Fatwapedia.com – Alhamdulillah, saya (HM. Basori Alwi, penulis) bisa menyelesaikan risalah ini untuk menjernihkan masalah Dialog dengan Gus Dur di Genggong yang membawa salah pemahaman di kalangan pembaca. Sebenarnya kedatangan saya ke Genggong tidak mewakili kubu siapapun, melainkan sebagai pribadi untuk menghadiri walimatul hamli yang diselenggarakan oleh Al Mukarom KH. Mutawakkil Alallah untuk menyambut calon putranya ke lima.
Dalam kesempatan tersebut diadakan dialog dengan Gus Dur. Saya kebetulan punya ganjalan masalah di hati saya berhubung dengan ucapan-ucapan Gus Dur di rapat umum Ampel dan Bangil yang menyatakan bahwa Khomeini adalah Wali terbesar zaman ini, menggunakan kesempatan tersebut untuk menanyakannya.
Terjadilah dialog sebagaimana yang diungkapkan di dalam risalah ini. Tetapi saya sangat terkejut membaca berita di Jawa Pos tanggal 16 November 1995 sebagaimana yang saya cantumkan fotokopinya di bagian terakhir risalah ini (Silakan membaca… !) yang berjudul “Kubu Pak Ud dan Gus Dur Rangkulan”. Berita ini adalah hasil wawancara KH. Hasyim Muzadi dengan para wartawan yang dilakukan setelah selesai pertemuan dialog tadi.
Dengan risalah ini, semoga pembaca memahaminya apa yang terjadi sebenarnya
Syiah Merajalela, NU Erosi….?
Nahdlatul Ulama adalah Ormas yang berdiri di atas dasar aqidah Ahlussunnah Wal Jamaah dan mengikuti salah satu dari empat mazhab.
Pada saat Indonesia menentukan bahwa setiap orpol dan ormas harus berazazkan Pancasila, NU adalah ormas pertama yang menyatakan sebagai organisasi yang berazazkan Pancasila dengan tetap berakidah Ahlisunnah Wal Jamaah dan berhaluan salah satu dari empat mazhab (Hanafi, Maliki, Syafi`i dan Hambali).
Di dalam Qonun asasi, pendiri NU, Hadratus Syekh Hasyim Asy`ari telah memfatwakan agar NU tidak bermazhab Syiah, karena madzhab ini beliau nyatakan sebagai mazhab ahli bid`ah.
Setelah Khomeini berhasil dengan revolusinya, menumbangkan kekuasaan Syah Iran, maka ia dirikan lah negara yang ia namakan Negara Islam. Negara ini pada hakekatnya adalah negara Syiah Imamiyah Itsna Asyariyah Jakfariyah, sesuai dengan konstitusi nya pasal 12 yang berbunyi, artinya: Agama resmi Iran adalah Islam serta mazhab Ja’fari Isna Asy`ari. Dan pasal ini tidak bisa diubah untuk selama-lamanya.
Revolusi tersebut pengaruh bergema ke seluruh dunia Islam termasuk Indonesia. Kemudian menyusul dari negara tersebut ekspor kitab-kitab yang mempromosikan Syiah dengan revolusinya yang sukses. Banyak orang-orang Islam terutama di kalangan generasi muda yang sempat tahu apa Syiah itu sebenarnya? dan apa aqidahnya dan apa perbedaan akidah yang prinsip antara Syiah dan Ahlissunnah Wal Jamaah?
Oleh karena itu banyak yang bersimpati, bahkan tidak sedikit mereka yang bergabung dengan kegiatan-kegiatan Syiah, NU mulai erosi. Dalam pada itu tokoh utama NU sendiri, KH Abdul Rahman Wahid, Ketua Umum PBNU di dalam rapat-rapat umum yang terbuka tidak jarang memuji Khomeini sebagai waliyullah terbesar abad ini. Al faqir (HM Basori Alwi) sendiri telah mendengar dengan telinga sendiri waktu beliau berceramah di pesantren KH Khoiron-Bangil, Al faqir juga telah membaca tulisan beliau yang diedarkan kalangan yang membela Syiah di pandaan, bahwa beliau menyatakan NU itu adalah Syiah kultural (budaya).
