Fatwapedia.com – Yang perlu dipahami adalah tidak ada orang yang akalnya masih normal dan sehat akan memiliki pendapat bolehnya minum minuman keras yang membuatnya menjadi mabuk, sehingga akhirnya tanpa sadar akibat pengaruh minuman keras dan yang sejenisnya, ia pun berpotensi melakukan kejahatan dan tindak kriminal. Oleh sebab itu, ulama dari kalangan mazhab hanafiyyah sebagai mazhab yang masih eksis sampai sekarang dianut oleh sebagian kaum Muslimin, dengan tokoh utamanya al-Imam Abu Hanifah Nu’man bin Tsabit rahimahullah, tidak mungkin keluar dari mulut mereka pendapat yang membolehkan minuman keras yang memabukkan. Haramnya minuman keras adalah apa yang disebut oleh para ulama dengan perkara yang ma’lum bid diini dharurah, yangmana bisa jatuh dalam kekafiran orang yang berkeyakinan halalnya minuman keras. al-Imam Nawawi rahimahullah dalam kitabnya “Syarah Shahih Muslim” (1/100, via dorarnet) :
وإن جحد ما يعلم من دين الإسلام ضرورة، حكم بردته وكفره، وكذا من استحل الزنا أو الخمر أو القتل أو غير ذلك من المحرمات التي يعلم تحريمها ضرورة
“Jika seseorang juhud (mengingkari) apa yang telah diketahui termasuk perkara agama Islam yang diketahui secara darurat, maka dihukumi dengan murtad dan kufurnya, demikian juga yang menghalalkan zina atau minuman keras atau pembunuhan atau semisalnya dari hal-hal yang diharamkan yangmana pengharamannya telah diketahui secara darurat.” -selesai-.
Namun bukankah telah ma’ruf bahwa Abu Hanifah dan ashabnya ada perbedaan tentang minuman keras tersebut?,
Na’am, oleh karenanya, kami akan mencoba mengulas secara ringkas apa pendapat mereka berkenaan dengan minuman keras ini yang berbeda dengan mayoritas ulama lainnya.
Secara global perbedaan ini disebabkan dari pandangan mereka didalam mendefinisikan khomr yang telah datang nash akan pengharamannya. Dalam “al-Maushû’ah al-Kuwaitiyyah” (5/12) khomr didefinisikan secara bahasa dengan :
الْخَمْرُ لُغَةً: مَا أَسْكَرَ مِنْ عَصِيرِ الْعِنَبِ
“Sesuatu yang memabukkan yang berasal dari perasan Anggur.”
Bahkan ulama hanafiyyah menukil adanya Ijma (kesepakatan) ulama akan haramnya khomr dari perasan Anggur yang sampai kuat rasanya dan diberi semacam ragi untuk proses fermentasinya, sehingga memabukkan, bahkan tidak hanya diharamkan jika meminumnya sampai memabukkan, namun dalam jumlah kecil, sekalipun tidak sampai memabukkan, tetap diharamkan dan para ulama hanafiyyah menjadi bagian dari Ijma ini. Al-‘Allâmah al-Muhammad al-Hashfakiy rahimahullah -salah satu ulama yang bermazhab hanafi- dalam kitabnya “ad-Durr al-Mukhtar” yang dicetak bersama dengan hasyiyyah dari Ibnu ‘Âbidîn rahimahullah (6/448, cet. Darul Fik) mengatakan :
(وَحُرِّمَ قَلِيلُهَا وَكَثِيرُهَا) بِالْإِجْمَاعِ
“Diharamkan khomr baik sedikit maupun banyaknya, BERDASARKAN IJMA (KESEPAKATAN PARA ULAMA).” -selesai-.
Al-Imam Ibnu Hazm rahimahullah -ulama yang bermazhab Zhahiri- juga menukil ijma yang sama dalam kitabnya “Marâtib al-Ijmâ`” (hal. 136, cet. DKI) :
اتَّفقُوا ان عصير الْعِنَب الَّذِي لم يطْبخ إذا غلي وقدف بالزبد وأسكر أَن كَثِيره وقليله والنقطة مِنْهُ حرَام على غير الْمُضْطَر والمتداوي من عِلّة ظَاهِرَة وَأَن شَاربه وَهُوَ يُعلمهُ فَاسق وَأَن مستحله كَافِر
“Para ulama bersepakat bahwa perasan Anggur yang dimasak jika menguat rasanya dan diberi semacam ragi sehingga memabukkan, maka banyak dan kecilnya, sekalipun setetes, hukumnya adalah haram bagi selain orang yang dalam kondisi darurat atau berobat dengan alasan yang gamblang, kemudian meminumnya dalam kondisi tahu itu khomr, maka ia adalah orang fasik dan bagi yang menghalalkannya, maka ia kafir.” -selesai-.
