Fatwapedia.com – Dalam dunia Sufi, sosok Khidhr ‘Alaihissalam adalah sosok manusia yang sangat ajaib. Dia hidup kekal nan abadi, memiliki ilmu syari’at dan ilmu laduni, beridentitas wali bukan Nabi. Yang paling unik dari klaim mereka adalah Khidhr ‘Alaihissalam dapat bertemu dengan para wali untuk mengajarkan ilmu-ilmu hakikat dan mengikat perjanjian dengan para penganut setia Sufi. Oleh karenanya tak aneh bila kita mendapati dongeng-dongeng para tokoh Sufi seperti Ibnu A’robi dan asy-Sya’roni yang bercerita bahwa mereka bertemu dengan Khidhr ‘Alaihissalam.
Walhasil, sosok Khidhr ‘Alaihissalam seakan menjadi sebuah khurofat mirip seperti cerita Superman yang dapat terbang ke setiap tempat dan bertemu dengan para handai taulan di setiap negara, lalu mengajarkan berbagai bentuk ibadah dan dzikir-dzikir! Setelah itu, maka jangan tanya lagi tentang kebid’ahan dan kerusakan yang disebabkan keyakinan nyeleneh tersebut.
Bila kita telusuri lebih lanjut akar permasalahan kebobrokan kaum Shufi dalam masalah ini, niscaya akan kita dapati bahwa sumbernya adalah keyakinan bahwa Khidhr hanyalah wali dan dia masih hidup abadi. Dua keyakinan ini telah mampu menjerumuskan manusia kepada bencana, prasangka dusta dan kerancuan yang tidak dapat diterima akal dan agama. Seperti anggapan mereka bahwa wali lebih utama daripada Nabi, dan klaim bahwa si fulan telah bertemu dengan Khidhr ‘Alaihissalam dan mendapat ajaran ini dan itu, adanya ilmu laduni, ilmu dhohir dan batin, dan lain sebagainya.
Nah, pada kesempatan kali ini kita akan membahas hadits-hadits yang menjelaskan bahwa Khidhr masih hidup, apakah hadits-hadits tersebut shohih dalam penelitian ilmu hadits dan ahli hadits. Semoga bermanfaat.
Redaksi Hadits
Banyak hadits yang disandarkan kepada Nabi mengenai cerita bahwa Khidhr ‘Alaihissalam masih hidup dan melakukan pertemuan dengan Nabi Yasa’, Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dan para sahabat Radhiallahu’anhum, Umar bin Abdul Aziz Rahimahullahu Ta’ala dan sebagainya. Berikut salah satu contohnya:
عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ قَالَ : قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه وسلم : إِنَّ الْخَضِرَ فِي الْبَحْرِ وَالْيَسَعَ فِي الْبَرِّ ، يَجْتَمِعَانِ كُلَّ لَيْلَةٍ عِنْدَ الرَّدْمِ الَّذِيْ بَنَاهُ ذُوْ القَرْنَيْنِ بَيْنَ النَّاسِ وَبَيْنَ يَأْجُوْجَ وَمَأْجُوْجَ ، وَيَحُجَّانِ أَوْ يَجْتَمِعَانِ كُلَّ عَامٍ ، وَيَشْرَبَانِ مِنْ زَمْزَمَ شُرْبَةً تَكْفِيْهِمَا إِلَى قَابِلٍ
Dari Anas bin Malik berkata: “Rosululloh bersabda: ‘Sesungguhnya Khidhr di lautan dan Yasa’ di daratan, keduanya bertemu setiap malam di benteng yang dibangun oleh Dzul Qornain untuk menghalangi manusia dari Ya’juj dan Ma’juj. Keduanya menunaikan haji atau bertemu setiap tahun, dan keduanya minum air Zam-zam yang mencukupi untuk tahun berikutnya. Hadits Maudhu’. Diriwayatkan oleh Harits bin Abu Usamah dalam Musnadnya 2/866/no. 526 dari jalur Abdurrrohim bin Waqid, dari Qasim bin Bahron, dari Abaan dari Anas bin Malik.
Al-Bushiri Rahimahullahu Ta’ala berkata dalam Ittihaf Khiyaroh al-Maharoh 9/187: “Sanad ini lemah karena sebagian perowinya tak dikenal.”
Ibnu Hajar Rahimahullahu Ta’ala berkata dalam al-Matholib al-’Aliyah 3/278: “Lemah sekali.” Dalam al-Ishobah 2/432 dan az-Zahru Nadhir hlm. 107, beliau menjelaskan sebabnya: “Abdurrohim dan Abaan adalah dua rowi yang ditinggalkan haditsnya.” Demikian juga dikatakan oleh as-Suyuthi dalam Jam’ul Jawami’ 1/194, dan as-Suyuthi juga berkata dalam ad-Durr al-Mantsur 4/240: “Dikeluarkan oleh Harits dengan sanad yang lemah sekali dari Anas.”
