Fatwapedia.com – Seiring dengan pernyataan resmi Presiden Prancis yang menghina Nabi Muhammad shallalllahu alaihi wasallam, maka dalam rangka pembelaan kepada Nabi shallallahu alaihi wasallam mencuatlah seruan pemboikotan produk-produk kafir Prancis sebagai bentuk tekanan ekonomi dan membuat efek jera kepada penghina Nabi.
Namun, tentu saja penentuan hukum tidak bisa hanya dengan semangat dan emosi semata tetapi harus dengan timbangan syariat yang mulia, lebih-lebih terjadi pro kontra di kalangan penuntut ilmu, yang berimbas saling nyindir dan nyinyir.
Berikut kajian singkat masalah ini. Semoga bermanfaat dan menambah khazanah ilmiah dan kedewasaan kita tentang luasnya ilmu fiqih.
Definisi Pemboikotan
Pemboikotan adalah mencegah diri dari bermuamalah dengan orang lain baik secara ekonomi maupun sosial secara bersama dan terorganisir. (Mu’jamul Wasith 2/746)
Pemboikotan identik dengan memboikot produk-produk orang-orang kafir yang memerangi dan memusuhi kaum muslimin.
Pemboikotan ekonomi merupakan salah satu jenis hukuman dan tekanan yang bisa digunakan secara internasional pada zaman sekarang. India pernah melakukannya terhadap produk-produk Inggris untuk melawan penekanan penjajah Inggris kepada mereka.(Al Muqotho’ah Ruyah Syar’iyyah hlm. 14, Dr. Hani Al Jubair)
Hukum Muamalat Dengan Non Muslim
Hukum asal muamalat dengan orang kafir dalam masalah dunia adalah boleh, berdasarkan hadits dan ijma’.
عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ : تُوُفِّيَ رَسُوْلُ اللَّهِ وَدِرْعُهُ مَرْهُوْنَةٌ عِنْدَ يَهُوْدِيٍّ بِثَلاَثِيْنَ صَاعًا مِنْ شَعِيْرٍ
Dari Aisyah radhiyallahu anha, beliau berkata, “Rasulullah shallallahu alaihi wasallam wafat sedangkan baju besinya tergadaikan pada seorang Yahudi dengan tiga puluh sha` gandum.” (HR. Al Bukhari dalam Shahihnya (2916, 4467).
Hadits ini menunjukkan bolehnya muamalah dengan orang kafir dan hal ini tidak termasuk kategori loyal (cinta) kepada mereka yang jelas diharamkan dalam Islam.
Al-Qadhi `Iyadh berkata,
“Para ulama bersepakat tentang bolehnya bermuamalah dengan orang kafir dzimmi dan kaum musyrikin.” (Ikmal Mu`lim bi Fawaid Muslim 5/304)
Ash-Shan`ani juga berkata,
“Hal ini merupakan perkara yang diketahui secara bersama, karena Nabi dan para sahabatnya tinggal di Makkah selama tiga belas tahun bermuamalah dengan orang-orang musyrik. Demikian pula beliau tinggal di Madinah selama sepuluh tahun bermuamalah dengan kaum ahli kitab dan ikut terjun ke pasar mereka.” (Al-`Uddah 4/116)
Ini adalah hukum asalnya yaitu BOLEH, kecuali dalam beberapa keadaan maka TIDAK BOLEH, seperti:
- Jual beli yang haram seperti narkoba, babi dan lain sebagainya.
- Menjual barang yang digunakan orang kafir untuk keharaman, seperti jual beli senjata kepada kafir yang kita tahu digunakan untuk memerangi kaum muslimin.
- Menjual barang kebutuhan-kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan kaum muslimin, karena kaum muslimin lebih berhak mengambil manfaat dari barang tersebut daripada dijual kepada orang-orang kafir.
Perlu diketahui bahwa pemboikotan bukan berarti mengharamkan jual beli kepada orang kafir secara umum. Keduanya adalah dua masalah yang berbeda.
Pendekatan Fiqih Masalah Pemboikotan Produk Kafir
Pendekatan fiqih terhadap masalah pemboikotan ekonomi ini dari dua sisi permasalahan:
1. Pemboikotan Ekonomi Termasuk Bagian dari Jihad
Siapapun yang mempelajari sirah Nabi, dia akan mendapati bahwa Nabi melakukan tekanan ekonomi kepada orang-orang kafir sebagai bentuk jihad melawan mereka. Dan jihad tentu berkembang dan berubah-ubah modelnya sesuai perkembangan zaman.
