijelaskan bahwa dalam banyak manuskrip kuno, ditemukan tulisan: “Ya Kabikaj, ihfadh al-waraq.” para pemerhati turast percaya bahwa frasa di atas adalah sebuah doa, salah satu permohonan yang diyakini orang dahulu, seolah-olah ada malaikat yang menjaga kitab-kitab atau manuskrip.
Selanjutnya, Maktabah al-Syamilah Al-haditsah menjelaskan bahwa kenyataannya bertentangan dengan apa yang diyakini oleh para tradisionalis.. karena kata (kabikaj) adalah nama tanaman yang mirip dengan seledri liar (الكرفس البرى) disebut juga: palem tujuh (كف السبت), pohon kodok (شجرة الضفادع), ain shafa .. pohon Ini adalah salah satu racun yang mematikan, dan para dokter biasa mengobati penyakit kulit pohon kabikaj tersebut.
Dulu, tukang kertas (alwarraqun) menggunakan tanaman kabikaj untuk mengawetkan naskah dari serangga, seperti rayap, gegat, dan lain-lain, prosesnya mirip dengan istilah sekarang yaitu fumigasi (التبخير).
Tulisan Kabikaj (كبيكج) untuk membedakan kitab yang telah melalui proses fumigasi, bila tidak tertulis kata tersebut, maka belum dilakukan fumigasi, maka pada sampulnya tertulis “كبيكج احفظ الورق” untuk menandai pembeli, atau pemilik naskah, diperlakukan dengan jenis tanaman ini.
Dan munculnya kata tersebut, juga masih banyak menyisakan banyak perbedaan lainnnya, seperti, bahwa tulisan tersebut adalah mantra (thalasim), ada mengatakan adalah Malaikat yang menjaga serangga, dan lainnya.