Fatwapedia.com – Bagi para santri maupun pembelajar nahwu nama kitab yang ditulis oleh al-Imam Jamâluddîn ibnu Hisyâm al-Anshariy (w. 761 H) rahimahullah sangat masyhur dan sering dikaji dalam mempelajari ilmu nahwu disamping kitab lainnya.
Judul kitab beliau sangat puitis yang memiliki makna filosofis sebagai gerbang awal bagi thâlibul ilmi dalam mengarungi lautan ilmu bahasa arab terutama cabang ilmu nahwu. Al-Imam rahimahullah menamai kitabnya dengan “قَطْرُ النَّدَى وَبَلُّ الصَدَى”.
Qathr yang dimaksud jika diterjemahkan kedalam bahasa kita artinya adalah bulir air atau tetasan air, dalam kamus arab apabila dikatakan “نَزَلَ الْقَطْرُ” yaitu “الْمَطَرُ” (hujan).
Sedangkan an-Nadâ dalam lisan al-Arabiy maknanya adalah “الْبَلَلُ” (embun) yang terdapat pada daun yang turun pada malam hari sebelum terbitnya Matahari.
Sedangkan makna Ball adalah sesuatu yang membasahi. Kemudian ash-Shodâ yaitu artinya sangat kehausan dalam lisan al-Arabi.
Oleh sebab itu jika kita terjemahkan judul kitab beliau ini maka artinya kurang lebih buliran embun yang membasahi kerongkongan yang sedang kehausan. Disini al-Imam seolah-olah menyampaikan pesan bahwa materi kitab ini bukanlah berisi hal yang luas, laksana air hujan yang deras yang dapat mengobati dahaga orang-orang yang sedang sangat kehausan, tapi ini sekedar membasahi kerongkongan saja, sebagai pembuka jalan baginya ketika butuh menutupi dahaganya akan ilmu nahwu, karena kitabnya memang ditujukan kepada pemula, laksana embun yang dia hadir sebelum matahari mulai terbit.
Ini adalah bulir yang jika ia dikumpulkan bersama-sama bulir lainnya, maka akan menjadi air bah yang melimpah ruah, sehingga penuntut ilmu tidak boleh berpuas diri hanya berhenti dalam mempelajari kitab beliau, karena disana masih ada lautan ilmu bahasa arab yang bisa diarunginya.
Beliau memang menyusun kitab ini sebagai materi dasar ilmu Nahwu dengan bahasa yang dibuat sesimpel mungkin namun mencakup definisi istilah-istilah dalam ilmu nahwu yang cukup padat. Misalnya beliau membuka ilmu Nahwu dengan mulai menyebutkan definisi kalimat, kata beliau :
الكلمة: قول مفرد
“Kata adalah qaul yang mufrad.”
Al-Imam menjelaskan sendiri kenapa memilih definisi kalimat dengan dua kata yang ringkas dalam syarah terhadap kitab ini yang beliau tulis sendiri juga, yaitu bahwa qoul itu maknanya sendiri adalah lafazh yang memiliki makna dan mufrad lawan dari murakab, yaitu sesuatu yang bagiannya tidak menunjukkan makna tertentu jika terpisah masing-masingnya, seperti lafazh “زَيْدٌ”, jika kita pisah bagian-bagiannya yaitu huruf zaa, yaa dan dal, maka masing-masing huruf ini tidak menunjukkan atas suatu makna.
Selain beliau sendiri, banyak juga ulama yang menyusun syarah (penjelasan) untuk matan yang beliau tulis, seperti “Mughîts an-Nidâ” karya al-Allâmah al-Khothîb asy-Syarbîniy rahimahullah, kemudian diantara ulama kontemporer yang menulis syarah kitab ini juga adalah DR. Abdullah bin Shâlih al-Fauzân hafizhahullah yang kitabnya berjudul “Ta’jîl an-Nadâ”. Syarah beliau yang terakhir ini menggunakan bahasa yang disesuaikan bagi pelajar pemula agar mereka mendapatkan penjelasan yang tidak terlalu rumit dalam mengkaji kitab ini.
Semoga Allah Ta’âlâ memberikan rahmat dan karuniaNya agar menambahkan ilmu yang bermanfaat kepada kita semuanya.
Oleh: Abu Sa’id Neno Triyono