Fikroh.com – Dalam mengusap kepala ini, para ulama sepakat itu adalah RUKUN atau KEWAJIBAN dalam wudhu bersama membasuh wajah, tangan sampai siku, dan membasuh kaki sampai mata kaki, tanpanya wudhu tersebut batal. (Al Mausu’ah, 43/332-351, Fiqhus Sunnah, 1/42)
Hanya saja mereka berbeda pendapat dalam kadarnya. Apakah sebagian saja sudah cukup, ataukah wajib seluruh bagian kepala. Ayat di atas memang tidak merinci, hanya memerintahkan:… wamsahuu bi ru’uusikum yang artinya dan sapulah kepalamu. Kata “bi” dalam ayat ini ada yang mengartikan keseluruhan bagian kepala, ada juga yang mengartikan sebagian.
Allah Ta’ala berfirman:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا قُمْتُمْ إِلَى الصَّلَاةِ فَاغْسِلُوا وُجُوهَكُمْ وَأَيْدِيَكُمْ إِلَى الْمَرَافِقِ وَامْسَحُوا بِرُءُوسِكُمْ وَأَرْجُلَكُمْ إِلَى الْكَعْبَيْنِ …
“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat, Maka basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah kepalamu dan (basuh) kakimu sampai dengan kedua mata kaki…” (QS. Al Maidah: 6)
Berikut ini penjelasan tiga cara mengusap kepala yang diperbolehkan menurut ulama fiqh (fuqaha)
1. Membasuh seluruh kepala
Pendapat ini didukung oleh Ahli Bait, Imam Malik, Al Muzani, Al Juba’i, Ibnu ‘Ulayah, dan salah satu riwayat dari Imam Ahmad. (Nailul Authar, 1/196-197), bagi mereka jika tidak seluruhnya maka tidak sah wudhunya. Seperti ayat: walyathawaffuu bil baitil ‘atiiq – dan hendaknya mereka melakukan thawaf terhadap rumah tua tersebut (ka’bah). Ayat ini menggunakan “bi” dan menunjukkan bahwa thawaf itu adalah pada keseluruhan ka’bah, bukan sebagiannya saja.
Berikut ini adalah penjelasan Imam Ibnu Abdil Bar Rahimahullah:
فَقَالَ مَالِكٌ الْفَرْضُ مَسْحُ جَمِيعِ الرَّأْسِ فَإِنْ تَرَكَ شَيْئًا مِنْهُ كَانَ كَمَنْ تَرَكَ غَسْلَ شَيْءٍ مِنْ وَجْهِهِ هَذَا هُوَ الْمَعْرُوفُ مِنْ مذهب مالك. وهو مذهب بن علية قال بن عُلَيَّةَ قَدْ أَمَرَ اللَّهُ تَعَالَى بِمَسْحِ الرَّأْسِ فِي الْوُضُوءِ كَمَا أَمَرَ بِمَسْحِ الْوَجْهِ فِي التَّيَمُّمِ وَأَمَرَ بِغَسْلِهِ فِي الْوُضُوءِ. وَقَدْ أَجْمَعُوا أَنَّهُ لَا يَجُوزُ غَسْلُ بَعْضِ الْوَجْهِ فِي الْوُضُوءِ وَلَا مَسْحُ بَعْضِهِ فِي التَّيَمُّمِ. وَقَدْ أَجْمَعُوا عَلَى أَنَّ الرَّأْسَ يُمْسَحُ كُلُّهُ وَلَمْ يَقُلْ أَحَدٌ إِنَّ مَسْحَ بَعْضِهِ سُنَّةٌ وَبَعْضِهِ فَرِيضَةٌ فَدَلَّ عَلَى أَنَّ مَسْحَهُ كُلَّهُ فَرِيضَةٌ. وَاحْتَجَّ إِسْمَاعِيلُ وَغَيْرُهُ مِنْ أَصْحَابِنَا عَلَى وُجُوبِ الْعُمُومِ فِي مَسْحِ الرَّأْسِ بِقَوْلِهِ تَعَالَى (وَلْيَطَّوَّفُوا بِالْبَيْتِ الْعَتِيقِ) الْحَجِّ 29 وَقَدْ أَجْمَعُوا أَنَّهُ لَا يَجُوزُ الطَّوَافُ بِبَعْضِهِ فَكَذَلِكَ مَسْحُ الرَّأْسِ. وَالْمَعْنَى في قوله (وامسحوا برؤوسكم) أَيْ امْسَحُوا رُؤُوسَكُمْ وَمَنْ مَسَحَ بَعْضَ رَأْسِهِ فَلَمْ يَمْسَحْ رَأْسَه
Berkata Imam Malik, “Mengusap semua bagian kepala adalah fardhu (wajib), barang siapa yang meninggalkan sebagiannya maka dia seperti orang yang tidak membasuh sebagian wajahnya.” Inilah yang dikenal dalam madzhab Malik. Ini juga madzhabnya Ibnu ‘Ulayah. Berkata Ibnu ‘Ulayah: “Allah Ta’ala telah memerintahkan mengusap kepala dalam wudhu, sebagaimana perintah mengusap wajah dalam tayamum, dan memerintahkan membasahinya dalam wudhu. Mereka telah sepakat bahwa tidak boleh membasuh sebagian wajah dalam wudhu, dan tidak boleh pula membasuh sebagian wajah dalam tayamum. Mereka telah sepakat bahwa mengusap kepala itu seluruhnya, tidak ada seorang pun mengatakan bahwa mengusap sebagian adalah sunah, mengusap sebagian lain adalah wajib. Maka, ini menunjukkan bahwa membasuh semuanya bagiannya adalah wajib.”
