Fatwapedia.com – Berikut ini adalah Riwayat-Riwayat Israiliyat setelah Nabi Adam Turun ke Bumi. Kisah-kisah ini telah disanggah oleh para ulama akan kekeliruannya. Seyogyanya kita hati-hati dan berpaling darinya.
Pertama, Ath-Thabari berkata; Ibnu Abdul A’la juga menceritakan kepada kami, ia berkata; Muhammad bin Tsaur menceritakan kepada kami, dari Ma’mar, dari Qatadah; firman-Nya, “Dan (ingatlah), ketika Kami tempatkan Ibrahim di tempat Baitullah.” (Al-Hajj: 26), ia berkata, “Allah meletakkan Bait bersama Adam ketika menurunkan Adam ke bumi. Tempat turunnya Adam di tanah India dengan kepala di langit dan kedua kaki di bumi. Malaikat-malaikat takut kepadanya, lalu (bentuk tubuh) Adam menyusut hingga menjadi enam puluh hasta. Ketika Adam kehilangan suara-suara para malaikat dan bacaan tasbih mereka, ia mengadukan hal itu kepada Allah, lalu Allah berfirman, ‘Wahai Adam! Aku telah menurunkan sebuah rumah untukmu yang dikelilingi seperti halnya Arasy-Ku yang dikelilingi. Dia dijadikan tempat shalat sebagaimana Arasy-Ku dijadikan tempat shalat di sekelilingnya. Maka pergilah ke sana!’ Adam akhirnya berangkat ke sana dengan memanjangkan langkah kaki, hingga jarak yang ditempuh di antara dua langkah kaki adalah seluas padang pasir. Padang pasir-padang pasir terus dilalui Adam seperti itu, hingga akhirnya Adam sampai ke Al-Bait lalu berthawaf mengelilinginya dan setelah itu para nabi.”
Riwayat ini membicarakan sejumlah hal yang benar-benar berbenturan dengan akidah kita. Di antara yang paling penting adalah; malaikat takut kepada Adam. Inilah yang membuat kita menolak mentah-mentah riwayat ini. Disamping itu, riwayat ini juga berisi hal-hal yang berlebihan, di antaranya; tinggi Adam dari langit sampai bumi. Ini adalah celah yang mengotori hadits ini. Hal lain yang sangat berlebihan adalah; jarak antara dua ayunan langkah kaki Adam seluas padang pasir. Ini tidak masuk akal. Memang, hal ini bisa terjadi jika dikehendaki Allah. Tapi tidak ada landasan sahih atas hal ini. Andai saja Anda landasan sahih, tentu riwayat ini kami terima.
Kedua, kisah yang diriwayatkan As-Suyuthi dalam Ad-Durr Al-Mantsir dengan sanad daif dari Anas; ia berkata, “Rasulullah bersabda, ‘Adam dan Hawa turun dalam keadaan telanjang dengan mengenakan dedaunan surga. Adam terkena panas matahari hingga ia duduk menangis dan berkata kepada Hawa, ‘Wahai Hawa! Panas ini telah menyakitiku.’ Jibril kemudian datang membawa kain katun dan memerintahkan Hawa agar menjahit kain tersebut. Jibril mengajarkan kepada Hawa dan juga Adam. Jibril juga memerintahkan Adam membuat rajutan dan mengajarkannya. Adam tidak menggauli istrinya di surga hingga ia diturunkan dari sana. Sebelumnya, masing-masing dari keduanya tidur sendiri-sendiri. Jibril kemudian memerintahkan Adam untuk menggauli Hawa dan mengajarkan kepadanya bagaimana caranya. Setelah Adam menggauli Hawa, Jibril datang lalu bertanya, ‘Bagaimana kau mendapati istrimu?’ Adam menjawab, ‘Baik’.
Riwayat ini berseberangan dengan keterangan yang disebutkan dalam Al-Qur’an, karena Allah berfirman, “Dan Dia ajarkan kepada Adam nama-nama (benda) semuanya.” (Al-Baqarah: 31). Setelah itu Ibnu Katsir berkata, “Hadits ini gharib, dan munkar sekali jika dikatakan marfu’.”. Mungkin isi hadits ini bersumber dari perkataan salah seorang salaf. Setelah itu Jbnu Katsir menyebutkan bahwa di antara perawi riwayat ini adalah Sa’id bin Maisarah. Dia adalah Abu Imran Al-Bakri Al-Bashri. Al-Bukhari berkata tentangnya, “Haditsnya munkar.” Ibnu Hibban berkata, “Dia meriwayatkan hadits-hadits maudhu’.” Ibnu Adi berkata, “Haditsnya tidak jelas.”
Ketiga, Wahab bin Munabbih berkata, “Ketika Adam diturunkan ke bumi, Iblis berkata kepada hewan-hewan buas, ‘Dia itu musuh kalian, maka binasakanlah dia!’ Hewan-hewan buas kemudian berkumpullalu menyerahkan urusan mereka kepada anjing. Mereka berkata, ‘Kau yang paling pemberani di antara kami.’ Mereka menjadikan anjing itu sebagai pemimpin. Ketika Adam melihat hal itu, ia bingung lalu Jibril datang kepadanya ketika melihat anjing menyakiti Adam, dan hati si anjing itu buta hatinya’.
