Oleh: Halimi Zuhdy
Fatwapedia.com – Rumah Allah dalam bahasa Arab disebut dengan Baitullah. Bait diartikan bermalam, menginap dan berdiam. Secara bahasa Baitullah diartikan rumah Allah. Bila masjid dikatakan rumah Allah, apakah kemudian Allah menginap atau bermalam di masjid?
Tayyib. Rumah Allah itu bukan kemudian Allah punya rumah untuk ditempati, atau Allah duduk-duduk, berdiam, bermalam, apalagi tinggal dalam rumah. Allah tidak menempati masjid-masjid karena Allah tidak membutuhkan tempat tinggal, maka mustahil bagi Allah menempati makhlukNya.
Mengapa masjid disebut dengan rumah Allah?
Penyebutan “rumah Allah (baitullah)” tidak hanya untuk masjid Al-Haram di Makkah, tetapi masjid-masjid di muka bumi juga disebut dengan Baitullah. Dan pendapat ulama, Baitullah itupun juga tidak dikhususkan kepada Ka’bah saja, tetapi sesuatu yang mengelilingi masjid al-haram yang dijadikan tempat ibadah, sebagai mana firman Allah;
وَإِذْ جَعَلْنَا الْبَيْتَ مَثَابَةً لِلنَّاسِ وَأَمْنًا وَاتَّخِذُوا مِنْ مَقَامِ إِبْرَاهِيمَ مُصَلًّى وَعَهِدْنَا إِلَى إِبْرَاهِيمَ وَإِسْمَاعِيلَ أَنْ طَهِّرَا بَيْتِيَ لِلطَّائِفِينَ وَالْعَاكِفِينَ وَالرُّكَّعِ السُّجُودِ
“Dan (ingatlah), ketika Kami menjadikan rumah itu (Baitullah) tempat berkumpul bagi manusia dan tempat yang aman. Dan jadikanlah sebahagian maqam Ibrahim tempat shalat. Dan telah Kami perintahkan kepada Ibrahim dan Ismail: “Bersihkanlah rumah-Ku untuk orang-orang yang thawaf, yang i’tikaf, yang ruku’ dan yang sujud”.
Dari Ayat di atas, termasuk masjid (baitullah) itu adalah tempat thawaf, I’tikaf, dan sujud, yang mengelili Ka’bah. Bukan hanya ka’bahnya saja.
Seluruh masjid di muka bumi adalah rumah Allah (baitullah). Dikatakan “Rumah Allah” dapat digambarkan pada dua hal, sebagaimana pendapat al-Kashani dalam Al-Wafi. Pertama, karena masjid adalah tempat ibadah, dan tempat ibadah adalah ibadah itu sendiri (bima hiya ibadah), yaitu tempat hadirnya yang disembah (ma’bud) dan tempat persaksian diri kepadaNya, maka tempat ini disebut dengan bait(rumah), rumah secara makna dan secara batin (bathin), bukan rumah yang dimaknai rumah sebagai tempat tinggal (dhahir).
Makna kedua, yang dimaksud dengan masjid adalah rumah Allah (baitullah), dalam arti linguistik, karena masjid adalah tempat yang mirip atau sama dengan bangunan-bangunan lainnya, sehingga masjid disebut dengan rumah (bait). Dan untuk mengaitkan dengan firman Allah “rumah ku” (baitiya), karena kemuliaan (tasyrifan) tempat tersebut atau bangunan atau masjid tersebut.
Maka penamaan masjid dengan baitulllah (rumah Allah), karena bangunan yang mirip dengan rumah, serta tempat yang dikhususkan untuk beribadah kepada Allah, serta dimuliakan (tasyrifan). Sama dengan penamaan dengan masjid al-haram. Bukan tempatnya yang haram. Tetapi, sebuah tempat yang disucikan dari perbuatan-perbuatan yang dilarang oleh Allah, atau tempat yang diharamkan untuk melakukan perbuatan-perbuatan yang dilarang olehNya.
والمقصود بالحرام كلّ شيء فيه تعظيم للبيت، وعند تحريم البيت يعمّ الأمن والأمان، حتى الطير يجول في سمائه آمناً، لأنّها أمنت على نفسها وعلى رزقها في بيت الله، كما سمّي بيت الله الحرام بهذا الاسم، لأنّ الله تعالى حرّم القتل فيه منذ فتح مكة
Arti dari (masjid) haram adalah segala sesuatu yang berada di dalamnya diagungkan, dan bila baitullah diharamkan maka ada jaminan keamanan dan keselamatan. Bahkan burung yang terbang di atasnya juga merasa aman, karena ia yakin akan keamanan dan riskinya Ketika berada di Batullah (rumah Allah), sebagaimana Baitullah al-Haram itu disebut dengan nama ini (haram), karena Allah melarang pembunuhan disana sejak penaklukan Makkah (fathu Makkah).
Kerinduan pada Masjid
Masjid adalah tempat yang dirindu, dicinta, dimuliakan. Karena ia bukan tempat biasa. Ia rumah Allah. Rumah tempat bergumulnya hati, pikiran, dan jasad untuk mendekatkan diri kepadaNya. Mendatanginya disunnahkan menghormat (shalat tahiyyah). Sebelum memasukinya disunnahkan berdoa, karena akan banyak limpahkan rahmatnya yang mengalir di dalamnya (allahummaftahli abwaba rahmatik). Berlama-lama untuk beri’tikaf adalah aktifitas para salafusshaleh.