Maka kita lihat mazhab hanafi sama dengan mazhab lainnya sepakat akan keharaman minuman keras yang terbuat dari Anggur secara umum, baik kadarnya sedikit, apalagi banyak. Kemudian bagaimana jika minuman kerasnya itu terbuat dari selain buah Anggur?
Maka dalam hal ini, mereka memiliki istilah lain yaitu apa yang disebut dengan nabidz.
DR. Abdur Rahman bin Ghormân dalam makalahnya yang berjudul “Ahkâm an-Nabîdz fî asy-Syari’ah al-Islamiyyah” (hal. 13) mendefinisikan bahwa “النَّبِيْذُ” secara bahasa adalah minuman dari anggur, kurma, gandum dan selainnya yang jika dibiarkan didalam air, maka itu disebut nabidz, baik memabukkan atau tidak memabukkan. Adapun secara istilah adalah apa yang dibiarkan didalam air selain “العِنَبُ” (Anggur), seperti Kurma dan gandum, untuk mendapatkan rasanya, baik memabukkan atau tidak memabukkan.
Mayoritas ulama tidak membedakan antara nabidz dengan khomr, apapun itu baik Anggur, kurma, beras atau selainnya, jika tujuannya memang difermentasi sebagai minuman keras, maka itu adalah khomr yang dilarang dalam Kitabullah dan sunnah Rasulnya. Dalam sebuah hadits Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda :
كُلُّ مُسْكِرٍ خَمْرٌ، وَكُلُّ مُسْكِرٍ حَرَامٌ
“Setiap yang memabukkan itu khomr dan setiap yang memabukkan itu adalah haram.” (HR. Muslim).
Oleh karenanya, ulama pakar bahasa arab dalam kamus bahasa mereka, seperti al-‘Allâmah Fairuz Abadi dalam kamusnya “Lisân al-‘Arab” ketika mendefinisikan khomr memberikan tambahan :
الخمر ما أسكر من عصير العنب ، أو هو عام ، والعموم أصح ، لأنها حرمت وما بالمدينة خمر عنب
“Khomr adalah sesuatu yang memabukkan yang berasal dari perasan Anggur ATAU LEBIH UMUM, dan yang umum lebih benar, karena diharamkannya khomr dan di Madinah pada waktu itu khomrnya hanya terbuat dari Anggur.” -selesai-.
Definisi ini diperkuat oleh atsar Umar bin Khothob radhiyallahu anhu ketika menjabat sebagai khalifah, beliau pernah berkhutbah diatas mimbar :
أَمَّا بَعْدُ، نَزَلَ تَحْرِيمُ الْخَمْرِ، وَهِيَ مِنْ خَمْسَةٍ : الْعِنَبِ وَالتَّمْرِ وَالْعَسَلِ وَالْحِنْطَةِ وَالشَّعِيرِ، وَالْخَمْرُ مَا خَامَرَ الْعَقْلَ.
“Amma ba’du, turun pengharaman khomr yaitu yang terbuat dari lima jenis : Anggur, Kurma, Madu, Gandum dan selai. Khomr adalah sesuatu yang menutupi akal.” (Muttafaqun alaih).
Umar berkhutbah dihadapan yang mungkin para sahabat senior lain ikut hadir dan tidak ada satupun yang mengingkarinya. Kemudian beliau menyebutkan lima jenis minuman tersebut, karena mungkin itulah informasi dari daerah-daerah yang sudah ditaklukkan oleh kaum Muslimin, bahwa khomr mereka terbuatnya tidak terbatas hanya Anggur saja, sebagaimana dulu yang berkembang di Madinah. Oleh karenanya, jika ada minuman keras yang terbuatnya dari beras misalnya, sebagaimana yang tersedia di beberapa daerah di tanah air, maka itu masuk khomr yang diharamkan.
Adapun pembedaan yang dilakukan oleh ulama hanafiyyah antara khomr dengan nabidz, maka perlu diketahui juga bahwa jika meminumnya sampai batas memabukkan, maka mereka sepakat juga keharamannya. Ibnu Rusdy al-Hafîd rahimahullah dalam kitabnya “Bidâyah al-Mujtahîd” (via islamweb) menyebutkan mazhab Hanafi tentang nabidz yang memabukkan diatas, kata beliau :
وأجمعوا على أن المسكر منها حرام
“Para ulama Hanafi bersepakat bahwa Nabidz yang meminumnya sampai kadar memabukkan itu haram.”
Pendapat yang mereka berbeda dengan mayoritas ulama adalah jika meminumnya dengan kadar yang sedikit yang tidak sampai memabukkan, masih kata Ibnu Rusydi dalam kitabnya diatas :
وأما الأنبذة فإنهم اختلفوا في القليل منها الذي لا يسكر
“Adapun nabidz-nabidz, maka mereka berbeda pendapat dalam kadar yang sedikit, yang tidak sampai memabukkan.” -selesai-.