Disebutkan dalam salah satu riwayat bahwa Jibril memerintahkan Adam meletakkan tangan di kepala anjing. Adam kemudian meletakkan tangannya di atas kepala anjing, lalu anjing menjadi tenang dan jinak terhadap Adam, hingga menjadi salah satu penjaga Adam, penjaga anak-anaknya, dan suka terhadap mereka. Seiring kematian hatinya, ia menjadi takut pada manusia. Andai saja ia dilempari batu sebesar potongan tanah liat, ia pasti berlari lalu setelah itu kembali lagi dalam kondisi jinak terhadap mereka. Di dalam tubuh anjing terdapat salah satu bagian Iblis, dan ada juga sebagian dari usapan Adam. Dengan bagian Iblis yang ada di dalam tubuhnya, ia menggonggong dan menyerang manusia. Dan dengan usapan Adam, hati si anjing mat hingga menurut dan tunduk. Si anjing menjadi jinak terhadap anak Adam dan menjaga mereka. Adanya ia selalu menjulurkan lidah setiap saat disebabkan karena hatinya sudah mati.
Seperti yang Anda ketahui, di dalam riwayat ini tidak ada sanadnya, menggunakan redaksi “diriwayatkan dalam kabar,” riwayat ini dinisbatkan kepada Wahab bin Munabbih, juga terdapat banyak kebohongan, hal-hal yang berlebihan, menggambarkan anjing sebagai sosok mukalaf, dan hal-hal lain. Semua keburukan ini mengharuskan untuk mendustakan dan menolak riwayat ini.
Tobatnya Adam dan Kalimat-Kalimat yang Dia Terima
Keempat, Al-Hakim, Al-Baihaqi, dan Ibnu Asakir meriwayatkan dari jalur Abdurrahman bin Zaid bin Aslam, dari ayahnya, dari kakeknya, dari Umar bin Khathab, ia berkata, “Rasulullah bersabda, ‘KalaAdam melakukan kesalahan, ia berkata, ‘Ya Rabb, aku memohon kepada-Mu dengan hak Muhammad, ampunilah aku.’ Allah bertanya, ‘Bagaimana kau mengenal Muhammad sementara Aku sama sekali belum menciptakannya?’ Adam menjawab, ‘Ya Rabb! saat Kau menciptakanku dengan tangan-Mu dan meniupkan sebagian ruh (ciptaan)-Mu, aku mengangkat kepala lalu aku melihat tulisan di kaki-kaki Arasy, ‘Tiada ilah (yang berhak diibadahi dengan sebenarnya) selain Allah, Muhammad utusan Allah,’ aku pun tahu, nama orang yang Kau sandingkan dengan nama-Mu adalah makhluk yang paling Engkau cintai.’ Allah berfirman, ‘Kau benar, wahai Adam. Sungguh, dia adalah makhluk yang paling Aku cintai. Karena kau memintaku dengan (wasilah) haknya, maka kau Ku-ampuni. Andai bukan karena Muhammad, tentu Aku tidak menciptakanmu’.”
Saya berkata; riwayat ini juga termasuk kebohongan kaum sufi. Abdurrahman bin Zaid bin Aslam sudah kami jelaskan sebelumnya bagaimana kondisinya. Dia mendapat banyak koreksi tanpa adanya keterangan yang meluruskannya. Dengan demikian, hadits ini palsu. Adz-Dzahabi menghukumi hadits ini palsu. Seperti itu juga yang dinyatakan Syekh Al-Albani.”
Syekhul Islam Ibnu Taimiyah berkata, “Riwayat Al-Hakim ini termasuk yang saya ingkari, karena dia sendiri menyatakan dalam kitab berjudul Al-Madkhal ila Ma’rifati Ash-Shahih Min As-Saqim; Abdurrahman bin Zaid bin Aslam meriwayatkan hadits-hadits maudhw’ dari ayahnya. Siapa pun di antara para ahli di bidang ini pasti tahu bahwa koreksi hadits ini tertuju kepadanya’.”
Setelah itu ia berkata, “Abdurrahman bin Zaid bin Aslam daif berdasarkan kesepakatan mereka. Dia sering keliru.”
Saya berkata; hadits ini benar-benar berbenturan dengan akidah salaf yang menyatakan tidak adanya tawasul kepada Allah dengan perantara siapa pun di antara makhluk-Nya, meski ia adalah Muhammad. Inilah celah yang menodai hadits ini.
Adapun kalimat-kalimat yang diterima Adam; Ibnu Katsir mengatakan bahwa kalimat-kalimat yang dimaksud adalah; “Ya Tuhan kami, kami telah menzalimi diri kami sendiri. Jika Engkau tidak mengampuni kami dan memberi rahmat kepada kami, niscaya kami termasuk orang-orang yang rugi.” (Al-A’raf: 23)
Saya berkata; ini diriwayatkan dengan jalur-jalur sahih dari Ibnu Abbas
Ini juga diakui Al-Allamah Asy-Syingithi dalam Adhwa’ Al-Baydan.”
Sumber: Shahih Qashashil Qur’an, Hamid Ahmad Ath-thahir