Berhubung dengan hal-hal tersebut di atas sudah lama al-faqir prihatin dan resah dalam hati, kalau-kalau warga NU ini Ini akhirnya berpindah dari mazhab sunni kepada Syi’i. Padahal menurut pengalaman al-faqir yang meyakini kebenaran Hadits “iftiroqu ummati” bahwa Syiah sesuai dengan fatwa hadratus Syekh Hasyim Asy`ari di Qanun asasi di atas adalah kelompok sesat ditambah lagi setelah akhir-akhir ini sempat mempelajari kitab-kitab Al Kafi oleh Al-Kulainy, Kasyful Asror oleh Al-Khomeini, Al-Hukumatul Islamiyyah oleh Khomeini, alfaqir menemukan banyak poin-poin ajaran syiah yang diucapkan oleh khomeini mengandung “kufriyyat” (kekufuran).
Dan atas dasar keterangan-keterangan khomeini tersebut banyak ulama-ulama Timur Tengah seperti: Robithoh Alam Islami, Departemen Wakaf dan Urusan Islam Kerajaan Maghribi (Maroko), Mufti Republik Tunis, Mufti Abdul Aziz Bin Baz (Saudi Arabia), Almuhaddits Nashiruddin (Al-bania) dan ulama-ulama dunia islam lainnya, telah memfatwakan tentang kufurnya alkhomeini. Silakan baca kitab:
لماذا كفر علماء المسلمين الخميني؟ (وجيه المديني).
Mengapa ulama-ulama kaum muslimin mengkafirkan khumeini? oleh Wajih Al Madiniy.
Pada kesempatan “tabayyun” di dalam pertemuan di Genggong pada tanggal 15 Nopember 1995 yang diinformasikan di media pers “Pertemuan Antar Kedua Kubu” (Pak Ud – Gus Dur), yang menurut al-faqir tidak benar, karena al-faqir secara pribadi diundang lewat telepon untuk menghadiri walimatul hamli bagi calon putra KH Hasan Al-Mutawakkil Alallah, Pengasuh Pondok Pesantren Genggong. Sedangkan Pak Ud (KH Yusuf Hasyim) sendiri berhalangan hadir dan saya sendiri tidak merasa mewakili “kubu-kubuan”.
Saya sangat kecewa dan menyesal atas tersiarnya berita di Jawa Pos pada tanggal 16 Nopember 1995 dengan judul “kubu Pak Ud – Gus dur Rangkulan”. Dan potret saya saya bersama sama Gus Dur dan Kyai Badri ditempelkan. Isinya pun tidak sesuai dengan hakikat dialog yang terjadi antara saya dan Gus dur. Saya tidak tahu, yang salah wartawan atau Al Mukarrom KH Hasyim Muzadi dalam memberikan wawancara. Terkesan oleh saya, seolah-olah ada suatu rekayasa untuk mengangkat seseorang dan menjatuhkan seseorang yang lain.
Pada kesempatan tersebut saya kemukakan kepada KH Abdul Rahman Wahid beberapa pertanyaan:
- Tentang Khomeini yang dipuji Gus Dur sebagai wali terbesar di dunia abad ini.
- NU dipandang oleh Gus Dur sebagai Syiah kultural.
- Gus Dur akan meng-indonesiakan Islam sebagaimana dimuat di Jawa Pos (Gegeran Gus Dur – Amien Rais dibukukan di London).
Dan sebelum ketiga pertanyaan itu saya sampaikan, saya bacakan terlebih dahulu tulisan Khomeini di dalam kitabnya Al hukumatul Islamiyyah (Pemerintahan Islam) halaman 52 yang berpasal: wilayah takwiniyah.