Bagaimana bila jarang mendatanginya atau bahkan hanya sekali dalam satu tahun? Suatu hari Ibnu Abbas ra. ditanyai tentang seorang laki-laki yang melakukan shalat malam, puasa di siang hari, namun dia tidak melaksanakan shalat Jum’at dan shalat berjamaah di masjid, maka beliau menjawab, mereka berada di neraka.
سُئِل ابن عباس رضي الله عنهما عن رجل يقوم الليل ويصوم النهار، ولكنه لا يشهد الجمعة والجماعة، فقال: هو في النار
Merindukan masjid bukan karena tempatnya yang indah, fasilitasnya lengkap, halamannya yang luas, menaranya yang menjulang tinggi, lantainya yang marmer, karpetnya yang lembut, atau wisata masjidnya yang asyik. Bukan.Tetapi, masjid apapun bentuknya adalah sebuah kerinduan. Ia adalah rumah Allah, yang diagungkan. Dimuliakan. Bahkan termasuk yang dilarang apabila berbangga-bangga (yatabaha) dengan bangunannya yang indah, dengan warna-warni catnya, gagah bangunannya, membuat mata terbelalak melihat desainnya, tetapi kosong dari aktifiatas berjamaah, kosong dari ta’lim dan sepi dari kegiatan keumatan, sedangkan al-Qur’an hanya menjadi pajangan di dindingnya. Sebagaimana sabda Rasulullah, ”la yaqum sa’ah hatta yatabaha an-nasu bil masajid”
Dari Nabi saw., beliau bersabda, “Jika kalian melihat seseorang biasa ke masjid, maka saksikanlah kepadanya dengan keimanan. Allah berfirman, “Sungguh yang memakmurkan masjid-masjid Allah adalah orang yang beriman kepada Allah dan hari Akhir”. Nabi saw. bersabda, “Siapa yang membentangkan tikar di dalam masjid, maka malaikat akan selalu memintakan ampunan untuknya selama tikar itu di dalam masjid.”
Allah menamakan masjid dengan masjidNya, sebuah bentuk kemuliaan dan keagungan masjid.
وَمَنْ أَظْلَمُ مِمَّنْ مَنَعَ مَسَاجِدَ اللَّهِ أَنْ يُذْكَرَ فِيهَا اسْمُهُ وَسَعَى فِي خَرَابِهَا أُولَئِكَ مَا كَانَ لَهُمْ أَنْ يَدْخُلُوهَا إِلَّا خَائِفِينَ لَهُمْ فِي الدُّنْيَا خِزْيٌ وَلَهُمْ فِي الْآخِرَةِ عَذَابٌ عَظِيمٌ
“Dan siapakah yang lebih aniaya daripada orang yang menghalang-halangi menyebut nama Allah dalam masjid-masjid-Nya, dan berusaha untuk merobohkannya? Mereka itu tidak sepatutnya masuk ke dalamnya (masjid Allah), kecuali dengan rasa takut (kepada Allah). Mereka di dunia mendapat kehinaan dan di akhirat mendapat siksa yang berat.” Al-Baqarah (114).
Nabi saw. bersabda, “Siapa yang mengeluarkan kotoran dari masjid sekiranya dapat dipandang mata, maka Allah akan mengeluarkannya dari dosa-dosa yang besar.
Masjid bukan tempat biasa. Ia tempat yang luar biasa. Ia tempat rukuk kepadaNya. Tempat sujud padaNya. Memakmurkannya, dengan melakukan peribadatan kepadaNya. Dengan berbagai peribadatan untukNya.
Masjid pada masa Nabi dan Salafussholeh
Dalam al-Aukah, masjid-masjid pada masa salafussaleh dipenuhi dengan derai tangisan untuk bermunajat padaNya. Disesaki dengan para pembelajar yang haus ilmu. Para ulama berkumpul, berdiskusi, dan mengakaji ilmu pengetahuan. Suara-suara pujian padaNya bergema. Wajah sejarah pun berubah dari dalam masjid. Yang sebelumnya para penyembah batu, kini mereka tunduk pada Sang Maha Kuasa. Allah swt. Intelektual hebat juga banyak hadir dari dalam masjid, bagaimana kebesaran Abbasiyah, mereka menjadikan masjid sebagai tempat memgatur strategi.
Pada masa itu, masjid adalah universitas ilmu pengetahuan, pengadilan kebenaran, pusat pertemuan, titik keberangkatan, tempat ibadah, pusat kepemimpinan, dan parlemen untuk politik di mana Rasulullah mengatur strategi, menahan brigade tentara musuh dan menerima delegasi, beliau juga mengadakan perjanjian-perjanjian dan perdamian di dalamnya. Dan Ketika hijrah dari Mekah, pertama kali yang dilakukan Nabi adalah meletakkan batu fondasi pembangunan Masjid Nabawi, sehingga masjid Rasul menjadi taman surga, tempat perdagangan yang menguntungkan di dunia dan akhirat, dan salah satu pasar akhirat.
Pada masa Nabi Masjid berfungsi sebagai tempat ibadah (ibadah) dan pembelajaran (ta’lim). Selain itu, Masjid juga tempat musyawarah, merawat orang sakit, dan asrama.