Syeikh Abdur Rahman As Sa’di berkata,
”Kesimpulannya, memboikot orang-orang kafir dengan ekonomi, bisnis dan usaha merupakan pokok utama dalam jihad. Manfaatnya sangatlah besar. Ini termasuk jihad damai dan perang”. (Risalah Fadhlul Jihad Fi Sabilillah, Majmu Muallafat /106)
2. Maslahat Mursalah
Yaitu kemaslahatan yang tidak dalil yang memerintahkannya secara khusus dalam Al-Qur’an dan sunnah, namun sesuai dengan tujuan pokok syariat seperti peraturan rambu-rambu lalu lintas, pencatatan nikah di KUA dan lain sebagainya. Hal ini diperselisihkan ulama tentang hujjahnya, namun pendapat yang kuat adalah bisa dijadikan hujjah.
Syaikh Muhammad Amin asy-Syinqithi berkata,
“Kesimpulannya, para sahabat Nabi shallallahu alaihi wasallam mengamalkan maslahat mursalah yang tidak ada dalilnya selagi tidak bertentangan dengan syari’at atau membawa kerusakan yang lebih besar, demikian juga seluruh ulama madzhab berpegang pada maslahat mursalah sekalipun mereka mengatakan untuk menjauhinya. Barang siapa yang membaca kejadian-kejadian yang menimpa para sahabat dan masalah-masalah dalam fiqih madzhab niscaya dia akan mengetahui kebenaran hal ini.”. (Al Mashalih Al Mursalah hlm. 46)
Fakta membuktikan pada zaman sekarang bahwa pemboikotan ekonomi sangat memiliki pengaruh besar dan efek jera luar biasa, lebih-lebih jika secara resmi keputusan pemerintah karena jumlah kaum muslimin sangat besar.
Hukum Pemboikotan Ekonomi
Dengan pendekatan fiqih tersebut maka tidak ragu lagi bahwa hukumnya adalah boleh sebagaimana kaidah asal muamalah adalah boleh, sebagaimana hukum asalnya adalah boleh membeli maka begitu juga boleh tidak membeli (memboikot). Bahkan pemboikotan bisa menjadi sunnah dan wajib sesuai keadaan.
Sepanjang pengetahuan kami, tidak ada ulama yang melarang pemboikotan. Mereka hanya berbeda pendapat tentang apakah pemboikotan berkaitan dengan keputusan pemerintah ataukah tidak.
Berikut beberapa ulama yang menganjurkan pemboikotan ekonomi:
Al-Imam al-Albani rahimahullah, pernah ditanya seputar aksi pemboikotan Bulgaria pada zamannya, maka beliau berkata,
في سلسلة (الهدى والنور) : “لو كان البلغاريون يذبحون هذه الذبائح التي نستوردها منهم ذبحا شرعيا حقيقة أنا أقول لا يجوز لنا أن نستورده منهم بل (يجب) علينا أن نقاطعهم حتى يتراجعوا عن سفك دماء إخواننا المسلمين هناك، فسبحان الله مات شعور الأخوة.
“Seandainya Bulgaria menyembelih hewan sembelihan yang kita import itu dg sembelihan yang syar’i, maka sungguh aku katakan tidak boleh kita mengimport dari mereka, bahkan wajib bagi kita memboikot mereka sampai mereka berhenti menumpahkan darah saudara-saudara kita kaum muslimin di sana,…. subhaanallah telah mati rasa persaudaraan.” (Kaset Silsilah al-Huda wa an-Nur, asy-Syaikh al-Albani rahimahullah).
Al-Imam As-Sa’dy rahimahullah berkata,
من أنفع الجهاد وأعظمه مقاطعة الأعداء في الصادرت والواردات
“Di antara jihad yang paling bermanfaat dan besar pengaruhnya ialah memboikot ekonomi musuh baik impor maupun ekspor”
Syaikh Ibnul Utsaimin rahimahullah berkata,
المسلمون لو قاطعوا كل امة من النصارى تساعد الذين يحاربون إخواننا لكان له اثر كبير ولعرف النصارى وغير النصارى ان للمسلمين قوة وأنهم يد واحدة…”.