فإن للإمام مقاما محمودا ودرجة سامية وخلافة تكوينية تخضع لولايتها وسيطرتها جميع درات هذا الكون . وإن من ضروريات مذهبنا إن لأئمتنا مقاما لا يبغله ملك مقرب , ولا نبي مرسل
Artinya: Maka sesungguhnya Imam (Imam Ali bin Abi Tholib atau imam-imam lain dari 12 Imam itu) adalah memiliki kedudukan yang terpuji, tingkat yang luhur dan Khilafah “Kun Fayakun”/Jadilah kamu hai benda, maka jadilah benda itu, yang tunduk kepada wilayah dan kekuasaannya seluruh unsur alam ini. Dan termasuk kepastian madzhab kita (Syiah) bahwa Imam-Imam kita (yang dua belas) itu mempunyai kedudukan yang tidak bisa dicapai oleh seorang malaikat yang terdekat kepada Tuhan dan tidak pula oleh seorang nabi yang diutus.
Kemudian saya bacakan juga pidato radio oleh khomeini yang dimuat di dalam kitab (Limadza Kaffaro ‘Ulamaul Muslimin Al Khomeini/ Mengapa Ulama Islam mengkafirkan Khomeini? – halaman 14) yang diantaranya:
لقد جاء الأنبياء جميعا من أجل إرساء قواعد العدالة في العالم، لكنهم لم ينجحوا، حتي النبي محمد خاتم الأنبياء الذي جاء لإصلاح البشرية، وتنفيذ العدالة
Artinya: “Sungguh Nabi-Nabi seluruhnya itu telah datang untuk menegakkan pilar-pilar keadilan di dunia. Akan tetapi mereka tidak sukses, hingga pun Nabi Muhammad sendiri, pamungkas para nabi yang telah datang untuk memperbaiki kemanusiaan, melaksanakan keadilan dan mendidik manusia, itupun tidak sukses dalam hal tersebut. Yang akan menegakkan pilar-pilar keadilan di seluruh pelosok dunia, di semua jajaran kemanusiaan manusia dan akan meluruskan penyimpangan/ penyelewengan agama adalah Al Mahdi yang ditunggu”.
Naskah selengkapnya nya pidato khomeini sebagaimana dalam kitab tersebut adalah sebagai berikut:
“Maka Imam Mahdi yang diabadikan oleh Allah SWT sebagai simpanan untuk kemanusiaan itu, dialah yang akan bertindak menggelar keadilan di seluruh pelosok dunia dan akan sukses/ berhasil di dalam apa yang tidak berhasil dilaksanakan oleh para Nabi. Sesungguhnya sebab yang oleh karenanya Allah SWT memanjangkan usia Al Mahdi as, yaitu bahwasanya di antara semua manusia ini tidak seorangpun yang mampu melakukan amal (tugas) besar ini, hinggapun Nabi dan datuk-datuk Imam Mahdi as sendiri pun tidak sukses dalam melaksanakan apa yang mereka datang untuknya (tugas yang mereka emban).
Dan Khomeini berkata pula: “Andaikata Imam Mahdi as telah pulang ke sisi Allah (meninggal dunia) pastilah tidak ada di sana diantara manusia ini, seorang pun yang berhasil menegakkan keadilan dan melaksanakannya di dunia”.
Maka Imam Mahdi yang ditunggu itu, sungguh telah dikenalkan sebagai simpanan untuk misi seperti ini. Oleh karenanya hari raya kelahirannya -nyawa kita semoga jadi tebusannya- adalah hari raya kaum muslimin yang terbesar dan hari raya putra-putra kemanusiaan yang terbesar, karena dialah yang akan memenuhi dunia dengan keadilan dan sekali lagi keadilan. Oleh karena itu wajiblah kita katakan: “Sesungguhnya hari kelahiran Imam Mahdi as itu adalah hari raya terbesar bagi kemanusiaan seluruhnya”.
