Pada zaman masa pemerintahan sultan Iskandar Tsani. Aceh dan semenanjung Tanah Melayu telah melalui suatu zaman yang berbeda dari yang pernah dialami sejak Sultan Iskandar Muda berkuasa. Khususnya, kerajaan Aceh yang dipimpin oleh Iskandar Tsani tidak lagi mengikuti system pemerintahan pada waktu Sultan Iskandar Muda memerintah. Sebagai seorang pemimpin Sultan Iskandar Tsani menumpukkan perhatiannya ke arah pembangunan masyarakat dan mengembangkan pendidikan islam.Usahanya untuk menyebarkan ajaran islam tidak saja terbatas di daerah-daerah yang berdekatan dengan Aceh besar malah baginda juga mengirimkan surat dan dua buah kitab yaitu “Surat al-Mustaqin” dan “Babun Nikah”, karangan Syaikh Nuruddin ar-Raniry, seorang ulama besar Aceh abad ke 17 M, kepada sultan kedah, ketika mengetahui bahwa islam telah berkembang dengan pesatnya disana.
Politik Sultan Iskandar Thani yang lebih lunak itu dengan menyebabkan kerajaan Aceh yang berkaitan dengan semenanjung tanah melayu kian terjepit.Misalnya, Pahang, yang setuju berdamai dengan Aceh karena sultannya itu adalah berasal dari keturunan raja-raja Pahang, telah dicerobohi oleh tetangganya.
Peristiwa ini, sebenarnya telah bermula sejak awal 1636. Pada waktu itu atas persetujuan para pembesar Pahang Iskandar Thani telah mengikatkan perdamaian dengan negeri itu dan menerimanya sebagai wilayah naungan Aceh. Kejadian ini membangkitkan kemarahan Johor, lebih-lebih lagi karena ia pernah menguasai negeri Pahang pada masa dahulu. Dengan alasan tersebut,pada tahun 1638, dengan bantuan sekutunya V.O.C.yang berpusat di Batavia, jawa, kerajaan Johor secara mengejutkan menyerang negeri Pahang.Pada saat terjadi kekacauan di Pahang, Iskandar Thani telah mengirimkan satu rombongan dari Aceh untuk memasangkan beberapa buah batu nisan di pekuburan kerabatnya di Pahang.
Meskipun demikian, Sultan Iskandar Thani tidak ikut campur tangan untuk mengamankan suasana di Pahang. Selanjutnya juga tidak terdapat bukti yang menunjukan bahwa Sultan Iskandar Thani pernah membantah terhadap serangan Johor tersebut dengan memberi teguran kepada Sultan Johor secara pribadi. Sebaliknya, Sultan Isakndar Thani hanya menghantarkan satu teguran keras kepada penguasa V.O.C. dan menarik kembali persetujuannya untuk menolong pihak belanda menyerang kota Malaka. Sikapnya yang kurang tegas terjadi karena tidak mampu lagi untuk melibatkan dirinya dalam satu peperangan yang basar, dan memandang bahwa armadanya telah lemah.
Sikap Sultan Iskandar Thani telah membuat belanda semakin berani dan melakukan kerja sama dengan Johor untuk menggepur Malaka pada Juni 1640. Walaupun kedudukan mereka sungguh mencemaskan, namun para pejuang Portugis terus memberi tantangan yang hebat terhadap tentara sekutu itu. Dalam keadaan yang demikian, Malaka jatuh juga akhirnya pada bulan Januari 1641, peristiwa yang penting itu berlalu tanpa mendapat tantangan ataupun reaksi dari kerajaan Aceh.
Pada 15 Februari 1641 lebih kurang sebulan sesudah tamatnya kekuasaan Portugis di Malaka. Sultan Iskandar Thani pun mangkat.Sejak itu, nasib kerajaan Aceh dan rakyatnya langsung berubah, khususnya, pemerintahan Aceh tidak lagi merupakan satu kuasa yang benar-benar disegani, melainkan daerah inti dan daerah pokok.Pemerintahan para Ratu yang berjalan 59 tahun bermula dari istri Sultan Iskandar Thani yang bergelar Sultanah Tajul Alam Safiatuddin Syah ( 1641-1675 ), mengakibatkan kekuasaan Aceh kian menurun dalam aspek-aspek politik, ekonomi,dan militer,tetapi masih berkembang dan meningkat dalam ilmu pengetahuan, kebudayaan dan seni budaya.
Sultan Iskandar Thani Alauddin Mughayat Syah Ibni Sultan Ahmad Shah II atau nama sebenarnya Raja Husein adalah Sultan Aceh ke-13. Baginda merupakan anak kandung Sultan Pahang, Sultan hmad Shah II. Pada tahun 1617, Kesultanan Aceh dibawah Sultan Iskandar Muda telah menyerang Pahang di mana Sultan Ahmad bersama anggota keluarganya memerintah seperti Raja Husein (Iskandar Thani), Puteri Kamaliah (Putrie Phang) yang kemudian menjadi istri Sultan Iskandar Muda, dan Bendaharanya Tun Muhammad, lebih akrab dengan nama samarannya “Tun Sri Lanang”. Dengan ini, berakhirlah era pemerintahan Kesultanan Pahang yang berasal daripada zuriat Sultan Malaka secara langsung. Dibawa ke Aceh, beliau dikawinkan dengan puteri Sultan Iskandar Muda, yang kemudian bernama Sri Ratu Safiatuddin Taj ul-Alam. Selepas Sultan Iskandar Muda mangkat pada 1637, Raja Husein menggantikan Sultan Iskandar Muda sebagai Sultan Kerajaan Islam Aceh Darussalam.