“Seandainya kaum muslimin mau memboikot setiap ummat (dari kalangan Nasrani) yang membantu orang-orang yang memerangi saudara-saudara kita, niscaya dampaknya sangat besar, niscaya orang-orang nasrani dan selain nasrani itu tahu bahwa kaum muslimin memiliki kekuatan, dan mereka bersatu padu.” (رابط المادة: http://iswy.co/e49p)
Ini hanya sebagian saja, masih banyak lagi ulama lainnya yang menganjurkan pemboikotan. Di antaranya adalah Syeikh Ahmad Syakir, Syeikh Muhibbuddin Al Khathib, Syeikh Abdullah Al-Jibrin, Syeikh Shalih Al Luhaidan, Syeikh Abdur Rahman Al Barrak, Syeikh Abdul Aziz Ar Rajihi, Syeikh Abdul Karim Al Hudhair, Syeikh Masyhur Hasan Salman dan lain sebagainya.
Haruskah Menunggu Keputusan Pemerintah?
Setahu kami, para ulama sepakat bahwa hukum asalnya boleh dan disyariatkan pemboikotan ekonomi, hanya saja mereka berselisih apakah nunggu tergantung pada keputusan pemerintah ataukah tidak.
Ada dua pendapat dalam masalah ini:
Pertama, Pemboikotan secara mutlak, tidak bergantung pada keputusan pemerintah. Ini adalah PENDAPAT MAYORITAS ULAMA.
Di antaranya adalah Syeikh Ahmad Syakir, Syeikh Abdur Rahman As Sa’di, Syeikh Muhibbuddin Al Khathib, Syeikh Al Albani, Syeikh Ibnu Utsaimin, Syeikh Abdullah Al-Jibrin, Syeikh Shalih Al Luhaidan, Syeikh Abdur Rahman Al Barrak, Syeikh Abdul Aziz Ar Rajihi, Syeikh Abdul Karim Al Hudhair, Syeikh Masyhur Hasan Salman dan lain sebagainya.
Kedua, Pemboikotan bergantung keputusan pemerintah. Ini zhahir fatwa Lajnah Daimah dan Syeikh Shalih Al Fauzan.
Lajnah Daimah pernah ditanya:
“Sekarang ini begitu gencar seruan pemboikotan produk-produk Amerika seperti Pizza Hut, McDonald dll, apakah kita ikuti seruan ini? Dan apakah muamalah jual beli dengan orang kafir di darul harbi dibolehkan ataukah hanya dibolehkan dengan mu’ahid, dzimmiyyin, dan musta’minin di negeri kita saja?”
Mereka menjawab:
“Dibolehkan membeli produk-produk yang mubah dari mana saja asalnya, selama pemerintah tidak memerintahkan pemboikotan dari suatu produk untuk kemaslahatan Islam dan kaum muslimin, karena hukum asal dalam jual beli adalah halal, berdasarkan firman Allah:
وَأَحَلَّ اللهُ الْبَيْعَ وَحَرَّمَ الرِّبَا
“Allah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba.” (QS. Al-Baqoroh: 275)
Nabi pernah membeli barang dari orang Yahudi. (Fatawa Lajnah Daimah No: 21176/Tanggal 25/12/1421 H).
Syaikh Shalih al-Fauzan juga ketika ditanya tentang masalah ini, beliau menjawab:
“Hal ini tidak benar, para ulama tidak berfatwa pengharaman pembelian produk-produk Amerika. Produk-produk Amerika tetap datang dan dijual di pasaran kaum muslimin. Tidaklah memberikan madharat kepada Amerika jika engkau tidak membeli produk-produk mereka. Tidak boleh diboikot produk-produk tertentu kecuali jika pemerintah mengeluarkan keputusan. Jika pemerintah mengeluarkan keputusan pembaikotan terhadap suatu negeri maka wajib diboikot. Adapun jika ada person-person berbuat ini dan itu dan berfatwa maka ini berarti pengharaman apa yang dihalalkan oelh Allah”. (Dari kaset Fatawa Ulama dalam masalah Jihad dan aksi bon bunuh diri, tasjilat Minhaj Sunnaj Riyadh. Lihat pula Al-Fatawa Syar’iyyah fil Qodhoya Ashriyyah, kumpulan Muhammad Fahd al-Hushain hlm. 225-228).
Pendapat yang kuat adalah pendapat pertama, karena pada dasarnya muamalah ekonomi yang mubah baik melakukannya atau meninggalkannya tidak disyaratkan izin waliyyul amr, karena hukum asalnya syariat telah mengizinkan kita untuk bertransaksi atau menolak, semuanya adalah pilihan kita yang tidak ada dalil yg mengharuskan izin waliiyul amri. Sebagaimana kita membeli barang tidak diharuskan izin pemerintah maka begitu juga tidak membelinya (memboikotnya).