Pada saat munculnya nanti maka sesungguhnya dialah akan mengentas kemanusiaan ini dari keruntuhan, akan memberi petunjuk kepada semua orang ke jalan yang lurus dan akan memenuhi bumi dengan keadilan setelah bumi penuh dengan kecurangan. Sesungguhnya hari kelahiran Imam Mahdi adalah hari raya besar bagi kaum muslimin yang dipandang lebih besar dari hari raya kelahiran Nabi Muhammad dan oleh karena itu wajiblah kita menyiapkan diri untuk kedatangan Imam Mahdi itu.
Sesungguhnya saya (Khumaini) tidak dapat menamakan Imam Mahdi sebagai pemimpin karena dia lebih besar dan lebih tinggi dari hal itu. Dan tidak bisa menamakannya sebagai orang pertama karena tidak terdapat orang lain sesudahnya dan tidak pula ada orang nomor duanya. Oleh karena itu saya tidak bisa mensifatinya dengan kata-kata apapun selain “Al Mahdi yang ditunggu” dan dijanjikan yaitu yang diabadikan oleh Allah SWT sebagai simpanan untuk kemanusiaan.
Dan kita wajib mempersiapkan diri untuk melihatnya di saat kita mendapat taufik dan untuk melaksanakan misi ini. Dan kita harus mengangkat kepala mengutamakan seluruh aparat negara di negeri kita. Dan harus bercita-cita berharap meluasnya aparat tersebut di seluruh negara-negara di dunia agar negara-negara tersebut mempersiapkan dirinya untuk menyambut keluarnya Imam Mahdi as. Dan bersiap untuk mengunjunginya. (Baca kembali kitab: Mengapa ulama Islam mengkafirkan khumaini? hal 52).
Setelah saya bacakan semua ini barulah saya bacakan pertanyaan-pertanyaan:
1. Dengan alasan apa Al Mukarom KH Abdurrahman Wahid mengatakan Khumaini wali terbesar, sedang aqidahnya banyak mengandung kekufuran?
2. Mengapa NU dipandang sebagai Syiah kultural yang cukup membingungkan umat?
Kutipan Dialog Genggong
Gus Dur Dan Saya (HM. Basori Alwi)
Sebagaimana Dalam Kaset Yang Ada Pada Saya
Perkataan saya (HM Basori Alwi): Terima kasih banyak sebelumnya, hanya sampai sekarang ini timbul selalu muskilat di dalam hati saya. Saya pernah membaca tulisan; apa itu tulisan Gus Dur betul atau orang menulis seperti itu? Saya sendiri juga pernah mendengar pidato Kyai Abdurrahman Wahid di Bangil. Seperti keterangan Kyai Abdurrahman tadi, wali terbesar abad ini ada dua orang, Sayyid Alwi dan khumaini. Saya catat terus musykil dalam hati saya.
Sekarang ini sudah banyak kyai yang sudah masuk Syiah, dan sudah mengolok-olok bukan cuma sahabat, sampai mengolok-olok Imam Ghazali dst. Saya punya kaset kasetnya, di Probolinggo sini juga ada, yaitu alumni dari Sidogiri, kalau tidak salah ia anggota NU Kraksaan Probolinggo.