Dalam “al-Maushû’ah al-Fiqhiyyah” (6/15) dinukil :
فقد قال أبو حنيفة وأبو يوسف : إن المطبوخ من نبيذ التمر ونقيع الزبيب أدنى طبخة ، يحل شربه ولا يحرم إلا السكر منه
“Imam Abu Hanifah dan Abu Yusuf berkata, “Nabidz yang dimasak yang barasal dari Kurma dan kismis yang paling rendah masaknya, maka halal meminumnya dan tidak diharamkan, kecuali jika kadarnya memabukkan.” -selesai-.
Namun ulama Hanafiyyah tidak bulat dalam berpendapat seperti ini, dinukil bahwa al-Imam Muhammad bin Hasan asy-Syaibani rahimahullah -murid senior Imam Abu Hanifah- mengharamkan juga nabidz yang memabukkan walaupun kadarnya sedikit, sebagaimana hukum khomr. Dalam kitab “ad-Dur al-Mukhtar” (6/454-455) penulisnya berkata :
(وَحَرَّمَهَا مُحَمَّدٌ) أَيْ الْأَشْرِبَةَ الْمُتَّخَذَةَ مِنْ الْعَسَلِ وَالتِّينِ وَنَحْوِهِمَا قَالَهُ الْمُصَنِّفُ (مُطْلَقًا) قَلِيلَهَا وَكَثِيرَهَا (وَبِهِ يُفْتَى) ذَكَرَهُ الزَّيْلَعِيُّ وَغَيْرُهُ؛ وَاخْتَارَهُ شَارِحُ الْوَهْبَانِيَّةِ، وَذَكَرَ أَنَّهُ مَرْوِيٌّ عَنْ الْكُلِّ
“Al-Imam Muhammad asy-Syaibani mengharamkan minuman yang berasal dari Madu dan buah Tin serta yang semisalnya, penulisnya mengatakan secara mutlak baik sedikit maupun banyak, inilah yang difatwakan. Az-Zaila’iy dan selainnya menyebutkan ini adalah pilihan penulis syarah al-Wahbâniyyah, lalu ia menyebutkan bahwa ini diriwayatkan dari ulama hanafi seluruhnya.” -selesai-.
Lihat bagaimana ulama Hanafi kalau fatwa resminya sama seperti Jumhur, yaitu diharamkannya minuman keras secara mutlak baik terbuat dari Anggur maupun selainnya, baik sedikit, apalagi banyak dan mereka masih punya pegangan dari Imamnya sendiri yaitu al-Imam Muhammad asy-Syaibani rahimahullah yang juga bagian dari mazhab hanafi.
Pendapat ini yang rajih, berdasarkan hadits yang shahih dan sharih :
وَمَا أَسْكَرَ كَثِيرُهُ فَقَلِيلُهُ حَرَامٌ
“Apa yang banyaknya itu memabukkan, maka sedikitnya juga diharamkan.” (HR. Ibnu Majah, dishahihkan oleh al-Albani).
Al-‘Allâmah as-Sindiy rahimahullah yang bermazhab Hanafi ketika memberikan keterangan untuk hadits ini beliau berkata :
أي ما يحصل السكر بشرب كثيره فهو حرام قليله وكثيره وإن كان قليله غير مسكر وبه أخذ الجمهور وعليه الاعتماد عند علمائنا الحنفية
“Yaitu apa yang dihasilkan mabuk jika meminumnya dalam kadar yang banyak, maka itu haram juga sedikit maupun banyak, sekalipun kadar sedikitnya tidak sampai memabukkan, ini adalah pendapat mayoritas ulama dan ini yang dijadikan pegangan oleh para ulama kami yang bermazhab Hanafi.” -selesai-.
Seandainya masih tetap saja ada yang ngotot mengikuti pendapat al-Imam Abu Hanifah dan Abu Yusuf rahimahumâllah, maka perlu ia ketahui bahwa kedua Imam ini memberikan persyaratan bolehnya minum minuman keras yang berupa nabidz dengan kadar sedikit itu, dengan tiga persyaratan, sebagaimana yang dirangkum oleh “al-Maushû’ah al-Kuwaitiyyah” dengan ringkasan dari kami sebagai berikut :
1. Minumnya tadi bertujuan untuk kesehatan, misalnya agar kuat.
2. Minumnya bukan untuk bersenang-senang, jika tujuannya untuk senang-senang, maka sedikit maupun banyak adalah haram.
3. Tidak minum dengan kadar yang menurut estimasinya itu bisa memabukkan, jika ia sedang minum, lalu kalau minum satu gelas lagi, baik yakin atau kuat dugaan atau berdasarkan pengalaman, membuatnya jadi mabuk, maka ini haram.
Demikian ulasan singkat ini, semoga bisa meluruskan persepsi ditengah masyarakat kita bahwa tidak ada satu mazhab fiqih pun yang menghalalkan minuman yang sampai memabukkan, kecuali mazhab fiqihnya setan dan konco-konconya.
Oleh: Abu Sa’id Neno Triyono