Hanya saja, memang keputusan pemerintah memiliki peranan yang penting dalam menunjang pemboikotan agar lebih terstruktur dan terorganisir dengan baik sehingga membuahkan dampak yang besar.
Oleh karenanya, dapat kita simpulkan sebagai berikut:
1. Jika pemboikotan diperintahkan oleh pemimpin atau dilarang oleh pemimpin.
Jika pemimpin memerintahkan pemboikotan terhadap produk tertentu atau melarangnya, maka wajib ditaati sesuai prinsip keharusan taat pemimpin yg telah diperintahkan Allah dan rasulNya.
Hanya saja keputusan pemerintah harus betul-betul dibangun di atas pertimbangan maslahat yang matang karena keputusan pemerintah sifatnya mengingkat demi kemaslahatan rakyat. Kita tidak bisa mengharuskan pemerintah untuk memboikot karena pemboikotan banyak konsekwensinya secara politik, ekonomi dan lain sebagainya.
2. Jika pemerintah tidak memerintah dan tidak melarang, maka hukum asalnya adalah boleh dan dianjurkan jika memang membawa kemaslahatan bagi Islam dan lemahnya kekufuran.
Dengan demikian, dapat kita tarik kesimpulan hukum pemboikotan ekonomi adalah sebagai berikut:
- Hukum asalnya pemboikotan ekonomi adalah boleh dan disyariatkan jika mengandung kemaslahatan.
- Pemboikotan pribadi tidak harus menunggu keputusan pemerintah.
- Pemboikotan yang sifatnya wajib dan mengikat, sehingga butuh keseragaman dan dihukum orang yang menyelisihnya, maka ini harus menunggu keputusan pemerintah dan wajib ditaati.
- Pemboikotan bisa menjadi haram jika dilarang oleh pemerintah atau menimbulkan mafsadat lebih besar.
Oleh karena itu, masalah ini butuh pertimbangan dan fatwa berjamaah untuk mempertimbangkan maslahat dan mafsadatnya. (Lihat Muqotho’ah Al Iqthishadiyyah Ta’shiluha Syar’i wa Waaqi’uha Al Mamul hlm. 99-111 karya Abid bin Abdillah As Sa’dun).
Dan dalam kasus sekarang ini, sudah ada seruan pemboikotan dari Markaz Imam Al Albani, Syeikh Abdurrahman Al Barrak dan lain sebagainya.
Maka kami berpendapat bolehnya bahkan dianjurkan melakukan pemboikotan terhadap produk Perancis sebisa mungkin walaupun belum ada keputusan resmi Pemerintah.
Alhamdulillah, masih banyak alternatif produk lainnya, lebih-lebih produk kaum muslimin dalam negeri untuk meningkatkan ekonomi kita sendiri. Cintailaih produk-produk dalam negeri.
Logika sederhana, jika ada tetangga antum punya toko lalu pemilik toko menghina kita dan orang tua kita, lalu kita tidak sudi membeli di tokonya tersebut, kita lebih milih beli di toko lain.
Apakah salah?
Dan apakah nunggu keputusan pemerintah?
Tentu tidak bukan?
Apalagi jika yang dihina adalah Nabi.
Begitu kawan, cara mikirnya sederhana saja.
Penutup
Tulisan ini adalah kajian ringkas yang kami rangkum dari 3 referensi penting dari para pengkaji masalah ini secara khusus, yaitu:
- Al Muqotho’ah Ruyah Syariyyah karya Dr. Hani Al Jubair.
- Al Muqotho’ah Al Iqthishadiyyah Ta’shiluha Syar’i wa Waaqi’uha Al Mamul karya Abid bin Abdillah As Sa’dun.
- Al Muqotho’ah Al Iqtishadiyyah Haaiqotuha wa Hukmuha karya Khalid bin Abdillah Asy Syamroni.
Harapan kami tulisan ini menambah wawasan ilmu kita dan mengajarkan kedewasaan kita jika ada perbedaan pendapat dalam hasil kajian ini, mari berlapang dada dalam menyikapi perbedaan pendapat dalam fiqih.
Semoga Allah memberikan taufiq kepada kita semua untuk menjadi pembela-pembela Nabi Muhammad shallallahu alaihi wasallam dan semoga Allah membinasakan para penghina Nabi Muhammad. Dan semoga Allah mengumpulkan kita dengan beliau di surga kelak.
Oleh: Al Ustadz Yusuf Abu Ubaidah As Sudawi hafizhahullah