Masalah Syiah ini lepas dari Saudi dan bukan Saudi. Ini adalah masalah aqidah. Karena cintanya kepada Ahlissunah wal jamaah, karena takutnya Ahlissunah wal jamaah erosi, saya akhir-akhir ini berusaha mencari kitab Al Kafi sampai kitab-kitab Khomaini sendiri, termasuk yang saya bawa sekarang ini; Al Hukumatul Islamiyah yang dikarang sebelum revolusi Iran. Insya Allah Kyai Abdurrahman Wahid sudah membaca kitab ini. Kalau melihat isinya, dari sisi pembangkitan perjuangan memang bagus, tetapi setelah mengenai aqidah, di sini ada aqidah yang menurut kebanyakan ulama “minal kufriyayat” (termasuk kekufuran). Saya ingin membacakan salah satu isi kitab Al Hukumatul Islamiyah hal 52:
“Yang dimaksud Khilafah Takwiniyah ini adalah Khilafah untuk mengucapkan “Kun Fayakun” seperti Tuhan. (lihat terjemahannya pada halaman 5)
Ini adalah tulisan Khomeini. Lantas masih banyak lagi tentunya, tidak akan saya kemukakan semua. Ini antara lain yang dijadikan dasar di dalam Kitab yang dihimpun oleh Wajih Almadiniy yang berjudul
لماذا كفر علماء المسلمين الخميني؟
Salah satu alasan mengkufurkan Khomeini diantaranya tadi itu. Kedua, pidato Khomeini sendiri yang diucapkan: (sebagaimana ada di halaman 5)
Adapun yang mengeluarkan fatwa itu banyak, diantaranya; Ulama Rabithah Alam Islami, Departemen Wakaf dan Urusan Islam di kerajaan Maghribi (Maroko), Mufti Tunis dll.
لماذا كفر علماء المسلمين الخميني؟
Mengapa ulama kaum muslimin telah mengkafirkan Khomeini?
Jawabnya:
أولا : زعمه أن أئمة الشيعة أفضل من جميع الرسل والملائكة
Artinya: Pertama, dugaan Khomeini bahwa imam-imam Syiah adalah lebih utama dari seluruh utusan Allah dan Malaikat.
(lihat ucapan Khomeini diatas, pasal Al Wilayatul Takwiniyah)
Terus diantaranya lagi, pidato Khomeini:
(Sebagaimana tadi di halaman 5-6)
Jadi inilah di antara beberapa alasan para ulama dalam mengkufurkan Khomeini. Insya Allah para ulama itu mengkafirkan orang tidak gampang. Masih banyak lagi hujjah-hujjah yang diambil dari kitab-kitab Syiah sendiri. Saya juga membawa kitab Khomeini sendiri yang namanya Kasyful Asror yang mengolok sahabat, mengolok Sayyidina Umar, mengolok Siti Aisyah dan lain-lainnya.
Lantas saya tidak habis piker. Jadi apakah itu diplomasi atau memang tidak tahu, Gus Dur kok mengatakan Khomeini ini adalah wali terbesar di zaman ini.
Waktu saya ceramah mengenai soal ini, diedarkan oleh orang suatu edaran. Penulisnya katanya Gus Dur. Kalau ini bukan dari Gusdur, saya minta harus dibantah. Begini isinya: Bahwa Syiah itu adalah merupakan kecintaan kepada Rasulullah dan ahli bait. Sedangkan NU itu adalah gudangnya cinta kepada ahli bait. Jadi secara berkelakar, NU itu sesungguhnya Syiah kultural. Ini adalah yang dikatakan Gus Dur dalam edaran tadi. Pendapat Gusdur itu apa landasannya?
Saya ingin menyampaikan, bagaimana sebenarnya pandangan Gus Dur mengenai Syiah, terutama Syiah Itsna Asyariyah Jabariyah yang sekarang menguasai Iran dan Irak, dan yang sekarang telah berhasil mendirikan suatu negara yang dinamakan Negara Islam, walaupun kalau dilihat dari UUD adalah negara Syiah.
Tadi saya mendengarkan tentang Said Aqil yang menganjurkan agar supaya meralat, merombak Qanun Asasi Hadrotus Syekh yang disebutkan di dalamnya larangan orang ikut Syiah.
