Fikroh.com – Kabar tewasnya Samuel Paty, seorang guru di Perancis yang dibunuh oleh seorang siswa menjadi trending topic besar di negara pimpinan Macron tersebut.
16 Oktober lalu, di mana peristiwa tersebut terjadi. Paty dibunuh di luar sekolahnya oleh murid yang berusia 18 tahun, kepalanya dipenggal, sedangkan penyerang juga meninggal di tempat setelah mendapat beberapa tembakan dari polisi setempat.
Alasan sang murid melakukan itu adalah karena Paty membawa karikatur Nabi shalallahu ‘alaihi wa salam yang pernah dirilis oleh majalah Charlie Hebdo di kelas untuk mengajarkan nilai kebebasan berekspresi.
“Salah satu warga kami dibunuh hari ini karena dia mengajar, dia mengajar murid-muridnya tentang kebebasan berekspresi,” Tutur Emanuel Macron, presiden perancis paska terjadinya peristiwa ini.
Bahkan Macron memberikan penghargaan sipil tertinggi Légion d’Honneur kepada Paty. Dan kalau dilihat sepertinya Macron akan mengambil momentum ini untuk melakukan tindakan lebih represif kepada warga negaranya yang beragama Islam. Bahkan dia bersumpah untuk itu.
Perancis mengaku sebagai negara yang menjunjung tinggi kebebasan. Terus disuarakan demikian. Tapi nol besar dalam menghormati dan menghargai prinsip-prinsip agama lain. Khususnya Islam.
Islamphobia di Perancis untuk tahun 2019 saja ada 154 kasus, naik 54 kasus dari 100 kasus di tahun sebelumnya. (Tempo)
Kalau sudah begini siapa yang salah? Ya, jawabannya mudah. Islam dan muslim yang salah. Kenapa begitu? Karena cukup dengan menjadi seorang muslim sebagai alasan kebencian tersebut.
Barat, khususnya perancis dalam hal ini tidak memahami bagaimana konsep loyalitas dan kecintaan seorang muslim terhadap simbol-simbol agamanya, terkhusus Nabi Muhammad shalallahu ‘alaihi wa salam dalam hal ini.
Bagi seorang muslim mencintai Nabi Muhammad shalalllahu ‘alaihi wa salam lebih dari cintanya terhadap orang tua, istri, anak dan bahkan dirinya sendiri.
“Tidak seorang pun di antara kalian beriman (dengan iman yang sempurna)sampai aku (Nabi Muhammad ﷺ) lebih dicintainya daripada anaknya, orangtuanya, dan seluruh umat manusia” (HR Muslim)
Dalam riwayat lain Imam Bukhari meriwayatkan dari Umar bin Khattab, bahwa suatu ketika Umar berkata kepada Nabi Shalallahu ‘alaihi wa salam, “Ya Rasulullah ﷺ, sungguh engkau lebih aku cintai dari segala sesuatu kecuali diriku sendiri.” Kemudian Rasulullah ﷺ berkata, “Tidak, demi yang jiwaku berada di tangan-Nya, (imanmu belum sempurna) hingga aku lebih engkau cintai daripada dirimu sendiri.”
Inilah konsep loyalitas dan cinta bagi seorang muslim kepada Nabinya. Kehormatan Nabi di atas kehormatannya, mencintai Nabi di atas cinta kepada dirinya sendiri. Hal prinsip seperti ini tentu tidak dipahami Barat yang sekuler, yang bagi mereka menghina Tuhan pun baik-baik saja.
Jika kita mau melihat dengan jujur, Justru mereka sendirilah yang memproduksi radikal dan terorisme tersebut. Seperti charlie hebdo dengan karikaturnya membuat gerakan perlawanan, sehingga terjadi resistensi di akar rumput.
Tidak ada asap kalau tidak ada api. Gerakan kekerasan terhadap muslim adalah asap dari api diskriminatif dan islamphobia terhadap Islam dan kaum muslimin. Sedangkan asap dari tindakan represif dan kebencian terhadap muslim adalah hasil dari api kebencian yang mereka sulut sendiri.
Jadi omong kosong jargon tentang kebebasan berekspresi jika seorang muslim tidak bisa mengekspresikan identitas keislaman mereka. Dan jangan salahkan juga, jika kebebasan berekspresi versi barat adalah bebas merendahkan hal-hal prinsip agama lain, maka yang akan lahir adalah senjata, bukan kata-kata.
Anjingpun Marah Saat Nabi Dihina
Hulagu Khan (penguasa Mongol) memiliki seorang istri Kristen. Dia mencintainya dan lebih menyukainya daripada semua wanita lainnya. Lalu sang istri membujuk suaminya agar bisa menyebarkan agama Kristen di antara suku-suku Mongol, sehingga Hulagu membuka jalan bagi misionaris Kristen untuk menembus antara suku-suku Mongol dan menyebarkan agama Kristen.
Suatu hari sang misionaris senior pergi ke upacara seorang pangeran Mongol untuk pertobatannya menjadi Kristen. Misionaris itu mulai dengan mengutuk dan menghina Nabi Muhammad ﷺ, secara kebetulan ditempat tersebut ada seekor anjing pemburu yang diikat.
Ketika misionaris Kristen ini mulai mengutuk Nabi ﷺ si anjing tiba-tiba menggonggong tanpa henti, dia berusaha melepaskan diri dari tali pengikatnya. Dan terlepaslah, lalu menerkamnya hingga misionasi terluka. Orang-orang berusaha menyelamatkannya dan menyingkirkan anjing itu.
Beberapa hadirin ada yang berkata: “Sepertinya ini karena apa yang dia katakan tentang Muhammad”
Misionaris menjawab: “Tidak, ini terjadi karena anjing itu melihat saya menunjuk ke arahnya, jadi dia pikir saya ingin memukulnya.”
Kemudian misionaris ini mulai kembali mengutuk Nabi ﷺ , kali ini dengan kalimat-kalimat yang lebih keji dari sebelumnya. Tanpa nyana, anjing ini kembali meronta dan berhasil lepas dari ikatannya dan melompat ke atas lehernya dan segera mencabik keluar tenggorokannya dan misionaris itu mati di tempat secara mengenaskan.
Setelah melihat kejadian ini, sekitar 40.000 Mongol kembali ke Islam!
Inilah seekor anjing yang marah saat Rasulullah ﷺ dihina dan menjadi sumber hidayah kembalinya 40.000 orang Mongol memeluk Islam.
Tidakkah kamu melihat bahwa anjing-anjing itu jauh lebih baik dari mereka yang mengusung kebebasan berpendapat yang dengan mudah menghina Agama Islam bahkan Allah dan RasulNya.
Sumber: Al- Durar al-Kaminah (Vol.3) oleh Imam Ibn Hajar (رحمه الله)