As-Sakhowi Rahimahullahu Ta’ala berkata dalam al-Maqoshidul Hasanah hlm. 21: “Termasuk hadits yang lemah sekali tentang Khidhr adalah hadits yang diriwayatkan Harits dalam Musnadnya dari Anas dari Nabi. Ditambah lagi, dalam sanadnya juga terdapat Qosim bin Bahron, dia adalah seorang pendusta.”
Dan perlu ditegaskan bahwa semua hadits yang menjelaskan tentang kehidupan Nabi Khidhr semuanya adalah tidak shohih sebagaimana ditandaskan oleh para ulama ahli hadits. Oleh karenanya, Syaikh al-Albani Rahimahullahu Ta’ala berkomentar tentang hadits ini: “Hadits ini palsu, sama halnya seperti semua hadits-hadits yang menjelaskan hidupnya Khidhr sebagaimana ditegaskan oleh para ulama peneliti seperti Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah.”
Berikut komentar sebagian ahli hadits lainnya lagi:
- Al-Hafizh Ibnul Munadi Rahimahullahu Ta’ala berkata: “Telah diriwayatkan dari ahli kitab bahwa Khidhr minum air kehidupan namun ucapan mereka tidak dapat dipercaya, lalu katanya: ‘Seluruh riwayat tentang Khidhr adalah lemah.’”
- Al-Hafizh Ibnul Qoyyim berkata: “Seluruh hadits yang menyebutkan bahwa Khidhr masih hidup dan bertemu dengan Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, semuanya tidak ada yang shohih satu hadits pun.” Di tempat lain beliau berkata: “Telah datang beberapa hadits tentang hidupnya Khidhr, namun tak satu pun hadits tersebut shohih, seandainya bukan karena khawatir terlalu panjang niscaya kami akan memaparkannya dan menjelaskan keadaan para perowinya.”
- Al-Hafizh Ibnu Katsir Rahimahullahu Ta’ala berkata setelah menyebutkan riwayat dan cerita tentang hidupnya Khidhr: “Semua hadits ini lemah sekali, tidak bisa dijadikan sandaran dalam agama, demikian juga cerita-cerita, tidak luput dari kelemahan dalam sanadnya.” Lanjutnya: “Dalam kitabnya ‘Ujalah Muntadhar fi Syarhi Halil Khidhr”, Abul Faroj Ibnul Jauzi telah mengupas hadits-hadits ini dan menjelaskan bahwa seluruhnya adalah maudhu’ (palsu), demikian juga beliau menjelaskan kelemahan sanad atsar-atsar sahabat dan tabi’in secara bagus sekali”.
- Al-Hafizh al-Iroqi berkata: “Tidak ada yang shohih satu hadits pun tentang penetapan atau tidaknya pertemuan Khidhr dengan Nabi, demikian juga tentang hidup atau matinya.”
- Al-Hafizh az-Zabidi berkata: “Menurut ahli hadits, tidak ada satu pun hadits yang shohih tentang pertemuan atau tidaknya Khidhr.”
- Al-Hafizh as-Sakhowi setelah membawakan beberapa hadits lemah tentang hal ini, beliau berkata: “Demikian pula hadits-hadits lainnya semuanya adalah lemah, baik yang marfu’ (sampai kepada Nabi) atau tidak. Syaikhuna (Ibnu Hajar) memaparkannya secara panjang dalam al-Ishobah, bahkan tak satu pun hadits shohih mengenainya.”
Khidhr Masih Hidup atau Sudah Wafat?!
Pembahasan tentang Khidhr cukup melebar, telah dibahas oleh para ulama secara detail dan luas[16], hanya saja di sini kami akan menfokuskan tentang masalah apakah Khidhr masih hidup atau sudah meninggal dunia?!
Perlu diketahui bahwa masalah ini menjadi polemik panjang di kalangan ulama. Berikut perinciannya:
Pendapat Pertama: Khidhr Masih Hidup
Pendapat ini dikuatkan oleh Ibnus Sholah dalam Fatawa-nya hlm. 28, an-Nawawi dalam Syarh Muslim 18/275, al-Qurthubi dalam Tafsirnya 11/41, as-Suyuthi dalam Fatawa-nya 2/139, Mula al-Qori dalam al-Hadzar fii Amril Khidzr dan lain sebagainya. Adapun dalil-dalil mereka sebagai berikut:
Adanya beberapa hadits tentang kekalnya Khidhr.
Adanya sebagian sahabat yang melihatnya seperti Ali bin Abi Tholib Radhiallahu’anhu dan Umar bin Khoththob Radhiallahu’anhu.
Kisah-kisah yang sangat banyak sekali bahwa ada beberapa orang sholih yang bertemu dengan Khidhr.