Lantas terakhir, apakah tidak seharusnya untuk melindungi aqidah ahlissunnah wal jamaah itu kedalam saja, bahwa PBNU, tentu dalam hal ini Suriah, kita mohon lewat KH.Abdurrahman Wahid, yaitu setelah mempelajari masalah ini, mengatakan ke bawah (seluruh anggota NU) bahwa Syiah yang sekarang berkembang di Indonesia ini, harap paling tidak dikatakan: Sudah tidak sejalan dengan Islam, atau keluar dari Islam, atau tidak bisa dianut oleh siapapun dari lingkungan warga NU misalnya.
Saya juga ingin tahu sebenarnya aqidah Gus Dur sendiri tentang syiah itu bagaimana?. Terima kasih.
Gus Dur : Lha… ini Kyai yang ngomong kan urut.
Jadi begini Kyai, marilah kita tabayun kitab itu sebab, kitab itu semua tidak dicetak oleh mereka. Jadi mereka mengatakan bukan ini Khomeini. Ini cetakan orang luar.
Kita boleh ribut tentang masalah ini. Tetapi ada satu hal, saya tidak pernah “sabbus sohabat”, tidak akan mungkin. Bahkan saya sekarang ini mencari Sholawat Uhud, karena diperintahkan oleh ba’dul khowwash: kejobo Sholawat Badar, sing akeh-akeh Sholawat Uhud kepada Syuhada sahabat fil Uhud wal Mu’tah wal Yamamah. Padahal Yamamah itu sudah bukan zamannya Sayyidir Rasul, zamannya Sayyidina Abu Bakar. Itu masih termasuk harus didoakan sehari-hari.
Jadi pandangan saya mengenai soal ini memang ada perbedaan jelas antara kita dengan Syiah. Sebab Syi`ah menerima sahabat itu tidak semua. Itu salah mereka. Lalu yang kedua, bahwa mereka menganggap Imamah itu begitu penting (Saya/H.M. Basori Alwi menimpali: Rukun Imam Syiah). Itu beda dengan kita.
Saya terangkan sebetulnya Syiah itu aqidahnya malah-malih, karena menurut penelitian dari guru saya Dr. Rusman Abdul Hamid: min maqtali Sayyidina Ali atau min tholabi as sa’idy fii khilafatin lahu”, dari permintaan semua orang supaya ia dijadikan khalifah sampai kurun Imam Ghazali pada abad ke-5 Hijriyah -berarti 5 abad- akidah Syiah itu adalah aqidah sunny plus imamah. Jadi bedanya kita dengan mereka di Imamah.
Puncaknya adalah Ibnul Baba Al Qummi. Ibnul Baba Al Qummy mempunyai murid Syeikhul Mufid. Syeikhul Mufid setelah belajar dari Syiah belajar kepada falasifatul Mu’tazilah. Nah dengan belajar kepada falasifatul Mu’tazilah di zaman as shahib Ibnu Ibad sebagai wazir orang Syiah, maka dia lalu terpengaruh oleh mu`tazilah. Akhirnya mabda’ mu`tazilah yang 5… al mabadiul ;amah aal khamsah: yaitu at tauhid, an nubuwwah, al ‘adalah/al ‘adl dan al maad diambil oper oleh Syiah. Lalu mabda’ yang satu yaitu manzilatun bainal manzilatain diganti oleh mereka dengan Imamah. Jadi saya katakan aqidah Syiah sekarang ini adalah Mu’tazilah plus. Lha kalau ahlisunnah wal jamaah sendiri “tukaran” sama Mu’tazilah, bagaimana mungkin kita menerima aqidah Syiah.
Itulah Kyai…. Tapi itu kan akidah. Akidah mereka begitu aqidah kita begini.