Ismail dan lainnya –dari kalangan sahabat kami (Malikiyah)- mengatakan wajibnya mengusap semua bagian kepala, sebagaimana firmanNya: وَلْيَطَّوَّفُوا بِالْبَيْتِ الْعَتِيقِ – dan hendaklah mereka melakukan melakukan thawaf sekeliling rumah yang tua itu (Baitullah). Mereka telah sepakat bahwa tidak boleh melakukan thawaf hanya sebagian saja. Demikian dalam mengusap kepala.
Dan, makna dari firmanNya: “wamsahuu bi ru’uusikum” adalah usaplah kepala kalian, barang siapa yang mengusap sebagian saja, maka dia tidak mengusap kepalanya. (Imam Ibnu Abdil Bar, Al Istidzkar, 1/130)
Kelompok ini juga berhujjah dengan hadits berikut:
Abdullah bin Zaid Radhiallahu ‘Anhu, ketika mencontohkan wudhunya Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam disebutkan:
فَمَسَحَ بِرَأْسِهِ، فَأَقْبَلَ بِيَدَيْهِ وَأَدْبَرَ بِهِمَا
Beliau mengusap kepalanya, lalu kedua tangannya mengusap bagian depan lalu bagian belakangnya. (HR. Bukhari No. 192, Muslim No. 235)
Pernah juga dengan membasuh dari depan, kebelakang, lalu ke depan lagi. Sebagaimana hadits ini:
بَدَأَ بِمُقَدَّمِ رَأْسِهِ, حَتَّى ذَهَبَ بِهِمَا إِلَى قَفَاهُ, ثُمَّ رَدَّهُمَا إِلَى اَلْمَكَانِ اَلَّذِي بَدَأَ مِنْهُ
Beliau memulai usapan dengan kepala bagian depan sampai kedua tangannya ke bagian punggungnya, lalu mengembalikan lagi kedua tangannya ke tempat awal memulai. (HR. Bukhari No. 185, Muslim No. 235)
Riwayat ini menunjukkan bahwa yang diusap bukan bagian ubun-ubun saja, tetapi dari depan sampai ke belakangnya, atau dia bisa mengembalikan lagi ke depan. Inilah yang sering Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam lakukan dalam sebagian kondisi. Syaikh Yusuf Al Qaradhawi Hafizhahullah menjelaskan:
“Cara inilah yang sering dilakukan Beliau. Ini menunjukkan bahwa inilah sunnah Rasulullah, yakni mengusap bagian muka dan belakang dan bagian lain pada sebagian kondisi.” (Fikih Thaharah, Hal. 185)
Pernah pula Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam membasuh dengan cara kepala bagian depan, lalu ke belakang, ke depan lagi, lalu langsung ke telinga, semua dalam satu Gerakan tanpa mengambil air lagi ke tangan. Dari Abdullah bin ‘Amr Radhiallahu ‘Anhuma, bercerita tentang cara wudhunya Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam:
ثُمَّ مَسَحَ – صلى الله عليه وسلم – بِرَأْسِهِ, وَأَدْخَلَ إِصْبَعَيْهِ اَلسَّبَّاحَتَيْنِ فِي أُذُنَيْهِ, وَمَسَحَ بِإِبْهَامَيْهِ ظَاهِرَ أُذُنَيْهِ
Kemudian Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam membasuh kepalanya dan memasukkan kedua jari telunjuknya pada kedua telinganya, dan mengusap bagian luar kedua telinganya dengan kedua ibu jarinya. (HR. Abu Daud no. 135, dishahihkan Syaikh Syu’aib al Arna’uth)
2. Mengusap sebagian sudah cukup
Imam Asy Syaukani menceritakan (Nailul Authar, 1/197), bahwa Imam Asy Syafi’i mengatakan sudah sah walau sebagian saja, dan tidak ada batasan secara khusus, bebas saja yang penting kepalanya diusap.
