Wolbachia merupakan sebuah mikroorganisme intraseluler yang umumnya ditemukan dalam berbagai jenis serangga, termasuk nyamuk Aedes aegypti yang menjadi vektor penyakit seperti demam berdarah dengue (DBD). Keunikan Wolbachia terletak pada kemampuannya untuk menginfeksi sebagian besar hewan invertebrata, termasuk serangga dan nematoda. Mikroorganisme ini telah menjadi pusat perhatian utama dalam bidang biologi, terutama dalam konteks pengendalian penyakit menular.
Dalam konteks nyamuk Aedes aegypti yang merupakan vektor penyakit DBD, Wolbachia menjadi fokus penelitian karena kemampuannya untuk memengaruhi kelangsungan hidup, reproduksi, dan potensi transmisi virus dengue pada nyamuk tersebut. Secara alami, nyamuk betina membawa Wolbachia, tetapi tidak pada nyamuk jantan. Salah satu efek yang paling menonjol dari keberadaan Wolbachia adalah kemampuannya untuk mengurangi atau bahkan menghentikan transmisi virus dengue dari nyamuk ke manusia.
Bagaimana Wolbachia bekerja dalam nyamuk? Wolbachia dapat menginfeksi sel telur nyamuk betina dan menyebar ke generasi selanjutnya. Ketika nyamuk yang terinfeksi Wolbachia bertelur, mikroorganisme ini ditransmisikan ke telur-telur tersebut. Sebagai hasilnya, keturunan nyamuk tersebut juga membawa Wolbachia. Dalam keadaan alami, nyamuk jantan tidak membawa Wolbachia. Namun, ketika nyamuk jantan yang membawa Wolbachia ini berkawin dengan nyamuk betina yang tidak terinfeksi, telur yang dihasilkan akan memiliki Wolbachia. Ini menciptakan suatu populasi nyamuk yang hampir seluruhnya membawa Wolbachia, yang pada gilirannya menghasilkan efek perlindungan terhadap manusia dari penularan virus dengue.
Penerapan teknologi Wolbachia untuk mengendalikan penyakit menular seperti DBD telah menjadi fokus utama bagi berbagai penelitian di dunia. Misalnya, dalam sebuah pilot project di Indonesia, terutama di lima kota: Semarang, Jakarta Barat, Bandung, Kupang, dan Bontang, teknologi Wolbachia diimplementasikan sebagai bagian dari upaya pencegahan dan pengendalian DBD. Penerapan ini berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1341 tentang Penyelenggaraan Pilot project Implementasi Wolbachia sebagai inovasi penanggulangan dengue.
Penelitian terkait efektivitas Wolbachia telah berlangsung sejak 2011 di Yogyakarta dengan dukungan dari yayasan Tahija. Selama fase penelitian tersebut, dilakukan tahap persiapan dan pelepasan Aedes aegypti yang telah terinfeksi Wolbachia dalam skala terbatas dari tahun 2011 hingga 2015. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa Wolbachia mampu melumpuhkan atau menghambat virus dengue dalam tubuh nyamuk Aedes aegypti. Sebagai hasilnya, nyamuk tersebut tidak dapat mentransmisikan virus dengue kepada manusia.
Salah satu efek penting dari penggunaan Wolbachia adalah jika nyamuk betina yang terinfeksi Wolbachia berkawin dengan nyamuk jantan yang tidak terinfeksi, telur yang dihasilkan oleh nyamuk betina tersebut akan membawa Wolbachia. Ini menyebabkan populasi nyamuk yang hampir seluruhnya terinfeksi Wolbachia, sehingga efektif memutus rantai penularan virus dengue pada manusia.
Implikasi dari penerapan teknologi Wolbachia dalam upaya pengendalian DBD sangatlah signifikan. Misalnya, uji coba penyebaran nyamuk yang telah terinfeksi Wolbachia telah dilakukan di Kota Yogyakarta dan Kabupaten Bantul pada tahun 2022. Hasilnya menunjukkan bahwa di lokasi yang telah disebarkan Wolbachia, terjadi penurunan kasus demam berdarah hingga 77 persen, dan jumlah orang yang dirawat di rumah sakit turun sebesar 86 persen.
Pengalaman dari berbagai lokasi yang telah menerapkan teknologi Wolbachia menunjukkan bahwa efek perlindungan yang dihasilkan cukup signifikan. Misalnya, Kepala Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta, Emma Rahmi Aryani, mengkonfirmasi bahwa terjadi penurunan yang signifikan dalam penyebaran DBD setelah penerapan Wolbachia. Menurutnya, pada bulan Januari hingga Mei 2023, jumlah kasus DBD berada di bawah garis minimum dalam 7 tahun terakhir.
Namun, meskipun teknologi Wolbachia membawa potensi besar dalam pengendalian DBD, ini tidak berarti penghilangan metode pencegahan dan pengendalian penyakit yang telah ada sebelumnya di Indonesia. Masyarakat tetap diminta untuk mempraktikkan gerakan 3M Plus, yaitu Menguras, Menutup, dan Mendaur ulang, serta menjaga kebersihan diri dan lingkungan.
Dengan demikian, teknologi Wolbachia bukanlah solusi tunggal namun merupakan bagian penting dalam upaya pengendalian DBD. Kombinasi antara teknologi inovatif ini dengan praktik pencegahan yang sudah ada menjadi kunci keberhasilan dalam mengurangi penyebaran penyakit DBD yang mematikan ini.