Adapun sebab kekalnya Khidhr adalah karena beliau minum dari air kehidupan. Ceritanya, tatkala Dzul Qornain mencari air kehidupan, ternyata Khidhr lebih dahulu darinya, dia minum air kehidupan dan mandi di mata air tersebut kemudian sholat, adapun Dzul Qornain, dia tersesat jalan.
Pendapat Kedua: Khidhr Sudah Wafat
Pendapat ini dikuatkan oleh Ibrohim al-Harbi, Bukhori, Ibnul Jauzi sebagaimana dalam al-Manar al-Munif hlm. 67-68, Ibnu Taimiyyah dalam Majmu’ Fatawa 27/100, Ibnul Qoyyim dalam Fawaid Haditsiyyah hlm. 81, Ibnu Katsir dalam Tafsirnya5/184, as-Syinqithi dalam Adhwaul Bayan 4/164 dan lain sebagainya.
Adapun dalil mereka sebagai berikut:
Firman Alloh:
Kami tidak menjadikan hidup abadi bagi seorang manusia pun sebelum kamu (Muhammad), maka jikalau kamu mati, apakah mereka akan kekal? (QS. al-Anbiya’ [21]: 34)
Kata basyr (manusia) adalah umum, mencakup Khidhr ‘Alaihissalam, karena tidak ada dalil yang shohih untuk mengecualikannya dari keumuman.
Sabda Nabi:
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنَ عُمَرَ أَنَّ النَّبِىَّ – صلى الله عليه وسلم -قَالَ « أَرَأَيْتَكُمْ لَيْلَتَكُمْ هَذِهِ ، فَإِنَّ رَأْسَ مِائَةِ سَنَةٍ مِنْهَا لاَ يَبْقَى مِمَّنْ هُوَ عَلَى ظَهْرِ الأَرْضِ أَحَدٌ
Dari Ibnu Umar berkata: “Tahukah kalian tentang malam ini, tidak ada yang tinggal di bumi ini seorang pun sekarang yang telah melewati seratus tahun. (HR. Bukhori 116 dan Muslim 2537)
Keumuman hadits ini mencakup Khidhr juga karena tidak ada yang mengecualikannya.
Seandainya Khidhr masih hidup, tentu akan dijelaskan secara gamblang dalam al-Qur’an dan hadits yang shohih.
Seandainya beliau masih hidup, bagaimana dia meninggalkan jihad dan tetap tinggal di goa dan tepi pantai?!
Kalau kita menguatkan pendapat yang kuat bahwa Khidhr adalah Nabi[18], maka seandainya dia masih hidup dan menjumpai Nabi, tentunya kewajiban dia adalah beriman dengan ajaran Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam.
Pendapat yang kuat adalah pendapat yang kedua karena argumen-argumen yang mereka bawakan begitu kuat. Adapun pendapat pertama adalah lemah karena dibangun di atas hadits-hadits lemah dan kisah-kisah yang tidak bisa dibuktikan keotentikannya sebagaimana telah kami jelaskan di muka.
Saudaraku, agungkanlah kebenaran dalam hatimu dan jangan pertahankan kesalahan, seperti ucapan salah seorang mereka: “Seandainya seribu orang berilmu berpendapat matinya Khidhr mendebatku, saya tetap tidak akan mengikuti pendapat mereka.”[19] Atau ucapan sebagian mereka: “Barangsiapa yang mengatakan Khidhr telah meninggal maka saya akan marah padanya.”
Lalu bertemu dengan Siapa?!
Setelah kita mengetahui bahwa pendapat yang benar adalah Nabi Khidhr ‘Alaihissalam telah meninggal, lantas bagaimana menjawab akan cerita orang-orang yang mengaku bertemu dengannya?!
Pertama: Koreksi terlebih dahulu kebenaran cerita tersebut, karena sebagian cerita tersebut adalah dusta dan sebagian lagi dibangun di atas prasangka belaka.
Kedua: Anggaplah bahwa cerita tersebut benar, tetapi dari mana dia tahu bahwa orang tersebut adalah Khidhr?! Bukankah tidak menutup kemungkinan bahwa orang tersebut adalah Setan yang ingin menyesatkan manusia?!
Ketiga: Anggaplah bahwa memang mereka benar-benar bertemu Khidhr, lantas apakah berarti ada ajaran-ajaran baru lagi yang diajarkan olehnya?! Bukankah Syari’at Islam ini telah sempurna?! Bukankah ini sumber kebid’ahan dan kesesatan sehingga agama ini menjadi bahan permainan?! Renungkanlah!!
Kita berdo’a kepada Alloh agar menetapkan kita di atas jalan-Nya yang lurus. Amin.
Abu Ubaidah Yusuf bin Mukhtar as-Sidawi