Ibnu Sayyidin Naas mengatakan: ini juga pendapat Imam Ath Thabari. Imam Abu Hanifah mengatakan wajib seperempat bagiannya. Sementara Al Auza’i, Ats Tsauri, dan Al Laits, mengatakan: sudah sah sebagian saja ditambah dengan bagian depannya. Ini juga pendapat Ahmad, Naashir, Al Baaqir, dan Ash Shaadiq. At Tsauri dan Asy Syafi’i mengatakan sudah sah mengusap kepala walau dengan satu jari. Sementara kalangan Zhahiriyah terjadi perbedaan pendapat: ada yang mewajibkan seluruh bagiannya, ada pula yang mengatakan sudah sah sebagiannya. Selesai dari Imam Asy Syaukani.
“Wamsahuu bi ru’uusikum” dan usaplah kepala kalian, maknanya sebagian sudah cukup. Sebagaimana seseorang mengusap dinding, tidak harus mengusap semua bagian dinding untuk disebut “mengusap dinding”, atau saat Anda mengusap meja bagian tertentu saja, tetaplah Anda dikatakan ”sedang mengusap meja.”
Pendapat ini diperkuat oleh hadits shahih, Mughirah bin Syu’bah Radhiallahu ‘Anhu menceritakan tantang wudhunya Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, di antaranya:
وَمَسَحَ بِنَاصِيَتِهِ وَعَلَى الْعِمَامَةِ
Beliau mengusap ubun-ubunnya dan sorban yang dipakainya. (HR. Muslim No. 274)
Ini menunjukkan bahwa yang diusap oleh Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam adalah bagian ubun-ubunnya (jambul), bukan semuanya. Imam An Nawawi Rahimahullah menjelaskan:
هذا مما احتج به أصحابنا على أن مسح بعض الرأس يكفي ولا يشترط الجميع لأنه لو وجب الجميع لما اكتفى بالعمامة عن الباقي
Inilah di antara hujjah para sahabat kami (Syafi’iyah) bahwa mengusap sebagian kepala sudah mencukupi, tidak disyaratkan mesti semua bagiannya. Sebab, jika wajib semuanya, maka tidaklah cukup mengusap sorban untuk mewakili sisanya. (Al Minhaj Syarh Shahih Muslim, 3/172)
Ada pun dalam madzhab Hanafi mewajibkan seperempat bagian kepala dengan cara mengira-ngira apa yang dilakukan oleh Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dalam hadits ini.
Menurut Imam an Nawawi, hadits yang menunjukkan membalikkan kembali ke bagian depan bukanlah menunjukkan sebuah kewajiban tapi sunnah menurut kesepakatan ulama. Hadits-hadits yang menceritakan tentang tata cara mengusap kepala berbeda-beda ukurannya, ada yang ubun-ubun saja, ada yang sampai belakang, dan ada yang ke depan lagi. Tidak mungkin dikatakan mengembalikan ke depan itu wajib, sebab itu sama juga menyalahkan hadits lain yang tidak seperti itu. Keragaman ini menunjukkan semua cara itu sah dan benar, berdasarkan hadits-hadits yang shahih.
Imam An Nawawi Rahimahullah menjelaskan:
هذا مستحب باتفاق العلماء فإنه طريق إلى استيعاب الرأس ووصول الماء إلى جميع شعره قال أصحابنا وهذا الرد إنما يستحب لمن كان له شعر غير مضفور أما من لا شعر على رأسه وكان شعره مضفورا فلا يستحب له الرد إذ لا فائدة فيه
Ini (membalikkan ke depan) adalah sunah menurut kesepakatan ulama, karena hal itu merupakan cara untuk menguasai semua bagian kepala dan sampainya air ke seluruh rambut. Para sahabat kami (Syafi’iyah) mengatakan, “mengembalikan ke belakang” hanya disunahkan bagi yang rambutnya tidak dikepang. Sedangkan orang yang tidak memiliki rambut di kepalanya, dan yang dikepang, tidaklah disunahkan mengembalikan tangan ke depan, karena itu tidak ada manfaatnya. (Al Minhaj Syarh Shahih Muslim, 3/123)
Maka, jika membasuh kepala hanya bagian tertentu dari kepala, maka itu sudah sah menurut Syafi’iyah dan Hanafiyah, berdasarkan hadits Shahih Muslim, bahwa Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam membasuh bagian ubun-ubunnya saja, tidak semua sisi kepala. Demikian. Wallahu a’lam
Oleh: Ust. Farid Nu’man Hasan