Fatwapedia.com – Sa’i merupakan Rukun haji yang ketiga, Sa`i di antara Shafa dan Marwa merupakan salah satu dari rukun-rukun haji menurut pendapat jumhur ulama yang terkuat. Bagaimana cara pelaksanaan ibadah sa’i? Simak ulasan selengkapnya dibawah ini
Definisi Sa’i
Sa`i adalah berjalan di antara Shafa dan Marwa pergi dan kembali, dengan niat beribadah, sebanyak tujuh kali putaran dimulai dari Shafa dan berakhir di Marwa.
Hukum Sa’i
Sa`i di antara Shafa dan Marwa merupakan salah satu dari rukun-rukun haji dalam pendapat ulama yang terkuat, yaitu mazhab Malik, Syafi`iy, Ahmad –pada satu dari dua riwayat-, Ishaq, Abi Tsaur, dan juga yang dikatakan oleh Ibnu `Umar, Jabir, dan `A’isyah. Siapa yang melupakannya atau melupakan satu putaran saja maka diharuskan untuk mengulanginya, dimana dia mengingatnya di negaranya atau selain negaranya agar menjalankannya secara sempurna, jika tidak maka batal hajinya dengan meninggalkannya dan tidak bisa ditebus dengan denda atau yang lainnya. [Fathul Qadir (2/156), Haasyiyatul ‘Adwi (1/470), al Majmu’ (8/71), al Mughni (3/385)]
Dalil-dalil Sa’i adalah:
Firman Allah -subhanahu wa ta`ala-
(إِنَّ الصَّفَا وَالْمَرْوَةَ مِن شَعَائِرِ اللَّهِ فَمَنْ حَجَّ الْبَيْتَ أَوِ اعْتَمَرَ فَلَا جُنَاحَ عَلَيْهِ أَن يَطَّوَّفَ بِهِمَا)
“Sesungguhnya Shafa dan Marwa adalah bagian dari syi’ar Allah. Maka siapa yang beribadah Haji ke Baitullah atau berumrah maka tidak ada dosa baginya mengerjakan sa’i antara keduanya.” [Al-Qur`an Surat: al Baqarah,158]
Telah dijelaskan oleh `A’isyah makna turunnya ayat dan tempat keluarnya, dan datang dengan ilmu yang benar di dalam hal tersebut:
b. Urwah berkata:
سَأَلْتُ عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا فَقُلْتُ لَهَا: أَرَأَيْتِ قَوْلَ اللَّهِ تَعَالَى: {إِنَّ الصَّفَا وَالمَرْوَةَ مِنْ شَعَائِرِ اللَّهِ فَمَنْ حَجَّ البَيْتَ أَوِ اعْتَمَرَ فَلاَ جُنَاحَ عَلَيْهِ أَنْ يَطَّوَّفَ بِهِمَا} [البقرة: 158]، فَوَاللَّهِ مَا عَلَى أَحَدٍ جُنَاحٌ أَنْ لاَ يَطُوفَ بِالصَّفَا وَالمَرْوَةِ، قَالَتْ: بِئْسَ مَا قُلْتَ يَا ابْنَ أُخْتِي، إِنَّ هَذِهِ لَوْ كَانَتْ كَمَا أَوَّلْتَهَا عَلَيْهِ، كَانَتْ: لاَ جُنَاحَ عَلَيْهِ أَنْ لاَ يَتَطَوَّفَ بِهِمَا، وَلَكِنَّهَا أُنْزِلَتْ فِي الأَنْصَارِ، كَانُوا قَبْلَ أَنْ يُسْلِمُوا يُهِلُّونَ لِمَنَاةَ الطَّاغِيَةِ، الَّتِي كَانُوا يَعْبُدُونَهَا عِنْدَ المُشَلَّلِ، فَكَانَ مَنْ أَهَلَّ يَتَحَرَّجُ أَنْ يَطُوفَ بِالصَّفَا وَالمَرْوَةِ، فَلَمَّا أَسْلَمُوا، سَأَلُوا رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ ذَلِكَ، قَالُوا: يَا رَسُولَ اللَّهِ، إِنَّا كُنَّا نَتَحَرَّجُ أَنْ نَطُوفَ بَيْنَ الصَّفَا وَالمَرْوَةِ، فَأَنْزَلَ اللَّهُ تَعَالَى: {إِنَّ الصَّفَا وَالمَرْوَةَ مِنْ شَعَائِرِ اللَّهِ} [البقرة: 158]. الآيَةَ قَالَتْ عَائِشَةُ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا: «وَقَدْ سَنَّ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الطَّوَافَ بَيْنَهُمَا، فَلَيْسَ لِأَحَدٍ أَنْ يَتْرُكَ الطَّوَافَ بَيْنَهُمَا
“Aku bertanya kepada `A’isyah lalu aku berkata kepadanya: sudahkah engkau melihat firman Allah (yang artinya) “Sesungguhnya shafa dan marwa adalah bagian dari syi’ar Allah. Maka siapa yang beribadah haji ke baitullah atau berumrah maka tidak ada dosa baginya mengerjakan sa’i antara keduanya, demi Allah tidak adakah dosa bagi siapapun yang tidak berthawaf di shafa dan marwa? Dia berkata: malapetaka apa yang engkau katakan wahai anak saudara perempuanku, sesungguhnya jika ayat ini seperti yang engkau tafsirkan maka tidak ada dosa baginya untuk tidak berthawaf dikeduanya, akan tetapi ayat ini diturunkan pada kaum anshar dahulu sebelum mereka islam mereka berkurban kepada berihram untuk berhala yang bernama Manat yang menyesatkan di bukit Musallal, mereka merasa berat hati jika harus melakukan sa’i antara shafa dan marwa. Setelah mereka masuk islam mereka bertanya kepada Rasulullah -shallallahu ‘alaihi wasallam- mengenai hal itu seraya berkata: wahai Rasulullah, sesungguhnya dulu kami merasa berat jika harus melakukan sa’i antara shafa dan marwa, lalu Allah menurunkan ayat sesungguhnya shafa dan marwa bagian dari syi’ar Allah, ayat itu, `A’isyah berkata: Rasulullah telah menetapkan thawaf di antara keduanya maka tidak boleh bagi seorangpun meninggalkan sa’i di antara keduanya”. [Shahih, Hadits riwayat: Al-Bukhariy (1643)]