Yang sama dari kita hidup perjuangan menegakkan syiar Islam. Menentang macam-macam itu. Apalagi di abad sekarang, menentang penjajahan dan liberalisme. Itu yang saya pegang positif dari Syiah. Dengan kata lain, kita yang berbeda boleh berbeda, yang sama mari kita gunakan. Nyatanya memang banyak persamaannya juga sih, kalau sudah menyangkut masalah akhlak, sudah menyangkut pembangunan masyarakat yang adil dan makmur. Oleh karena itulah, Pak Harto juga kesana, Habibie juga kesana, semuanya ke sana. Jadi ada yang sama dengan kita, ada yang lain. Tetapi semua kita adalah “fi sufufil Muslimin”.
Oleh karena itu, saya menerima usulan Kyai Bashori tadi, mengatakan bahwa “hum khorijuuna ‘anil Islam”… Lah ini kan mencerai-beraikan kita sendiri kiai, itu kalau saya malah begini: kalau dikatakan bahwa aqidah mereka tidak sama dan kita tidak usah ikut dengan mereka saya setuju. itu bisa.
Mohon kepada Bapak-bapak Kyai semua… kirim surat sebanyak-banyaknya kepada PBB, sehingga saya di PBB bisa mengusulkan. Ini jelas usulnya dari mana. Dari para ulama. Ya tapi jangan kita itu “ikhrojun nas”, karena masalahnya masih tadi itu. Artinya itu yang benar mana sih. Katanya orang. itu bukan tulisan Khomeini, kata Saudi dan teman-temannya Inilah Khomeini. Kita harus “ta’yin” dulu sebelum kita ikut-ikutan mengambil keputusan.
Mengapa saya katakan bahwa NU itu syiah kultural, itu untuk membedakan bahwa Syiatu ma qobla Sayikhil Mufid itu hanya sekedar kultur dan politik saja. Mereka membela Sayyidina Ali dan mereka berkultur kepada ahlirrasul dan ahlil bait. Nah kita banyak mengambil dari mereka, kalau kita pujian li khomsatun… khomsatun yang disebut itu adalah 5 orang ya 5 orang itu ahlul bait.
Kyai Badri: Tapi ditandingi Kyai…
Gus Dur: Nanti dulu…, nanti dulu….. lima orang ini menurut mereka -Syiah yang resmi- ahli bait Itu yang lima ini Kyai. Ahli bait itu 5 ini.
Jadi dengan kata lain dalam soal ini, Syiah tsaqofiyah, Syiah budaya, justru kita mempererat dengan mereka supaya mereka nanti ikut kita dalam aqidah. Jadikan begini ada orang yang sama tsaqofah nya beda aqidahnya. Bagaimana cara merangkul mereka dengan tsaqofah. Ya inilah Kyai… yang Kyai katakan apa ini diplomasi. Salah apa tidak. Itu maksudnya.
Keluarga kita yang ikut-ikutan tidak mengerti urusannya. kalau kita terangkan dengan sebaik-baiknya kepada mereka, itu akan merontok dengan sendirinya. Jadi tidak perlu kita keras terhadap mereka, kekerasan itu hanya membuahkan kekerasan juga. Tetapi kalau mengenai ketegasan sikap, harus tegas. Min nihayati aqidah itu tidak bisa ditawar. Aqidah Syiah yang sekarang, Ma ba’da Ibnul Baba al Qummy itu jelas berbeda. Kalau perlu bertentangan dengan aqidah Ahlussunnah wal jamaah.
Jadi saya setuju dalam hal ini kita membuat semacam seruan. Kalau itu sudah dianggap bahaya. Tetapi saya nuwun sewu Kyai Badri dan Kyai Bashori, saya sendiri menganggap itu belum ada bahayanya. Satu dua orang yang begitu. Tetapi ya… di tiap zaman selalu ada begitu. Tidak terlalu banyak. Seluruh Indonesia ini tidak ada dua ribu orang kok Syiah itu. Lha wong satu bangsa 190 juta, 2.000 itu tidak ada artinya apa-apa. Saya ini tukang ngramut anak-anak Syiah yang di UI. Sekarang alon-alon pretel siji-siji… sudah balik karena diramut. Kalau dibiarkan ya itu tadi.
Perkataan saya (H.M. Basori Alwi): Ya itu salah satu pikiran, tapi apa salahnya… seperti halnya dulu ulama-ulama kita bangkit dengan segala argumentasinya terhadap lawan ideologinya.
Terus maaf kan… ini kitab Al hukumatul Islamiyah. Ya Ini aslinya. Dari sana ya Ini. Kasyful Asror, juga al Kafi, itu memang aslinya.
Di sana (Al Kahfi) disebutkan Alquran yang tambahan-tambahan itu, yang muharrof (dirubah) itu. Memang Quran yang di Iran dan di mana-mana itu tetap sama. Tetapi di dalam hadits-hadits Syiah yang dimuat di kitab Al Kafi, dikatakan memang Quran itu sudah banyak yang muharrof. Suatu contoh disebutkan di sana misalnya:
وإن كنتم في ريب مما نزلنا على عبدنا فأتوا بسورة من مثله
mestinya kata mereka: mimma nazzalna ‘ala ‘abdina fi ‘aliyyin fa’tu bi surotin
Dikatakan pula bahwa Alquran yang sebenarnya itu tidak 6.000 sekian ayat, tetapi 17.000 ayat. Lha dari sini ini lho masalahnya. Orang yang sudah mengatakan bahwa Alquran itu muharrof (berubah) apakah masih dipandang sebagai orang Islam? lantas kalau kita katakan Islam, Islam tetapi Islam murtad kan?
Sekarang kalau kita mengaji sulam -selama kita masih berpegang sulam – wa minar riddah itu contohnya:
Inkaaru shuhbati Sayyidina Abu Bakar As Siddiq
Dan syarahnya: wa Umar Utsman dan lain-lain. itu yang dipertanyakan. Lah sekarang itu (sahabat-sahabat tadi) “diantemi” (diolok/dimurtadkan). Apalagi di buku-buku propaganda-propaganda Syiah itu, buku-buku yang dicetak oleh Al Mizan di Bandung disebarluaskan ke mana-mana. Sekarang di Sidogiri saja banyak kitab-kitab itu yang masuk. Sampai Sidogiri itu pernah bisa menerima tamu Syiah.
Sementara itu… Insya Allah kalau Gus Dur sendiri ya bisa menjalankan cara-cara semacam itu (yang seperti di Jakarta). Itu mungkin bisa. Tetapi di kalangan bawah. Apa nanti kita tidak tergusur. Itu lah maksud saya supaya NU itu memberikan penjelasan. Lebih baik menjaga daripada berobat sesudah sakit kan? (Kyai Badri: Preventif).
Jadi sebaiknya sekarang ini, paling tidak NU membuat pernyataan. Pernyataan ini -mohon maaf- nanti agar supaya bisa menampung hujjah-hujjah para ulama dari mana-mana. Apabila memang betul-betul sudah di luar Islam. Ya dinyatakan ke dalam saja tidak usah keluar bahwa Khomeini dengan ucapan-ucapannya itu telah keluar dari akidah Islam. Lah kalau sudah begitu kan otomatis di bawah ini mudah. Jadi tidak sulit. Sebab mereka itu tidak tahu Syiah. kadang-kadang cuma tahu Khomeini saja. Jadi dimana-mana pokok modelnya asal Khomeini. karena mereka terpengaruh oleh revolusinya itu.
Kyai Badri: saya menambah…. yang mondok di Qum di Iran lalu di Syria yang sudah dapat beasiswa dari Syiah juga puluhan mereka kalau sudah pulang ke Indonesia prakteknya nulis Abu Bakar as-siddiq Aisyah diinjak dengan Kakinya ini yang kurang ajar.
(Rekaman terputus sampai sini, rekaman yang lain belum sampai ke tangan saya)
(LEWAT BUKU “DIALOG GENGGONG”, ANTARA KH. BASORI ALWI & GUS DUR)