c. Nabi -shallallahu ‘alaihi wasallam- bersabda:
اسْعَوْا، فَإِنَّ اللهَ كَتَبَ عَلَيْكُمُ السَّعْيَ
“Bersa`ilah kalian, maka sesungguhnya Allah telah menuliskan bagi kalian sa`i” [Hadits riwayat: Ahmad (6/421)]
d. `A’isyah -radhiyallahu ‘anha- berkata:
(طَافَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ و طاف المسلمون –تعني بَيْنَ الصَّفَا وَالْمَرْوَةِ – فكانت السنة وَلعَمْرِي مَا أَتَمَّ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ، حَجَّ، مَنْ لَمْ يَطُفْ بَيْنَ الصَّفَا وَالْمَرْوَةِ
“Rasul berthawaf dan orang-orang muslim juga berthawaf –yakni di antara shafa dan marwa- maka dia adalah sunnah, dan demi hidupku Allah tidak menyempurnakan hajinya orang yang tidak berthawaf di antara shafa dan marwa” [Shahih, Hadits riwayat: Muslim (1277), dan Ibnu Majah (2986)]
e. Nabi -shallallahu ‘alaihi wasallam- berkata kepada `A’isyah :
طَوَافُكِ بِالْبَيْتِ وَبَيْنَ الصَّفَا وَالْمَرْوَةِ يَكْفِيكِ لِحَجَّتِكِ وَعُمْرَتِكِ
“Berthawafnya engkau di ka’bah dan di antara shafa dan marwa telah mencukupimu bagi haji dan umrahmu” [Shahih, Hadits riwayat: Abu Daud (1897), Baihaqi (5/106)]
Jika tidak wajib lalu kenapa beliau berkata: “Mencukupimu”. Allah Maha Tahu.
f. Dari `Amr bin Dinar berkata:
سَأَلْنَا ابْنَ عُمَرَ عَنْ رَجُلٍ قَدِمَ بِعُمْرَةٍ، فَطَافَ بِالْبَيْتِ وَلَمْ يَطُفْ بَيْنَ الصَّفَا وَالْمَرْوَةِ، أَيَأْتِي امْرَأَتَهُ؟ فَقَالَ: «قَدِمَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَطَافَ بِالْبَيْتِ سَبْعًا، وَصَلَّى خَلْفَ الْمَقَامِ رَكْعَتَيْنِ، وَبَيْنَ الصَّفَا وَالْمَرْوَةِ سَبْعًا، وَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ. سَأَلْنَا جَابِرَ بْنَ عَبْدِ اللَّهِ فَقَالَ: «لاَ يَقْرَبَنَّهَا حَتَّى يَطُوفَ بَيْنَ الصَّفَا وَالمَرْوَةِ
“Kami bertanya kepada Ibnu `Umar tentang seorang laki-laki yang berthawaf di ka’bah di dalam umrah dan tidak berthawaf di antara shafa dan marwa apakah boleh mendatangi istrinya? Lalu dia menjawab: nabi datang dan berthawaf di ka’bah tujuh kali dan shalat di belakang maqam dua rakaat lalu berthawaf di antara shafa dan marwa tujuh kali (sudah ada untuk kalian pada diri Rasulullah contoh yang baik) dan kami menanyai Jabir bin ‘abdillah dan dia menjawab: tidak boleh mendekatinya hingga dia berthawaf di antara shafa dan marwa” [Shahih, Hadits riwayat: Al-Bukhariy (1645-1646)]
Dua Pendapat Tambahan Di Dalam Hukum Sa`I Menurut Para Ulama’:
Pertama: Abu Hanifah, Tsauri, dan Hasan al Bashri berpendapat bahwa sa`i adalah wajib, dan bukan merupakan bagian dari rukun, maka bagi siapa yang meninggalkannya dikenakan dam, dan hajinya sah.
Kedua: Anas bin Malik dan `Abdullah bin Zubair Muhammad bin Sirin bahwa sa`i hukumnya sunnah dan bukan wajib, tidak dikenakan apapun dengan meninggalkannya, ini diriwayatkan dari Ibnu `Abbas, menyerupai kepada mazhab Ubay bin Ka’ab dan Ibnu Mas’ud, karena di dalam mushaf Ubay dan Ibnu Mas’ud:
فلا جناح عليه أن لا يطوف بهما
Maka tidak ada dosa bagi yang tidak mengerjakan sa’i diantara keduanya
Ibnu ‘Abdil Barr berkata: Tidak bisa dijadikan dalil atas apa yang tidak ada dari mushafnya jamaah, karena hal itu tidak ditetapkan atas Allah, dan tidak juga dihukumi sebagai al-Qur`an: kecuali yang diriwayatkan oleh para jama’ah di antara kedua lauh, dan riwayat yang paling baik di dalam penafsiran ayat tersebut adalah (apa yang disebutkan oleh) `A’isyah[At tamhid karya Ibnu ‘Abdil Barr (2/98)].Wallahu A’lam.